Jakarta - Proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) 10 (sepuluh) televisi swasta yang berjaringan telah melewati mekanisme verifikasi administratif, verifikasi sosiologis dan verifikasi faktual. Selanjutnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan melaksanakan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP)  kepada masing-masing televisi yang mengajukan perpanjangan izin tersebut.

Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyatakan, dalam proses EDP ini KPI akan memberikan penilaian terhadap aspek program siaran yang direncanakan pengelola televisi dalam proposalnya. Untuk itu, KPI juga mengikutsertakan tokoh-tokoh untuk terlibat dalam memberikan penilaian. Forum EDP ini sendiri dilakukan secara bersama antara KPI Pusat dan KPI Daerah.

Selanjutnya, setelah EDP, KPI akan melakukan rapat pleno khusus guna memutuskan pemberian Rekomendasi Kelayakan (RK). KPI berharap proses perpanjangan IPP oleh 10 (sepuluh) televisi swasta berjaringan ini dapat menjadi momentum perbaikan kualitas penyiaran. Judha mengingatkan, pengelola televisi harus senantiasa sadar bahwa penyelenggaraan penyiaran bertujuan untuk umemperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Karenanya program siaran yang dipancarluaskan televisi melalui medium frekuensi ini harus selaras dengan enam tujuan penyelenggaraan penyiaran yang termaktub dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran itu.

Adapun agenda EDP sendiri dimulai pada 10 Mei 2016. Diawali dengan Pembukaan EDP yang dilakukan di Balai Agung, Komplek Balai Kota DKI Jakarta. Selanjutnya adalah EDP yang dilangsungkan di kantor KPI DKI Jakarta, dengan diawali PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV). Sedangkan pada 11 Mei 2016 proses EDP untuk PT. Global Informasi Bermutu (Global TV) dan PT. Indosiar Visual Mandiri (Indosiar). Pada 12 Mei 2016 proses EDP untuk PT. Media Televisi Indonesia (Metro TV) dan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV). Pada 13 Mei 2016 proses EDP untuk PT. Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV). Proses EDP selanjutnya pada 16 Mei 2016 untuk PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Surya Citra Televisi (SCTV).  Sedangkan di hari terakhir, 17 Mei 2016 proses EDP untuk PT. Lativi Media Karya (TV One) dan PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans 7).

Persiapkan EDP, KPI Koordinasi dengan Kemkominfo

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah siap menyelenggarakan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) terhadap 10 (sepuluh) televisi swasta berjaringan yang akan habis Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)-nya pada tahun ini. Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan hal itu, usai melakukan rapat koordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan jajarannya, di kantor KPI Pusat (9/5).

Dalam kesempatan itu, Rudiantara menyampaikan bahwa pihaknya telah memiliki timeline yang sudah disepakati dengan KPI serta pihak DPR RI, dalam hal ini Komisi I, tentang proses perpanjangan izin televisi swasta yang berjaringan ini. Rudi menjelaskan bahwa Kemkominfo sudah melakukan pemeriksaan administratif dalam proses perpanjangan IPP ini. Sedangkan untuk penilaian aspek program siaran, menjadi kewenangan KPI yang selama ini menjadi pengawasnya.

Rudi mengingatkan bahwa industri televisi ini sangatlah strategis dalam mencerdaskan bangsa. Tentunya proses perizinan yang sekarang berjalan, diharapkan dapat memperbaiki wajah dunia penyiaran di Indonesia.

Sementara itu, Judha menjelaskan bahwa EDP akan dimulai pada 10 Mei 2016 yang diawali dengan pembukaan di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta. Dalam agenda KPI, pembukaan EDP akan turut dihadiri Gubernur DKI Jakarta dan Menteri Kominfo. Untuk pelaksanaan EDP kali ini, KPI Pusat bekerjasama dengan KPI DKI Jakarta. Karenanya selama 6 (enam) hari ke depan, EDP dilakukan di kantor KPI DKI Jakarta, di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Adapun agenda EDP adalah sebagai berikut:

Selasa 10 Mei 2016: PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV)

Rabu 11 Mei 2016: PT. Global Informasi Bermutu (Global TV) dan PT. Indosiar Visual Mandiri (Indosiar)

Kamis 12 Mei 2016: untuk PT. Media Televisi Indonesia (Metro TV) dan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV)

Jumat 13 Mei 2016: PT. Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV)

Senin 16 Mei 2016: PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Surya Citra Televisi (SCTV)

Selasa 17 Mei 2016: PT. Lativi Media Karya (TV One) dan PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans 7)

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan imbauan untuk lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan iklan dengan muatan dewasa sebelum masuk waktu atau jam tayang dewasa yakni antara pukul 22.00 hingga 03.00 waktu setempat. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat imbauan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan ditujukan kepada seluruh pimpinan lembaga penyiaran, Senin, 18 April 2016.

