Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menyampaikan presentasi di depan peserta seminar nasional di Universitas 17 Agustus  1945 Banyuwangi, Kamis (1/3/2018).

 

Banyuwangi – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, menandatangani nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) terkait riset mengenai keterbukaan informasi dan dunia penyiaran. Penandatanganan MoU dilakukan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dan Rektor Untag Banyuwangi, Andang, di Auditorium Kampus Untag Banyuwangi, Kamis (1/3/2018).

Menyikapi kerjasama itu, Hardly mengatakan, MoU ini memiliki pengaruh positif bagi KPI karena semakin banyak lembaga yang menyosialisasikan fungsi lembaganya. Adapun bagi perguruan tinggi adalah tanggungjawab untuk meningkatkan upaya literasi atau kesadaran masyarakat terhadap media.

“Literasi dapat mengubah cara pandang masyarakat menjadi kritis terhadap media. Hal itu sangat bermanfaat bagi kami karena masukan publik bisa mendorong upaya peningkatan kualitas konten siaran dari waktu ke waktu,” kata Hardly.

Sementara itu, Rektor Untag Banyuwangi, Andang menyebut, kerjasama dengan KPI akan mempermudah mahasiswanya melakukan riset dan pembelajaran tentang penyiaran serta regulasinya. “Ini menjadi bagian upaya kita untuk memberikan edukasi masyarakat secara umum. Teman-teman harus memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar tentang KPI,” katanya di depan ratusan mahasiswa Untag Banyuwangi yang hadir dalam acara tersebut.

Usai penandatanganan MoU, acara dilanjutkan dengan Seminar Nasional bertajuk “Keterbukaan Informasi Publik melalui Media Penyiaran untuk Terwujudnya Good Governance”. Hardly yang menjadi salah satu narsumber menyampaikan posisi media untuk senantiasa mengedepankan akurasi data. Sehingga, informasi yang disampaikan ke masyarakat tidak hanya dilakukan secara cepat tapi juga tepat.

“Jika ada penyampaian informasi yang berpotensi meresahkan dan menimbulkan kepanikan masyarakat seperti bencana alam, peristiwa kejahatan, dan kerusuhan, maka harus disertai dengan informasi badan publik yang kompeten menjelaskan penanganan yang dilakukan terhadap peristiwa yang terjadi. Dengan begitu, media arus utama seperti TV dan Radio akan senantiasa menjadi rujukan nomor satu dan akurat,” jelas Hardly.

Hardly juga menyampaikan, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh dan mendapatkan informasi publik, baik dari media massa atau dari badan publik  secara langsung. Akan tetapi informasi tersebut harus dipergunakan secara bertanggung jawab. “Ini dalam rangka mendorong akuntabilitas badan publik sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat,” paparnya.

Diakhir, Hardly berpesan untuk tidak memanfaatkan hak mendapatkan informasi tersebut untuk disalahgunakan seperti menyebarkan berita yang tidak baik atau tidak benar. Sebaiknya, gunakan informasi tersebut untuk hal yang baik dan positif. ***

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, didampingi Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, Nuning Rodiyah dan Mayong Suryo Laksono, saat menerima kunjungan Siberkreasi di kantor KPI Pusat, Kamis (1/2/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Siberkreasi akan melakukan sosialisasi literasi digital di sejumlah kota di tanah air dalam upaya memerangi penyebaran konten negatif di media sosial. Literasi ini diharapkan membuat masyarakat dapat menggunakan media sosial secara benar dan bermartabat.

“Kita akan kick off pada saat peringatan Hari Penyiaran Nasional 2018 di Palu, Sulawesi Tenggara, pada 1 April nanti. Rencananya, peringatan Harsiarnas di Palu akan dihadiri kurang lebih 3000 pelajar. Momentum tersebut dapat digunakan untuk menyosialisasikan gerakan ini,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat menerima pengurus Siberkreasi di Kantor KPI Pusat, Kamis (1/3/2018).

Menurut Andre, keberadaan komunitas Siberkreasi selaras dengan tujuan KPI untuk mencerdaskan masyarakat dalam memanfaatkan media. “Kita sangat senang dengan adanya komunitas seperti Siberkreasi yang ingin melakukan perubahan positif dan lebih baik terhadap negeri ini,” katanya.

