Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) secara resmi mengeluarkan aturan sanksi denda administratif terhadap pelanggaran isi siaran di lembaga penyiaran. Sanksi denda ini merupakan bagian dari upaya penegakan regulasi sektor penyiaran di tanah air.

Aturan denda ini tertuang dalam Peraturan KPI (PKPI) Nomor 3 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan KPI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terkait Isi Siaran yang telah diundangkan dan ditandatangani Ketua KPI Pusat pada 31 Desember 2024 lalu.  

Komisioner KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan menyebut, langkah ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang sekarang berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi). Bahkan, aturan denda diatur dalam Pasal 46 ayat (10) Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Menurutnya, dengan adanya sanksi denda ini, diharapkan lembaga penyiaran akan lebih berhati-hati dan mematuhi regulasi yang ditetapkan, sehingga kualitas siaran di Indonesia dapat terus ditingkatkan. 

“Tujuan utama dari terbitnya aturan ini adalah menciptakan isi siaran di lembaga penyiaran yang berkualitas, mendidik, dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat,” kata Hasrul yang juga Koordinator bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPI Pusat. 

Terkait proses penerbitan aturan ini, Hasrul menjelaskan, pihaknya telah melalui berbagai tahapan yang semuanya menyesuaikan dengan prosedur pembuatan aturan yang berlaku di tanah air. 

“Sebelum ini, kami telah menyelenggarakan banyak diskusi terbuka yang di dalamnya mengundang banyak berbagai kelompok dan juga asosiasi lembaga penyiaran serta stakeholder terkait hingga pada tahap harmonisasi aturan. Jadi, aturan ini telah melalui proses pertimbangan yang matang dan teliti dengan menyerap berbagai masukan berbagai pihak terkait tersebut,” ujar Hasrul.  

Terkait mekanisme penjatuhan sanksi denda dan jumlah denda, Hasrul mengatakan hal ini dapat dilihat dalam isi PKPI tersebut. “Hingga Keputusan penjatuhan sanksi denda itu dapat dilakukan, baik prosedur dan ketentuannya, dapat dilihat secara jelas dalam isi peraturan,” katanya. 

Di waktu hampir bersamaan, KPI juga telah mengeluarkan Peraturan KPI (PKPI) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Evaluasi Laporan Penyelenggaraan Penyiaran Aspek Pengembangan Program Siaran. Aturan ini mengatur perihal evaluasi laporan tahunan oleh penyelenggara penyiaran. 

Menurut Muhammad Hasrul Hasan, langkah ini bertujuan agar secara berkala atau periodik KPI dapat menilai seluruh program siaran yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. 

“Dengan adanya peraturan dan pedoman ini, KPI berkomitmen untuk memastikan bahwa lembaga penyiaran menyajikan konten yang berkualitas dan sesuai dengan regulasi yang berlaku,” tandasnya. ***

Link PKPI Nomor 3 tentang Perubahan Atas Peraturan KPI No. 1 Tahun 2023 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terkait Isi SiaranERUBAHAN ATAS PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG TATA CARA PENGENAAN

SANKSI ADMINISTRATIF TERKAIT ISI SIARAN

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang dipimpin Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fahmi Irfanudin beserta staf, di Rupatama, Kantor KPI Pusat (23/01/2025). 

Di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, kembali menyampaikan terkait kewenangan KPI yang terbatas hanya pada Lembaga Penyiaran (LP) yang terdiri dari televisi dan radio. Dengan adanya kehadiran sivitas akademika, dia berharap ada masukan terkait revisi Undang-undang Penyiaran. 

Ubaid juga menegaskan bahwa revisi dimaksudkan antara lain untuk menguatkan kelembagaan KPI Pusat dan Daerah secara struktural dan pengaturan media baru. Menurutnya, hasil dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR bahwa revisi akan dilanjutkan menyesuaikan dengan perkembangan saat ini.

Terkait pengaturan terhadap media baru, Ubaidillah berkata, “Jika platform digital (media baru) diatur, akan ada pemasukan kepada negara. Selain itu saat ini platform tersebut tidak punya kantor di sini (di Indonesia). Dengan adanya regulasi maka hal itu bisa diupayakan sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Pengaturan media baru juga memerlukan panduan komunitas”. 

Dia juga menambahkan bahwa ada negara yang sudah memberlakukan pembatasan usia pengguna media sosial. Dalam konteks ini, Ubaidillah menekankan pentingnya peran orang tua. 