Berdasarkan hasil pemantauan dan aduan masyarakat yang KPI Pusat terima, terdapat beberapa versi iklan di media televisi terkait sosialisasi program Keluarga Berencana (KB) antara lain iklan “PilihanKu” dengan muatan yang mempromosikan jenis-jenis alat kontrasepsi dan iklan “SKATA” yang isinya memperkenalkan kepada masyarakat sebuah aplikasi untuk mendapatkan informasi terkait program KB. KPI Pusat menilai iklan-iklan tersebut memuat konten yang ditujukan bagi khalayak dewasa.

Mempertimbangkan adanya muatan untuk khalayak dewasa serta mengacu pada aturan P3SPS, KPI Pusat mewajibkan siaran iklan tersebut ditayangkan pada jam tayang dewasa yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Selain itu, lembaga penyiaran juga wajib memperhatikan muatan iklan, seperti narasi, percakapan, ataupun adegan, yang disiarkan agar tidak bertentangan dengan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 serta Etika Pariwara Indonesia (EPI). ***

Batam - Untuk memperkuat akses informasi di daerah perbatasan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta pemerintah daerah (Pemda) mendirikan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) lokal, terutama di daerah yang berada di wilayah perbatasan dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.

Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat, Amirudin mengungkapkan, dalam rencana pengembangan LPP tersebut, pihaknya menargetkan 64 wilayah konsentrasi di kabupaten / kota dari 21 cakupan wilayah administrasi (CWA) atau provinsi di Indonesia.

“Melalui workshop ini, kita (KPI) berharap pemerintah daerah dapat mendirikan LPP lokal, untuk mengatasi ketimpangan akses informasi di wilayah perbatasan,”ujarnya usai membuka workshop penyiaran perbatasan di Hotel Pusat Informasi Haji (PIH), di Jalan Raja Isa, Batam Center, Selasa (19/04).

Dia melanjutkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan oleh Pemda dalam mendirikan LPP. Bisa berbentuk radio maupun televisi daerah.
“Kehadiran LPP lokal diharapankan dapat membuat informasi dan limpahan konten yang di terima dari negara tetangga lebih berimbang,” harapnya.

 

http://keprinet.com/2016/04/19/kepri/batam/imbangi-ketimpangan-informasi-di-perbatasan-kpi-dorong-pemda-dirikan-lpp-lokal/

Menarik mengikuti informasi pada layar tevisi akhir-akhir ini. Beberapa waktu lalu sebelum kegaduhan penghinaan artis terhadap Lambang Negara , layar televisi kita dihiasi berita soal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Tranjender).  Bahkan hal ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sampai mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor 203 /K/KPI/02/2016 untuk mengatur pembawa acara (host) , talent atau pengisi acara  baik pemeran utama maupun pendukung agar tidak tampil dengan gaya pakaian kewanitaan , make-up kewanitaan , bahasa tubuh kewanitaan , gaya bicara kewanitaan , promosi pembenaran pria berperilaku kewanitaan , menampilkan sapaan pria dengan kewanitaan , maupun istilah khas yang digunakan kalangan pria kewanitaan.

Surat Edaran ini sempat menjadi polemik dan kontroversi antara yang pro dan kontra karena dianggap diskriminatif. Namun kenyataannya surat edaran tersebut mendapat dukungan positif para pengelola televisi sehingga berdampak positif  dengan berkurangnya tayangan para pengisi acara televisi yang berperilaku kewanitaan.

Perlu digaris bawahi bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bukan lembaga seperti Departemen Penerangan pada Era dahulu atau wasit dari persaingan antar stasiun televisi , namun KPI lebih menjadi mitra dari  para pemangku kepentingan dunia penyiaran Indonesia.  Sehingga kalau KPI sampai mengeluarkan surat teguran atau edaran kepada stasiun televisi di Indoensia, hal ini bentuk dari tanggung jawab moral sebagai lembaga kepada masyarakat. 

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  merupakan komisi yang diberi amanat tinggi oleh Undang-Undang No.32 Tahun 2002 sebagai Lembaga Independen yang mengatur regulasi penyiaran televisi baik secara konten sampai ijin penyelenggaraannya. Maka bisa dikatakan KPI merupakan salah satu lembaga strategis milik negara dengan kewajiban mengawal, moral, budaya dan etika bangsa dari pengaruh buruk tayangan televisi , sesuai tags line  KPI yaitu memberikan  “tayangan sehat untuk rakyat”.

Soal LGBT mereda ,  keluar lagi kasus penghinaan Lambang Negara oleh artis di layar  televisi kita. Sehingga hampir semua program infotaimen mengulang-ulang kasus tersebut dari pagi , siang bahkan  malam.  KPI pun sudah mengeluarkan teguran keras kepada Program Acara tersebut, meski sebatas delik aduan masyarakat dan hanya pada ranah konten acara , karena dianggap menyimpang dari P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran).  Penghinaan terhadap lambang dan simbol negara tidak dapat ditolerir, karena simbol dan lambang negara  harus ditempatkan pada posisi terhormat kalau negara ini tetap ingin di hormati oleh negara lain.