Pendapat senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah. Menurutnya, sinergi dengan Siberkreasi dapat membantu sosialisasi literasi media ke masyarakat. Apalagi konten literasi yang dibuat Siberkreasi menarik dan kreatif. “Konten yang penuh manfaat dan positif tersebut dapat disosialisasikan melalui iklan layanan masyarakat di lembaga penyiaran. Kita akan upayakan kerjasama dengan mereka melalui penayangan ILM tersebut,” tambahnya.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, kegiatan literasi media maupun digital harus dilakukan secara massif dengan harapan masyarakat akan dapat membedakan antara konten baik dan yang tidak. “Kegiatan literasi ini sangat selaras dengan tujuan kami dalam konteks perlindungan terhadap anak,” kata Dewi.

Komisioner KPI Pusat lainnya, Mayong Suryo Laksono menambahkan, kerjasama antara KPI dan Siberkreasi diharapkan dapat mengembangkan kualitas konten penyiaran dan media sosial. “Teman-teman Siberkreasi bermain di wilayah yang sangat luas dan peluang kita untuk bersinergi sangat tinggi,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Umum Siberkreasi, Dedy Permadi, menilai penyebaran konten negatif di media sosial telah menjadi permasalahan utama di negeri ini. Tindakan pencegahannya adalah membanjirinya dengan konten-konten positif dan jelas. “Kita harus berjuang bersama untuk menangani masalah itu,” katanya.

Menurut Dedy, kegiatan sosialisasi dan literasi digital akan dilakukan di 100 kota di Indonesia. Selain sosialisasi, Siberkreasi akan memberikan workshop tentang bagaimana membuat konten yang baik dan bermanfaat. “Kita sudah mendapat dukungan dari 71 lembaga dan komunitas. Karena itu, kami sangat berterimakasih kepada KPI yang sudah banyak membantu,” jelasnya.

Marcella Zalianty, salah satu Dewan Pembina Siberkreasi berharap, gerakan ini juga didukung lembaga penyiaran. Menurutnya, siaran TV memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi publik.  “Kita harapkan televisi dapat menjadi penyebar sosialisasi gerakan ini,” katanya.

Perlu diketahui, SiBerkreasi merupakan gerakan nasional untuk menanggulangi ancaman potensi bahaya terbesar yang sedang dihadapi oleh Indonesia, yaitu penyebaran konten negatif melalui internet seperti hoax, cyberbullying dan online radicalism.

Upaya penanggulangan dilakukan dengan cara menyosialisasikan literasi digital ke berbagai sektor terutama pendidikan. Di antaranya, dengan mendorong dimasukkannya materi literasi digital ke dalam kurikulum formal. Gerakan ini juga mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi menyebarkan konten positif melalui internet dan lebih produktif di dunia digital.

SiBerkreasi hadir dari inisiatif bersama berbagai kalangan, komunitas peduli, swasta, akademisi, masyarakat sipil, pemerintah dan media. ***

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, didampingi Komisoner KPI Pusat, Ubaidillah, dan Rektor UPN, usai penandatangan MoU di UPN, Selasa (28/2/2018).

 

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indoensia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis mengingatkan mahasiswa agar meningkatkan kapasitas dirinya sehingga mampu bersaing pada era kompetitif seperti saat ini. Peningkatan kemampuan diri menjadi syarat mutlak untuk menjadi agent of change di semua bidang termasuk bidang penyiaran.

“Media  harus diisi dengan sumber daya manusia yang mumpuni, ungul serta berjiwa kompetitif,” katanya usai penandatanganan memorandum of understanding (MoU) dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, di Gedung Rektorat UPN, di bilangan Pondok Labu Jakarta, Selasa (28/2/2018).

Kerjasama antara KPI Pusat dengan UPN Veteran Jakarta bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dalam mewujudkan penyiaran yang sehat di Indonesia. “Kerjasama ini jangan hanya bersifat seremonial saja namun harus di implementasikan agar dapat dirasakan juga oleh masyarakat,” ujar andre mengingatkan.

Rencananya, pada 12 Maret 2018, KPI Pusat dan UPN Veteran akan melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) untuk melakukan Survey Indeks Kualitas Penyiaran bersama dengan 12 Universitas lainnya. Pada saat penandatangan MoU, hadir pula Dekan Fisip Dr. Anter Venus serta Anggota KPU RI, Wahyu Setiawan.

