Produser, sutradara muda, penulis latar, aktris, dan sekaligus pemeran pengganti Indonesia yang berkiprah di Hollywood, Livi Zheng, menyambangi Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta, Rabu (14/8/2018). 

 

Jakarta – Livi Zheng, seorang produser, sutradara muda, penulis latar, aktris, dan sekaligus pemeran pengganti Indonesia yang berkiprah di Hollywood menyambangi Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta, Rabu (14/8/2018). Kedatangan Livi bersama kru filmnya diterima langsung Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Nuning Rodiyah. 

Dalam kunjungan singkatnya di KPI Pusat, Livi yang lahir di Jawa Timur, 29 tahun silam, menceritakan pengalaman hidupnya  mengawali dunia perfilman di Amerika Serikat. Ia memulai kariernya sebagai pemeran pengganti pada usia lima belas tahun. Ia berperan pada serial televisi tiga puluh episode yang populer berjudul Laksamana Cheng Ho, dan kemudian berpindah ke Beijing, China pada usia enam belas tahun untuk melanjutkan riset dan kerja pada serial tersebut.

Zheng yang memiliki satu adik, Ken Zheng,  juga terlibat dalam film dan seni bela diri. Ia dan saudaranya kemudian pindah ke Amerika Serikat ketika ia berusia delapan belas tahun. 

Pada 2014, Livi menyutradarai film Brush with Danger. Film ini mengisahkan tentang kakak beradik yang menggunakan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di tanah asing, yang diperankan oleh Livi Zheng dan saudara sungguhannya, Ken Zheng. KPI Pusat mendapat kesempatan menyaksikan film tersebut meskipun singkat.

Menurut Livi, dalam membuat film dirinya selalu menyisipkan unsur-unsur tentang Indonesia, baik itu berupa musik maupun bentuk lain. Salah satu yang sering di sisipkan adalah musik gamelan. “Indonesia itu sangat kaya dan jika kita ingin mengekplorenya tidak akan cukup sampai usia kita tua,” kata Duta Kementerian Pemuda dan Olahraga ini.

Prestasi Livi yang tak kalah dengan membuat film adalah kepiawaiannya olahraga beladiri khususnya Karate. Dia mewakili tim Karate negara bagian Washington pada tahun-tahun ia berada di kampus dan memenangkan lebih dari 25 medali dan trofi untuk kompetisi wilayah dan nasional di Amerika Serikat.

Zheng memenangkan kompetisi dari 2009 US Open, Orlando, Kejuaraan Karate Terbuka Shorinryu Tahunan ke-36, sampai Turnamen Invitasional Federasi Karate Negara Bagian Washington 2010 dan Kualifikasi Federasi Karate Nasional AS. “Saya juga sering menjadi dosen tamu disejumlah kampus di Amerika Serikat,” ungkapnya.

Salah satu pengalaman menarik diceritakan Livi di KPI yakni pada 2017, pada saat dirinya menjadi salah satu narasumber di Annual Meetings of the World Bank Group and the IMF Global Media Gathering yang diadakan di World Bank Headquarter, Washington D.C. 

Bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia Luhut Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo. Livi Zheng, memperkenalkan konsep Bhineka Tunggal Ika, dalam acara tersebut. Livi menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan lebih dari 300 suku yang hidup berdampingan dengan keanekaragaman budaya dan kekayaan alam yang melimpah. 

Pada acara itu, Livi bercerita tentang Bali, yang disebutnya merupakan pilihan tepat untuk menjadi tuan rumah 2018 Annual Meetings of the World Bank Group and the IMF. Menurut Livi, warga Bali sangat ramah. Mereka, tidak segan belajar bahasa asing agar siap menerima kedatangan wisatawan dari mancanegara. 

Livi menuturkan, ketika dalam kunjungannya ke Bali saat masih kecil, ia melihat warga Bali bisa berbahasa Inggris karena kebanyakan turis berasal dari Australia. Namun saat ini setiap tahun jutaan orang datang dari berbagai negara di seluruh dunia. Kini ia melihat banyak warga Bali yang bisa berkomunikasi dengan bahasa-bahasa asing lain seperti bahasa Jepang dan Mandarin. 

Livi mengatakan, ia berkesempatan menjalani shooting film barunya, Bali: Beats of Paradise, di Bali. Ia merasa beruntung tinggal dan berinteraksi langsung dengan warga setempat. Pemandangan Bali sangat indah tapi yang paling ia cintai dari negara tempat kelahirannya adalah kebudayaan dan tradisi yang masih kental di kehidupan sehari-hari. 

