Jakarta - Mahasiswa Universitas Pancasila (UP) Jakarta, melakukan kunjungan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam rangka peningkatan wawasan di bidang penyiaran, Selasa (3/7/2018). Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat M. Arifin serta Komisioner KPI Pusat Ubaidillah.

Di awal pertemuan, Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin menjelaskan tentang Undang-undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan landasan lembaganya dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai regulator penyiaran. 

“UU Penyiaran yang digunakan di Indonesia, saat ini sudah berusia 16 tahun dan itu sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang. Sebagai perbandingan di Negara-negara maju, dalam 5 sampai 7 tahun mereka melakukan revisi aturan penyiran agar regulasi atau aturan tersebut dapat mengikuti perkembangan zaman,” jelasnya.

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menambahkan, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KPI Pusat banyak melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti pembentukan Gugus Tugas pengawasan Pilkada Serentak 2018. “ Saat ini, KPI bersama dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers melakukan kerjasama dalam pengawasan Pilkada pada frekuensi publik,” katanya.

Saat sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa menanyakan turunnya kualitas tayangan televisi dan siapa yang harus bertanggungjawab terkait hal itu. Menanggapi pertanyaan itu, Rahmat mengatakan bahwa semua pihak bertanggungjawab atas penurunan kualitas tayangan saat ini. 

“Bisa kita lihat bagaimana sekarang hampir semua lembaga penyiaran meanggap rating sebagai Tuhan sehingga mereka melupakan aspek kualitas tayanga. Seperti yang kita tahu, rating hanya dilakukan oleh satu lembaga saja sehingga tidak dapat menggambarkan tayangan apa yang paling diminati masyarakat,” kata Rahmat. 

Selain lembaga penyiaran, tambah Rahmat, masyarakat juga berperan dalam pembentukan kualitas tayangan. Jika masyarakat memiliki selera yang baik terhadap program acara, maka hal itu akan membuat program TV sejalan membaik. “Terdapat dua faktor yang mempengaruhi selera masyarakat akan program TV yaitu pendidikan dan ekonomi,” tutup Rahmat. 

Di akhir kunjungan, Mahasiswa Universitas Pancasila berkesempatan melihat bagian pemantauan dan media center KPI Pusat. Vel

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan surat teguran untuk program siaran jurnalistik “NET 24” di NET. Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, KPI menemukan pelanggaran pada tersebut pada tanggal 22 Juni 2018 pukul 00.07 WIB. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam surat teguran ke NET yang ditandatanganinya, Jumat (29/6/2018).

Dalam keterangannya di surat teguran, program siaran “NET 24” memberitakan peristiwa pembunuhan dengan menyebut identitas nama pelaku yang masih di bawah umur (Seorang pelajar Sekolah Menengah Pertama). 

Yuliandre menilai muatan yang mengungkap identitas pelaku dapat membentuk stigma di masyarakat terhadap anak tersebut. “Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran jurnalistik untuk menyamarkan identitas pelaku kejahatan yang masih di bawah umur,” katanya.

KPI memutuskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 22 Ayat (3) serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal 43 huruf g. 

“Kami minta NET menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran,” katanya dalam surat teguran. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyiapkan surat edaran bersama untuk lembaga penyiaran perihal Gerakan atau Program 1 (satu) Jam Siaran Khusus Anak di waktu tayang utama atau prime time saat Peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2018 mendatang.

Usulan Gerakan 1 jam Siaran Khusus Anak itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat melakukan pertemuan dengan Menteri PPPA, Yohana Susana Yembise, di Kantor KemenPPPA, Kamis (29/6/2018).

“Kami memiliki impian pada saat peringatan Hari Anak Nasional semua lembaga penyiaran khususnya televisi wajib menyiarkan program khusus anak yang waktu penayangan antara pukul 18.00 hingga 19.00. Kita bisa melakukan himbauan ini ke lembaga penyiaran untuk lebih peduli pada anak-anak melalui program siaran khusus anak,” kata Nuning yang diamini Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini dan Ubaidillah.

Gayung bersambut, Menteri PPPA, Yohana menyatakan sepakat dan dukungannya dengan rencana Gerakan 1 Jam Siaran Khusus Anak pada saat Hari Anak Nasional. Menurutnya, program satu jam itu dapat diisi dengan program acara anak yang berkualitas, edukatif, menghibur serta melibatkan anak-anak di dalamnya .

“Kita harus segera menyiapkan surat himbaun mengenai hal ini dan harapannya program satu jam siaran anak itu dapat ditayangkan televisi pada waktu prime time,” kata Yohana.