Setelah MoU, acara dilanjutkan dengan kegiatan Seminar Nasional dengan tema “Milenial dan Kampanye Politik di Era Digital”. Dalam kesempatan itu, Wahyu Setiawan, mengingatkan generasi muda untuk berpikiran luas dalam perpolitikan. “Politik bukan hanya soal Pemilu saja. Politik memiliki arti yang lebih luas dan generasi muda harus aktif dan kritis terhadap perkembangan politik yang terjadi,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Dekan Fisip Anter Venus. Menurutnya, fenomena streotype generasi muda terhadap pemilu yang terjadi pada generasi sekarang harus diubah. “Pola pikir seperti ini harus diganti,” imbuhnya.

Di akhir diskusi, Andre, pangillan akrab Ketua KPI Pusat, menyampaikan bahwa TV merupakan media paling baik untuk mencari kebenaran akan suatu berita. Tingkat kepercayaan masyarakat mencapai 96% terhadap TV. Sayangnya, masih ada beberapa media yang menyalahgunakan frekuensi publik untuk kepentingan kelompok mereka terutama menjelang masa Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Terkait hal ini, KPI telah mengeluarkan beberapa langkah preventif guna mengatasi halnya.

“KPI bersama dengan KPU, BAWASLU, dan Dewan Pers telah melakukan koordinasi  guna mengatasi masalah ini. Dan, hasil dari kordinasi ini memunculkan surat edaran KPI yang mengatur mengenai siaran iklan politik diluar masa kampanye,” tutup andre. Rav

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah dan Kepala Bagian Humas, Hukum dan Perencanaan KPI Pusat, Umri, berbincang dengan Perwakilan Divisi Humas Mabes Polri, Achmad Sabri.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akan menandatangani nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding). Rencananya, penandatanganan MoU akan dilakukan pada Selasa pekan depan, (6/3/2018), di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Penandatanganan MoU akan dilakukan langsung Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Tito Karnavian, dan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

Kepastian tersebut disampaikan perwakilan dari Divisi Humas Polri, Cahyo Budi S dan Achmad Sabri, saat rapat finalisasi MoU dengan KPI Pusat di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (1/3/2018).

Menurut Achmad Sabri, pihaknya akan mengundang sejumlah KPID. Hal ini berkaitan dengan penanganan dan juga tindakan kasus lembaga penyiaran berlangganan illegal yang marak di daerah. “Soal hak siar yang dipakai televisi kabel tanpa izin masuk dalam poin kerjasama tersebut. Ruang lingkupnya akan diperluas dan aka ada penegakan hukumnya,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, yang ikut dalam rapat finalisasi MoU tersebut mengatakan, kehadiran KPID sangat diperlukan karena kasus televisi kabel illegal banyak ditemukan di daerah. ***

Jakarta - Kita saat ini sedang berada dalam dunia yang terbuka (open world). Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan interaksi yang telah melampaui batas-batas negara. Melalui instrumen media, hubungan antara sesama dapat terjadi secara langsung tanpa perlu kontak fisik karena media komunikasi sudah begitu maju dan beragam bentuknya. Kemajuan media komunikasi menyebabkan derasnya arus informasi yang hadir menembus batas-batas nilai ekonomi, budaya, politik, dan hukum. Akibatnya, kita berada dalam efek media yang mempengaruhi pola pikir dan realitas sosial.

Merujuk pendapat McQuail (1993), keberadaan kita saat ini di tengah-tengah perkembangan media digambarkan pada fase keempat perkembangan studi efek media, yaitu negotiated media influence. Fase yang dimulai sejak akhir tahun 1970-an ini memiliki asumsi bahwa media memiliki kekuatan pengaruh yang kuat, khususnya dalam mengkonstruksi gambaran khalayak mengenai realitas sosial.

Sejalan dengan hal tersebut, Walter Lippmann (1997) mengemukakan bahwa world outside and pictures in our heads. Menurutnya, media adalah pembentuk makna (the meaning construction of the press). Interpretasi media massa terhadap berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka. Realitas yang ada di media adalah realitas simbolik karena realitas yang sebenarnya tak dapat disentuh (untouchable). Kemampuan yang dimiliki media massa adalah menentukan realitas di benak khalayak dan membentuk pola pikir, tindakan, dan budaya masyarakat.

Pesatnya perkembangan media di satu sisi adalah hal positif. Media berperan penting dalam pembangunan demokrasi dan meneguhkan kebebasan. Media menciptakan ruang-ruang kontrol yang besar dan membangun kesadaran kolektif. Namun di sisi yang lain, perkembanngan media adalah suatu ancaman serius bagi nilai-nilai funamdental kebangsaan. Ibarat dua sisi mata uang yang bebeda, media mempunyai pengaruh positif dan negatif. Dari sisi ancaman terhadap bangsa, media mentransfer nilai-nilai dari “luar” yang belum tentu cocok dengan jati diri bangsa.