“Adik-adik UMY sebagai komunikator, bisa berperan dengan menyampaikan ke temannya untuk menggunakan media sosial dengan baik, mencegah penyebaran hoax dan isu yang menyebabkan disintegrasi bangsa, dan sebagainya. Tapi untuk penciptaan karya kreatif, konten positif dan yang memberi manfaat bagi masyarakat, kami mendukung,” lanjutnya.

Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat, Amin Sabhana, menyampaikan pembagian bidang kerja KPI, terkait proses tahapan dan pemberlakuan sanksi, serta apa saja kegiatan yang dilaksanakan KPI sebagaimana diamanatkan dalam UU Penyiaran. “Masyarakat juga diberi mandat untuk memantau, memberikan penilaian, jadi kami harapkan masyarakat kritis terhadap isi siaran di lembaga penyiaran,” imbuhnya.

Pada sesi tanya jawab, Amin Sabhana menguatkan apa yang disampaikan Ubaidillah terkait gambaran pengawasan terhadap media baru. Menurutnya, perihal verifikasi yang dimaksudkan adalah verifikasi terhadap platform atau perusahaannya, bukan terhadap kreator konten. “Agar perusahaan bertanggungjawab, kita juga bisa melindungi kreator konten, terutama yang kecil dan lebih beresiko dipersekusi”.

Untuk memastikan tayangan di lembaga penyiaran aman bagi masyarakat yang terdiri dari berbagai rentang usia dan kelompok, KPI menyediakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dijadikan acuan oleh lembaga penyiaran dalam penyelenggaraan penyiaran.

Mengakhiri kunjungan, Tenaga Ahli Madya Pemantauan Isi Siaran, Guntur Karyapati mendampingi Mahasiswa UMY melakukan kunjungan ke ruang pemantauan isi siaran untuk melihat secara langsung bagaimana teknis pengawasan isi siaran. Anggita/Foto: Agung R

 

 

Jakarta – Sehubungan akan berakhirnya masa jabatan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Barat (Sulbar), DPRD Sulbar melakukan kunjungan ke Kantor KPI Pusat (21/01/2025). Hal ini dilakukan sebagai langkah persiapan seleksi komisioner periode berikutnya.

Wakil Ketua II DPRD Sulawesi Barat, Munandar Wijaya, menyampaikan beberapa hal yang menjadi titik perhatiannya. Pertama, terkait kegiatan DPRD yang hingga saat ini sedang difokuskan pada pembahasan tentang APBD, sehingga pergantian Komisioner KPID kemungkinan melebihi masa jabatan komisioner eksisiting yang seharusnya berakhir pada 7 Maret. Kedua, teknis pelaksanaan seleksi terhadap komisioner petahana. 

Pihaknya juga ingin memastikan apakah kehadiran Komisioner KPI Pusat dalam tim seleksi merupakan suatu keharusan. 

“Di periode ini, kami mendorong ada KPI Pusat, untuk menghindari salah tafsir Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) dan Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KKPI). Detil terkait teknis seleksi akan ditambahkan komisioner lain,” jawab Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, di pertemuan itu.

Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat, I Made Sunarsa, menyampaikan tentang pengaturan waktu pelaksanaan proses seleksi yang secara rinci diatur dalam KKPI Nomor 3 Tahun 2024. Dia menekankan pentingnya pemenuhan terhadap syarat jumlah pelamar minimal, pembagian waktu per tahapan seleksi, serta teknis pelaksanaan seleksi bagi komisioner petahana.

Menanggapi adanya kemungkinan perpanjangan masa jabatan Komisioner KPID eksisting, I Made Sunarsa berkata, “Lembaga negara tidak boleh ada kekosongan, terkait perpanjangan ketentuannya ada di PKPI Pasal 11 (tentang Masa Jabatan Anggota KPI)”. 

Sementara itu, Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Aliyah, mengingatkan tentang keterwakilan perempuan pada komisioner yang akan datang.