Posisi KPI memang tidak bisa sebagai pengadil pada ranah pidana, namun KPI seharusnya dengan kewenangannya dapat memberikan sangsi yang lebih nyata, sehingga dapat memberikan efek jera baik bagi pelaku maupun para penyelenggara siaran televisi,  bukan hanya berupa teguran keras.  Tayangan tidak sehat dan kurang mendidik harus mulai di tinggalkan agar negara ini lebih baik dikemudian hari. Penyederhanaan masalah akan menjadikan sebuah masalah menjadi biasa. Jika masalah tidak baik sudah dianggap biasa, maka nanti akan menjadi sebuah karakter bahkan identitas dari sebuah bangsa.

Penonton televisi berbeda dengan penonton bioskop. Seseorang menonton bioskop secara sengaja datang ke gedung bioskop dan membayar, sehingga secara psikologis lebih dapat menerima sebuah tontonan yang kurang baik sekalipun. Sementara penonton televisi mendapatkan tontotan kadang tanpa sengaja, karena tayangan televisi hadir di rumah seperti tamu tidak diundang, maka secara psikologis penonton televise akan berbeda dalam merespon sebuah tontonan, maka hal ini juga merupakan salah satu alasan kenapa  KPI ada sekarang. 

Kondisi Saat ini

Berdasar pengamatan riil saat menjadi siswa P3SPS beberapa waktu lalu, KPI sebagai Lembaga Independen tidak seutuhnya merdeka.  Misalkan KPI pusat, untuk operasional finansial masih melalui persetujuan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Untuk operasional kerjanya masih menempati salah satu gedung milik Kementrian tertentu. Hal ini berbeda dengan komisi sejenis milik pemerintah seperti Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK), yang sudah memiliki gedung permanen. Padahal seperti disebutkan diatas , KPI merupakan salah satu palang pintu menjaga moralitas bangsa dari pengaruh buruk tayangan televisi. 

Dengan keterbatasan operasional saat ini, KPI masih bisa menjalankan tugas dengan baik, seperti memberikan pelatihan kepada para insan televisi berupa Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), dimana sudah memasuki Angkatan ke VII, meskipun lembaga ini berdiri lebih dari sepuluh tahun. Pelatihan produksi tayangan sehat alangkah baiknya juga diberikan kepada para pembawa acara, artis atau kalau perlu KPI berjuang untuk bisa dimasukkan ke kurikulum sekolah konvensional, agar anak bangsa ini bisa memproteksi budaya luar yang kurang baik lewat serangan tayangan televisi  baik berlangganan maupun online.

Disamping masalah operasional, KPI saat ini juga masih kurang harmonis dengan Lembaga Sensor Film (LSF). untuk standar aturan yang digunakan dalam menilai kelayakan tayangan televisi. Pada sisi praktisi penyiaran televisi, misalkan nomor Lolos sensor dari LSF kadang tidak sesuai dengan standar P3SPS dari  KPI.    

Tantangan Ke Depan

Perkembangan media televisi yang pesat tidak bisa dihindari. Menonton tayangan televisi bisa melalui berbagai media, seperti terrestrial, satellite, on line , gadget , baik berupa pay tv (TV berbayar) maupun free to air (TV tidak berbayar),  sehingga KPI cukup berat tantangan ke depannya Maka sewajarnya sebagai salah satu lembaga independen strategis milik negara,  sudah sepantasnya mulai berbenah mengatasi segala kemungkinan, baik perundangan atau standar panduan konten acara sebagai rambu-rambu bagi para penyelenggara penyiaran seperti Lembaga Penyiaran Publik , Swasta , Berlangganan dan Komunitas.

Dari sisi operasional, KPI sudah saatnya mandiri secara financial, sehingga mampu meningkatkan sistem pemantauan tayangan lebih modern dan terintegrated dari sisi teknologi, bukan pencatatan secara manual seperti saat ini.  Dari sisi panduan P3SPS yang KPI gunakan, sudah saatnya disesuaikan perkembangan jaman, lebih terukur lagi dan diselaraskan dengan perundangan Negara serta pedoman dari Lembaga lain seperti LSF (Lembaga Sensor Film).

Sehingga kalau Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah mandiri serta mampu menjawab tantangan jaman, maka sebagai penjaga moral bangsa melalui layar televisi Komisi Penyiaran Televsi akan lebih berwibawa lagi.


Oleh Ciptono Setyobudi

Penulis adalah Ka. Penelitian Akademi Televisi Indonesia, Pratikisi Penyiaran & Alumni P3SPS VI

sumber: Koran Jakarta

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.