Media mempunyai fungsi “transfer nilai” yang dapat membawa perubahan bagi tatanan nilai suatu bangsa. Media dapat mengubah segala hal dalam tatanan suatu bangsa. Media tidak saja menyampaikan berita dan informasi, tetapi juga mengubah nilai. Karena itu, pengaturan tentang media melalui regulasi menjadi suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar. Bahkan bagi negara-negara demokrasi liberal, pengaturan media tetap menjadi suatu kebijakan untuk mengendalikan peran media dalam pembangunan demokrasi.

Setelah runtuhnya rezim otoriter tahun 1998, kita mempunyai beberapa regulasi untuk mengatur media. Mulai dari lahirnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk melindungi kekebasan pers sekaligus juga membangun institusi pers yang bertanggung jawab dalam pembangunan demokrasi; UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dilandasi semangat untuk mewujudkan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia namun harus dilaksanakan secara bertanggung jawab; dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menjamin kemajuan teknologi informasi namun tetap dilaksanakan secara bertanggung jawab.

Permasalahan dan tantangan yang kita hadapi sekarang adalah regulasi media belum sejalan dengan tanggung jawab media untuk menjadi media komunikasi yang bertanggung jawab dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan dengan tanggung jawab untuk mendidik rakyat. Masyarakat kita terbawa dalam arus kebebasan media tanpa kemampuan filter. Apalagi tingkat literasi media masyarakat yang masih rendah membuat masyarakat berada dalam situasi yang mudah dipengaruhi oleh media.

Ancaman Ketahanan Bangsa

Sadar atau tidak, media yang tumbuhnya luar biasa pesat adalah kabar baik sekaligus kabar buruk. Baik karena masyarakat mempunyai alternatif akses terhadap informasi yang beragam dan tidak terbatas, tetapi kabar buruknya, masyarakat berada dalam arus perubahan yang mengarah pada terkikisnya nilai-nilai kebangsaan.

Remaja adalah kelompok masyarakat yang mudah terbawa oleh arus informasi media. Remaja menjadi kelompok yang sangat rentan karena mudah “dipengaruhi” dan “dibentuk” pola pikirnya serta tindakannya. Apalagi kelompok ini adalah kelompok terbesar dalam penggunaan internet dan sosial media. Menurut hasil penelitian Kementerian Informasi (2014), dari jumlah pengguna media internet, 80 persen adalah remaja berusia 15-19 tahun. Sementara itu, menurut rilis penelitian oleh Global Web Index pada tahun 2015, media sosial yang paling sering diakses oleh masyarakat Indonesia secara spesifik adalah situs-situs media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Google+, Line, Whatssapp, Pinterest, LinkedIn, Instagram, dan Skype.

Ini menunjukkan bahwa perlu kebijakan untuk mengendalikan media melalui regulasi yang tepat sehingga masyarakat tidak terbawa dalam pesatnya arus media yang berpotensi mengancam ketahanan bangsa. Ketahanan bangsa dalam terminologi modern bukan lagi terbatas pada ketahanan militer, tetapi maknanya telah meluas, yakni mencakup ketahanan ekonomi, politik, hukum, dan budaya.

Untuk menghancurkan masa depan suatu bangsa, pendekatan militer sudah tidak lagi menjadi pilihan yang populer bagi musuh karena itu merupakan instrumen yang konvensional, tetapi dengan menggunakan instrumen nonkonvensional, salah satunya melalui peran media. Media dimanfaatkan untuk menghancurkan karakater bangsa dengan infiltrasi budaya sehingga cara pikir, sikap, dan tindakan masyarakat berubah. Karena itu, yang dibutuhkan sekarang adalah kebijakan dan pendidikan media bagi masyarakat. Jika tidak ada kebijakan yang tepat dan pendidikan media kepada masayarakat untuk menjawab tantangan media saat ini, maka masyarakat kita berada di ambang kehancuran budaya. Ini berarti ketahanan bangsa semakin berada di titik yang rawan.

Oleh: Dave Akbarshah Fikarno Laksono
Anggota Komisi I DPR RI
(Tulisan sudah dimuat di Okezone News)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.