Berkaitan dengan Gerakan atau Program 1 jam Siaran Anak itu, Nuning mengutarakan hal ini akan memberi sinyal baik bagi pengembangan konten anak produksi dalam negeri. Selama ini, konten anak yang tayang di televisi masih didominasi konten-konten dari mancanegara. 

“Kita harus mendorong sama-sama soal program acara anak yang memang untuk mereka. Selama ini masih ada program anak yang dikonsumsi anak masih terkait dengan program dewasa. Kita akan dorong televisi untuk program anak khususnya yang diproduksi dari dalam negeri,” jelas Nuning.

Nuning juga menyoroti soal kurangnya konten animasi anak dari dalam negeri. Hal ini seharusnya menjadi pemicu lembaga penyiaran untuk menciptakan animasi anak produksi dalam negeri. “Kita harus mengajak lembaga penyiaran untuk menciptakan banyak animasi dalam negeri yang berbahasa Indonesia,” paparnya. ***

 

 

Jakarta – Program siaran “Katakan Putus” yang ditayangkan stasiun Trans TV mendapat sanksi teguran tertulis kedua dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Acara reality show yang tayang pada 11 Juni 2018 lalu itu kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012. Hal itu ditegaskan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam keterangan kepada kpi.go.id, Senin (3/7/2018).

Menurut Andre, panggilan akrabnya, program siaran “Katakan Putus” menampilkan adegan sekelompok pria yang mengeroyok pria berkaus hitam dan merusak serta membakar gerobak yang ada di lokasi. 

“Jenis pelanggaran itu kami ketegorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran,” kata Andre.

Pihaknya, lanjut Ketua KPI Pusat, memutuskan adegan tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 21 serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. 

“Berdasarkan pelanggaran itu, Kami memberikan sanksi administratif teguran tertulis kedua,” kata Andre.

Sebelumnya, program ini telah mendapatkan sanksi administratif teguran tertulis dari KPI. Teguran tersebut tertuang dalam surat teguran nomor 329/K/KPI/31.2/05/2018 tertanggal 24 Mei 2018. 

“Kami minta Trans TV menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. Kami harap Trans TV memperhatikan surat teguran keduan ini dan segera melakukan perbaikan,” jelas Andre. ***

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, saat menerima kunjungan dari Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Kantor Kementrian PPPA, Kamis (28/6/2018).

 

Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, mengeluhkan cerita sinetron yang tidak memberikan manfaat serta pendidikan terutama bagi keluarga dan anak-anak. Menurutnya, tayangan sinetron masih banyak yang mengangkat cerita perceraian dan konflik rumah tangga.

“Konten-konten demikian tidak memberi motivasi baik bagi keharmonisan keluarga. Dampaknya terhadap perilaku anak-anak pun akan buruk karena banyak menonton sinteron-sinteron seperti itu,” kata Manteri Yohana saat menerima kunjungan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, Nuning Rodiyah dan Ubaidillah, di ruang kerjanya, Kamis (28/5/2018).

Siaran berisikan hal-hal yang tidak pantas dan ditayangkan secara massif seperti perceraian akan menimbulkan pemikiran bagi anak-anak bahwa hal itu merupakan sesuatu yang biasa. “Jika kita bekali mereka dengan cerita-cerita demikian, saya sangat khawatir dengan perilaku mereka nantinya. Kita harus pikirkan hal ini dan sangat penting televisi mengedepankan tayangan yang ramah anak,” kata Yohana.

Yohana meminta agar cerita sinetron mengangkat hal-hal yang positif seperti keharmonisan bekeluarga, pencapaian prestasi dan nilai pendidikan lainnya. “Saya tertarik salah satu acara di televisi yang menceritakan soal hidup saling membantu seperti bedah rumah. Cerita seperti ini kan dapat mengembangkan jiwa-jiwa sosial terutama bagi anak-anak,” jelasnya.

Selain itu, Yohana mengusulkan TV untuk menyisipkan sedikit informasi tentang aturan atau Undang-undang tentang Perlindungan Anak dalam program acara atau cerita sinetron. Menurutnya, informasi soal regulasi perlindungan anak belum banyak diketahui publik. “Cara-cara demikian cukup efektif  untuk menyosialisasikan UU Perlindungan anak,” katanya.

Terkait perlindungan anak ini, Yohana mengatakan, pihaknya berupaya menyukseskan program anak Indonesia 2030 bebas dari tindak kekerasaan. Setiap bulan Maret, pihaknya memberikan laporan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai perkembangan anak-anak di Indonesia. 

“Kita harus memutus mata rantai kekerasan. Jangan sampai cara kekerasaan dibawa dari generasi ke generasi,” tandas Yohana. *** 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.