Livi Zheng juga bercerita tentang kampung halamannya, Kota Blitar, Jawa Timur. Dia mengatakan, Blitar adalah sebuah kota kecil, kota ini bukan hanya spesial bagi dia, tapi juga bagi Indonesia. Menurutnya, Presiden pertama Indonesia, Soekarno, menghabiskan masa kecilnya di sana. Di kota itu pula Soekarno dimakamkan. 

Usai pertemuan itu, Livi dan kru melihat bagian pemantauan langsung KPI Pusat. Dalam kesempatan itu, Ia melakukan dialog dan bertanya kepada sebagian tenaga pemantau KPI. Livi menyatakan, kunjungan ke KPI sangat berkesan dan menilai peran lembaga ini sangat penting dan dikuatkan agar mutu siaran makin meningkat. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, saat bertemu dengan perwakilan lembaga penyiaran radio di Kantor KPI Pusat, Senin (13/8/2018).

 

Jakarta – Lembaga penyiaran radio diminta untuk menghentikan dan tidak lagi memutar lagu-lagu bersyair cabul, jorok, kasar dan berbau makian. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih menemukan adanya siaran musik, baik lokal maupun asing, yang berbau hal yang dilarang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 khususnya dalam lagu bergenre Rap dan Dangdut.

“Kami mencatat terdapat beberapa radio yang memutarkan lagu yang syairnya mengandung kata-kata cabul, jorok, kasar dan makian. Sebagai lembaga yang punya kewenangan untuk mengatur penyiaran, KPI juga punya tugas mengatur penyiaran radio,” kata Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, saat bertemu dengan perwakilan lembaga penyiaran radio di Kantor KPI Pusat, Senin (13/8/2018).

Menurut Dewi, meskipun banyak pihak yang pesimis terhadap keberlangsungan lembaga penyiaran ini, radio masih tetap menjadi media yang signifikan dipercaya sebagai sumber informasi dan hiburan. Maka menjadi penting untuk memastikan bahwa program siaran di radio tetap sesuai dengan regulasi penyiaran, termasuk lagu-lagu yang diputar di radio.

KPID DKI Jakarta ikut hadir dalam acara bertajuk pembinaan itu menyatakan menemukan banyak siaran lagu berbahasa Indonesia dan daerah yang mengandung hal itu terutama dalam lagu dangdut. “Liriknya mengadung unsur vulgar, cabul dan seksualitas . Kami minta radio tidak menayangkan lagu tersebut. Dan yang paling banyak lagu dangdut,” kata Wakil Ketua sekaligus Komisioner KPID DKI Jakarta, Rizky Wahyuni.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengatakan, lagu dengan muatan cabul, jorok, berbau makian berpotensi terkena sanksi teguran tertulis. Di Pasal 20 dan 24 SPS KPI dijelaskan soal larangan menyiarkan hal-hal tersebut. “Apakah siaran lagu ini sudah melalui proses sensor dari produsernya,” katanya.

Sementara Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengkhawatirkan siaran lagu demikian didengarkan anak-anak dan mereka jadikan ikutan menyanyikan liriknya.  “Kita harus memastikan anak-anak tidak mendengarkan lagu-lagu seperti ini,” tambahnya.

Terkait siaran lagu, KPI mengusulkan adanya kerjasama dengan Pengurus Daerah (PD) Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) untuk melakukan proses verifikasi list lagu yang boleh dan tidak untuk diputarkan di radio. “KPI juga meminta radio melakukan sensor mandiri terhadap lagu-lagu cabul atau kasar, dengan tidak memutarkannya, atau melakukan pengeditan seperlunya terhadap lirik yang dimaksud,” kata Dewi Setyarini.

Selain soal lirik lagu, pertemuan tersebut juga membahas program bincang-bincang mengenai seksualitas di radio. Menanggapi hal ini, KPI meminta radio untuk berhati-hati ketika menyiarkan talkshow dengan muatan seperti itu. “Dalam bincang-bincang seks perlu kehati-hatian dan kesantunan, serta harus melibatkan ahli kesehatan atau psikolog, dan seyogyanya tayang di jam dewasa,” pinta Dewi Setyarini yang juga mempunyai latar belakang di dunia radio.

Selain itu, Dewi juga mengingatkan bahwa  masih banyak persoalan yang beririsan dengan dunia radio, misalnya iklan kesehatan, iklan dewasa, dan eksplorasi lokal konten. Harapannya, persoalan norma dan etika dalam pemutaran lagu sudah terselesaikan sehingga ke depan bisa fokus kepada persoalan lain yang tidak kalah penting, termasuk terlibat dalam perubahan regulasi dan strategi menghadapi tantangan perkembangan zaman yang sedemikian pesat. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi teguran untuk program siaran “Tercyduk” di SCTV. Acara bertajuk variety show tersebut kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam surat teguran untuk program “Tercyduk” SCTV, Senin (6/8/2018).

Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, KPI Pusat menemukan pelanggaran pada program “Tercyduk” yang ditayangkan pada tanggal 17 Juli 2018 mulai pukul 15.49 WIB.

Menurut keterangan Yuliandre, program siaran tersebut menampilkan adegan dua orang wanita yang merupakan istri pertama dan kedua terlibat konflik yakni saling dorong dan menjambak rambut hingga tercebur ke dalam danau. 

“Selain itu, terdapat pula adegan seorang pria yang menceraikan istrinya dengan mengucapkan talak. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran,” jelas Andre.

KPI Pusat memutuskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal 13 Ayat (1), Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. 

“Berdasarkan pelanggaran tersebut, kami memutuskan memberikan sanksi administratif teguran tertulis untuk SCTV,” kata Andre. 

Dalam surat tersebut, KPI Pusat meminta SCTV menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. “Kami minta teguran ini menjadi perhatian dan SCTV segera melakukan perbaikan segera,” paparnya. ***

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi teguran pada program siaran “Hitam Putih” di Trans 7 karena tidak menyamarkan wajah orangtua dan nenek serta identitas pelaku pada saat dialog dengan sepasang anak laki-laki dan perempuan yang menikah di usia dini. Pelanggaran tersebut terjadi di program “Hitam Putih” yang tayang pada 18 Juli 2018 mulai pukul 18.14 WIB.

Dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Senin pekan lalu (6/8/2018), disebutkan acara tersebut menampilkan dialog dengan sepasang anak laki-laki dan perempuan yang menikah di usia dini. KPI Pusat mencatat Trans 7 telah melakukan penyamaran wajah terhadap kedua anak, namun wajah ibu dan nenek kedua anak yang dimaksud tidak turut disamarkan dan terdapat penyebutan identitas nama kedua anak tersebut yakni “Arifin dan Ira”. 

Menurut KPI Pusat, hal itu berpotensi membentuk stigma masyarakat dan menimbulkan dampak psikologis terhadap kedua anak tersebut. “Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang perlindungan anak-anak dan remaja,” kata Yuliandre Darwis. 

Berdasarkan keputusan KPI Pusat, tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 14 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1). Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administratif teguran tertulis.

“Kami minta Trans 7 menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran dan segera melakukan perbaikan agar kejadian serupa tidak terulang,” tutur Andre, panggilan akrab Ketua KPI Pusat. *** 

 

Direktur Program dan Produksi SCTV dan Indosiar, Harsiwi Achmad, saat menerima buku Hasil Survey KPI dari Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, usai sosialisasi hasil Survey Indeks Kualitatif Program Siaran TV Periode 1 di Kantor SCTV, Kamis (9/8/2018).

 

Jakarta – SCTV menilai hasil Survey Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode 1 tahun 2018 buah kerjasama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia sebagai masukan dari kalangan intelektual. 

“Ini masukan dari penonton berpendidikan di Indonesia yang berlatar S1, S2 dan bahkan S3,” kata  Direktur Program dan Produksi SCTV dan Indosiar, Harsiwi Achmad, saat menerima Tim KPI Pusat untuk menyampaikan hasil Survey Indeks Kualitatif Program Siaran TV Periode 1 di Kantor SCTV, Kamis (9/8/2018).

Menurut dia, hasil pengukuran ini menjadi acuan bagi mereka bergerak menciptakan kreatifivitas dan meningkatkan kualitas program. Selama ini, pihak TV hanya mendapatkan pengukuran dari satu lembaga survey satu-satu di Indonesia.

“Adanya acuan dari hasil survey KPI ini menjadi masukan dari berbagai sisi. Bagaimana pun industri televisi harus ada ukuran penontonnya. Bagaimana kita meningkatkan kualitas program tapi tetap baik secara industri,” jelas Siwi.

Adanya penilaian dari tim panel ahli berjumlah 120 orang dengan latarbelakang disiplin ilmu dan kemampuan, menjadikan hasil survey ini lebih mengutamakan bobot atau indeks kualitas dari sebuah program acara.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, hasil survey kualitas ini menjadi bahan masukan programing di lembaga penyiaran. “Ini bukan patokan tapi bisa menjadi acuan membuat program acara selanjutnya,” katanya.

Menurut Andre, program acara SCTV yang mendapat indeks sesuai standar sebaiknya terus dipertahankan, adapun yang di bawah nilai yang ditentukan untuk segera ditingkatkan. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.