Turut hadir dalam rombongan DPRD Sulawesi Barat antara lain Wakil Ketua I DPRD; Suraidah Suhardi, Ketua Komisi I, Irwan SP Pababari, Wakil Ketua Komisi I, Irbad Kaimuddin, Sekretaris Komisi I; Haluddin, serta Anggota Komisi I yaitu Andi Mahammar Qadafi Abidin, Mulyana Bintaha, Arwi, dan Andi Muhammad Qusyairy. Anggita/Foto: Agung R

 

 

 

 

Jakarta -- KPI Pusat memanggil iNews TV untuk memberi klarifikasi atas cuplikan tayangan program siaran “Rakyat Bersuara” pada 7 Januari 2025 Pukul 20.36 yang disiarkan secara live. Dalam tayangan itu, salah satu narasumber yaitu Rocky Gerung mengucapkan kata-kata tidak pantas, pada episode “Bom Waktu Skandal Pejabat, Gertak atau Nyata”. Dia menggunakan kata tertentu yang memiliki padanan kata dengan persetubuhan. Menurut KPI, pemilihan diksi tersebut tidak tepat untuk digunakan di ruang publik dan dalam forum resmi.

“Biasanya hanya ada dari hasil pemantauan saja, atau pengaduan saja. Kali ini klop, satu permasalahan yang menimbulkan ketidaknyamanan yang dilaporkan ke KPI Pusat, yang juga merupakan hasil pemantauan,” kata Tulus Santoso mengawali agenda klarifikasi, Selasa (21/01/2025). Dia juga menyampaikan bahwa sebelumnya hal serupa pernah terjadi pada September 2024 lalu, pada program siaran yang sama.

Selain itu, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini menyoroti pemilihan narasumber acara atau talent. Menurutnya, dalam banyak program siaran, narasumber memiliki daya tarik untuk mengundang pemirsa dan mendatangkan rating yang baik. Namun begitu, lanjut Tulus, lembaga penyiaran tetap harus bijak dalam memilih talent yang berpotensi membuat program siaran melanggar aturan dan norma serta kenyamanan banyak pihak.  

Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Aliyah, juga mempertanyakan, apakah narasumber tersebut memang dikontrak sekaligus untuk beberapa episode, apakah ada kemungkinan dia akan diundang kembali.

Sementara itu, Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat, I Made Sunarsa, menyampaikan pandangannya terkait ungkapan Rocky Gerung dalam acara tersebut. Menurutnya, dalam berbagai diskusi, lembaga penyiaran mungkin menampilkan Rocky Gerung karena ada informasi, edukasi, dan kritik sosial sebagai sisi baik. Namun, karena ini sifatnya siaran publik tentu ada pandangan berbeda ketika dia salah, keliru, atau menurutnya benar tetapi tidak pantas”. 

Dia juga menanyakan ada tidaknya alternatif sebagai solusi permasalahan ini, misalnya dengan melakukan briefing atau penyajian tayangan melalui taping (rekaman).

Di tempat yang sama, Koordinator bidang Pengembangan Kebijakan dan Struktur Penyiaran (PKSP) KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hassan, menegaskan jika klarifikasi ini akan menjadi bahan pertimbangan sebelum diplenokan.

“Saya mengapresiasi program siaran “Rakyat Bersuara”, banyak mendapat perhatian dari masyarakat. Program ini juga bagian dari kritik sosial, tapi perlu dipahami ada norma yang berlaku di masyarakat. Mudah-mudahan ini tidak terulang,” tambah Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat, Mimah Susanti. Dia juga mengapresiasi upaya yang sudah ditempuh oleh iNews TV atas hal ini.

Senada dengan rekannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, juga mendukung adanya program siaran seperti “Rakyat Bersuara”. Dia berharap program tersebut dipertahankan. “Ruang kritis tetap dihadirkan di LP, tapi perlu diingatkan (batasannya),” katanya. 

Terkait hal ini, Pimpinan iNews TV, Syafril Nasution menyampaikan, pihaknya menyesalkan adanya kejadian tersebut dalam tayangnya. “Setiap kali ada kegiatan yang sifatnya live, kami melakukan pemberitahuan yang boleh dan tidak boleh dilakukan,” jelasnya. 

“Sebagaimana sudah saya sampaikan kepada tim produksi dan produser, untuk sementara ini, program Rakyat Bersuara tidak akan menampikan narasumber tersebut, sambil dilakukan evaluasi. Sekali lagi kami mohon maaf atas kejadian tersebut dan kami akan terus berusaha untuk memperbaiki isi siaran, khususnya menyangkut tayangan live. Sekalipun sulit menghindari hal-hal yang spontanitas pada tayangan live,” lanjut Syafril.

