Komisioner KPI Pusat Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio memimpin Evaluasi Tahunan TVOne didampingi Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini, (18/1). (Foto: Humas KPI/ Agung R)
Jakarta - PT Lativi Media Karya yang dikenal dengan nama udara TV One, menjalani proses evaluasi tahunan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), (18/1). Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio memimpin jalannya evaluasi dengan didampingi Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini.
Proses evaluasi tahunan ini sudah berjalan selama dua kali sejak 2017, yang merupakan amanat dari Komisi I DPR-RI saat proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran di tahun 2016. Dalam evaluasi tersebut, Agung menyampaikan, terdapat tiga kriteria penilaian yang digunakan KPI untuk mengukur kinerja penyelenggaraan penyiaran ini. Ketiga hal itu adalah sanksi dan apresiasi sepanjang Oktober 2017-September 2018, serta siaran program lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan (SSJ).
Agung memaparkan, dari hasil penilaian yang dilakukan KPI, TV One mendapatkan sanksi sebanyak dua buah, dan apresiasi juga sebanyak dua buah. Sedangkan untuk siaran program lokal, TV One sudah memenuhi alokasi siaran program lokal pada waktu produktif dan produksi lokal. Dari 29 wilayah layanan yang menerima siaran TV One, sudah ada 10 wilayah layanan yang menggunakan bahasa daerah untuk program lokal.
Lebih jauh soal kualitas siaran TV One, Mayong menyampaikan, meskipun hanya mendapat dua buah sanksi, TV One juga menerima 6 buah peringatan yang terkait program berita, iklan rokok, serta iklan Pilkada. Pada kesempatan tersebut, Mayong menegaskan, KPI sangat hati-hati dalam menangani masalah pelanggaran siaran pada program berita. “Ini karena kami harus meninjaunya menggunakan undang-undang dan lembaga negara yang lain, dalam hal ini UU no 40 tahun 1999 tentang Pers dan bekerja sama dengan Dewan Pers,” ujar Mayong. Pada dasarnya kebebasan pers memang tidak dapat dihambat, namun jika menggunakan frekuensi yang merupakan ranah publik, tetap harus menggunakan Undang-Undang Penyiaran dan itu wilayah KPI.
Secara khusus KPI juga melihat pilihan TV One yang mengambil posisi berbeda dengan kebanyakan televisi lain adalah pilihan cerdas. Namun Mayong mengingatkan agar TV One lebih cermat dalam memilih bahan siaran yang menjadi rujukan. “Tak sedikit berita di TV One yang sumbernya dari media sosial namun berujung pada potensi pelanggaran,” ujarnya. Catatan lain yang disampaikan Mayong adalah tentang kecakapan host atau pembawa acara dalam menangani krisis saat siaran live. Mayong memberikan contoh pada salah satu episode di Indonesia Lawyers Club (ILC) yang berujung pada pengaduan dari kelompok masyarakat penyandang disabilitas ke KPI, yang keberatan dengan penyampaian nara sumber ILC.
Menanggapi evaluasi dari KPI ini, Wakil Pemimpin Redaksi TV One Totok Suryanto mengaku bahwa sebagai TV berita, TV One butuh banyak ruang-ruang dialog yang berkesinambungan dengan berbagai pihak, termasuk regulator penyiaran. Di tahun politik ini, TV One meningkatkan pengawasan terhadap pembawa acara beserta crew siaran untuk mencegah risiko terjadinya kesalahan, terutama pada siaran langsung.
Tentang posisi TV One sendiri, Totok menjelaskan bahwa hal itu sudah ditegaskan sejak awal. “TV One tidak oposisi tapi tidak juga dalam posisi.” Namun TV One berusaha tetap berdiri di atas prinsip-prinsip jurnalistik. Termasuk juga berusaha tetap adil dalam setiap pemberitaan ataupun sekadar dalam pemilihan diksi naskah berita.
Selain mendapatkan sanksi atas program siaran berita, TV One juga mendapat apresiasi atas program siaran talkshow dan religi. Anugerah KPI 2017 memberikan penghargaan pada ILC episode “Saatnya Damai Bersenandung” dan Anugerah Syiar Ramadhan 2018 pada program “Damai Indonesiaku Spesial Ramadhan”.