Setelah klarifikasi itu, KPI meminta iNews TV melaksanakan beberapa hal. Pertama, sebelum menayangkan program siaran live, iNews TV akan melakukan briefing terhadap seluruh narasumber mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kedua, memperhatikan dengan baik pemilihan narasumber yang tidak hanya sesuai dengan tema tapi juga mampu mematuhi regulasi penyiaran. Ketiga, sigap untuk mengambil tindakan ketika terjadi potensi tayangan tidak sesuai dengan regulasi dan mengganggu kenyamanan publik. Anggita/Foto: Agung R

 

 

Jakarta -- Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah mengatakan, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan KPI menjadi acuan utama dalam menjaga kualitas dan etika dunia penyiaran di Indonesia. 

“Aturan ini dirancang untuk memastikan lembaga penyiaran memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sejalan dengan nilai-nilai budaya, agama, dan hak asasi manusia,” kata Aliyah saat memberikan materi dalam kegiatan Sekolah P3SPS di Garuda TV Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Dalam kesempatan ini, Aliyah memaparkan beberapa poin P3SPS diantaranya tentang nilai-nilai kesukuan, keagamaan, ras, dan antar golongan (SARA). Ia mencontohkan, beberapa waktu yang lalu, Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, pernah mengingatkan agar bobot siaran pagi atau pada jam anal-anak menonton TV agar lebih informatif, edukatif dan inspitatif. 

“Televisi (penyiaran) memiliki peran dan fungsi yang cukup penting dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa dengan apa yang mereka tonton,” kata Aliyah. 

Dalam materinya, Aliyah menyampaikan tentang pelanggaran nilai-nilai kesukuan, keagamaan, ras, dan antar golongan (SARA). Terkait hal ini, ia mengingatkan dalam produksi siaran dilarang menimbulkan kontroversi. Penentuan narasumber/bintang tamu yang mengeluarkan pernyataan bernada diskriminatif terhadap kelompok minoritas tertentu. 

“Dalam P3SPS menegaskan bahwa siaran harus menghormati keragaman budaya, agama, dan suku bangsa di Indonesia. KPI menekankan pentingnya keberagaman dalam penyiaran sebagai cerminan Indonesia yang multikultural. Penyiaran diharapkan menjadi sarana pemersatu, bukan pemecah belah,” katanya.

Pemateri selanjutnya, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap P3SPS, terutama terkait pelarangan dan pembatasan materi siaran tentang rokok, narkotika, psikotropika, zat adiktif (Napza), serta minuman beralkohol. Menurutnya, aturan ini dirancang untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh promosi atau normalisasi produk tersebut dalam siaran.

Selain itu, ia berharap penegakan aturan terkait larangan dan pembatasan materi siaran rokok, napza, dan minuman beralkohol dapat mendorong lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam memproduksi program mereka. Selain melindungi masyarakat dari dampak negatif, langkah ini juga menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem penyiaran yang sehat dan bertanggung jawab. 

“Dunia penyiaran memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Dengan mematuhi aturan P3SPS, kita bisa bersama-sama menciptakan siaran yang mendidik, informatif, dan aman bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Tulus.

Sesi selanjutnya, Anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, mengingatkan lembaga penyiaran bahwa setiap program jurnalistik memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang objektif dan tidak memihak. Akurasi dan keberimbangan adalah elemen mendasar dalam menjaga kepercayaan publik. 

Menurutnya, dalam P3SPS, KPI mengatur program jurnalistik harus memenuhi prinsip akurasi, netralitas, dan keberimbangan. Program jurnalistik wajib memeperhatikan berita yang tidak terverifikasi atau bersifat hoaks, tidak berpihak pada kelompok tertentu sehingga mengabaikan prinsip netralitas hingga menampilkan visual atau audio yang mengandung kekerasan atau pornografi tanpa konteks yang jelas dan relevan.

Di akhir sesi, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohammad Reza mengatakan, KPI melalui P3SPS ingin memastikan bahwa lembaga penyiaran tidak hanya berorientasi pada keuntungan bisnis, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial. Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam P3SPS, diharapkan dunia penyiaran Indonesia mampu berperan sebagai pilar penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga keharmonisan masyarakat. 

“Dengan pedoman ini, KPI berharap seluruh pemangku kepentingan dalam penyiaran dapat bersinergi untuk mewujudkan ekosistem penyiaran yang sehat, beretika, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia,” katanya. Syahrullah

 

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.