Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menginventaris masukan-masukan terkait aturan penyiaran radio dalam revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI. Terkait hal itu, KPI mengundang pengurus Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia atau PRSSNI dalam diskusi yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Selasa, 19 November 2013. Dalam kesempatan itu, hadir Wakil Ketua PRSSNI, Fahri Muhammad.
Rencananya, P3 dan SPS KPI hasil revisi akan dibahas dan mungkin diputuskan dalam Rakornas KPI tahun 2014 di Jambi. P3 dan SPS KPI tersebut merupakan peraturan gabungan yang mengatur soal penyiaran televisi, penyiaran politik, penyiaran radio dan penyiaran televisi berlangganan.
Ketua bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, masukan soal aturan radio dimaksudkan untuk menambahkan aspek-aspek pengaturan dalam penyiaran radio dalam P3 dan SPS KPI hasil revisi nanti. “Pengaturan di radio tidak jauh berbeda dengan di televisi. Jadi tidak ada yang terlalu spesifik. Pengaturan siaran radio lebih pada penekanan pengaturan berbicara diradio,” kata Rahmat yang juga pernah menjadi Ketua KPID DIY beberapa waktu sebelumnya.
Pembahasan peraturan ini juga akan mengajak semua unsur yang terkait antara lain KPID, AJI, ATVSI, ATVLI, PRSSNI dan asosiasi terkait lainnya. “Kita akan surati KPID, AJI, ATVSI, ATVLI dan asosiasi lainnya untuk membahas revisi ini,” kata Rahmat.
Pada saat diskusi dengan PRSSNI, Fahri Muhammad, memberikan buku pedoman siaran radio yang buat PRSSNI pada 2010 lalu. Buku pedoman itu berjudul “Standar Profesional Radio Siaran”. Menurut Fahri, pedoman tersebut dapat jadi masukan terkait pengaturan siaran radio dalam P3 dan SPS hasil revisi KPI nanti.
Dalam pertemuan, turut hadir Ketua KPID Sumut, Harris Nasution, Koordinator Pemantauan KPI Pusat, Irvan Senjaya, Tenaga Ahli Hukum KPI, Benny Hehanusa, dan Asisten KPI Pusat. Red
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan Trans7 dan Trans TV segera melakukan perbaikan terhadap sejumlah program acaranya. Harapan tersebut disampaikan secara langsung oleh Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, saat diskusi dengan pimpinan dan bagian produksi acara di kedua televisi tersebut, Senin, 18 November 2013 di kantor Trans Corp.
Menurut Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat ini, diskusi yang dilakukan pihaknya bagian dari pembinaan pihaknya pada Trans TV dan Trans7 atas tayangan yang dinilai KPI memerlukan perbaikan. Meskipun begitu, proses pembinaan tidak akan menghapuskan sanksi administrasi jika terdapat adegan atau tayangan yang melanggar P3 dan SPS KPI.
“Kami harap Trans TV dan Trans7 bisa mengambil langkah-langkah dengan baik untuk perbaikan supaya tidak ada penjatuhan sanksi,” tegas Rahmat yang diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.
Dalam kesempatan itu, kata Rahmat, kedua stasiun televisi tersebut dapat menerima masukan yang disampaikan KPI terkait perlunya perbaikan pada sejumlah tayangnya. Turut hadir dalam diskusi pimpinan Trans Corp, Ishadi SK. Red
Jakarta – 7 (tujuh) Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah atau Sulteng yang barus saja terpilih untuk masa bakti 2013-2016 dan dilantik Gubernur Sulteng, melakukan kunjungan kerja sekaligus silahturahmi ke KPI Pusat, Jakarta, Senin, 18 November 2013. Kunjungan tersebut diterima secara langsung oleh Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dan Anggota KPI Pusat, Agatha Lily dan S. Rahmat Arifin.
Diawal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan mengucapkan selamat atas terpilihnya anggota dan kepengurusan KPID Sulteng. Dia berharap Anggota KPID Sulteng yang barus terpilih bisa menjalankan amanah yang diamanatkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. “Saya harap bapak dan ibu yang terpilih merupakan orang yang terpercaya dan aman bagi masyarakat karena kita dituntut untuk melindungi kepentingan publik,” pintanya.
Selain itu, Judha berpesan kepada semua Anggota KPID Sulteng agar menjaga kekompakan dan kerjasama dalam menjalankan amanah yang diembannya. “Jangan ada pembatasan-pembatasan. Setiap program dirancang, dijalankan dan dievaluasi bersama,” tegasnya kepada tujuh Anggota KPID Sulteng yang turut didampingi Sekretariat KPID.
Dalam kesempatan itu, Judha mengingatkan beberapa isu penting yang harus menjadi perhatian KPID Sulteng antara lain pelaksanaan Pemilu 2014, pengawasan pelaksanaan sistem siaran jaringan (SSJ) dan digitalisasi.
Usai pertemuan, ketujuh Anggota KPID Sulteng melihat secara langsung proses pemantauan isi siaran dan editing di KPI Pusat.
Adapun nama-nama ketujuh Anggota KPID Sulteng periode 2013-2016 yakni Andi Maddukeleng, Bahtar, Indra Yosvidar, Retno Ayuningtyas, Masbait Lesnusa, Ibrahim Lagundi dan Zakaria. Red
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampainya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Media Tidak Boleh “Seolah-olah” Putuskan Sebuah Kasus yang Belum Diputuskan Pengadilan
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampaiannya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Red
Pontianak- Radio Komunitas (Rakom) kerap dianggap tidak populer dan kurang diminati. Anggapan ini muncul karena aspek non profit Rakom. Meski demikian, Rakom menjadi sarana efektif pemberdayaan masyarakat, terutama dalam menyosialisasi sebuah komunitas tertentu yang konsen dalam bidang tertentu, sepeti komunitas pecinta lingkungan hidup, komunitas peduli hutan lindung, dan lainnya. Statemen ini diungkap Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI, pada Pelatihan SDM Lembaga Penyiaran Komunitas di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu.
“Setidaknya Rakom mempunyai empat ciri yang sangat berguna bagi pemberdayaan masyarakat. Ciri pertama, adalah aksesibilitas komunikasi antar komunitas. Hal ini Rakom dapat mempromosikan partisipasi aktif dan sukarela dalam produksi media dan bukan hanya konsumsi pasif terhadap media,” kata Danang.
Rakom, imbuh Danang, juga mempunyai ciri keanekaragaman sebagai ciri yang kedua. Rakom terus berinovasi, kreatif dan memiliki program yang beraneka ragam baik dalam struktur maupun siarannya, media komunitas mencerminkan kebudayaan lokalitas Indonesia yang beraneka ragam dan melalui hal ini turut mendukung toleransi, pengertian dan kebersamaan sosial.
Menurut Danang, lokalitas menjadi ciri yang khusus Rakom. Ia mempunyai peranan lokal yang besar, sementara media komersial mengurangi program lokal dan terus memperluas jangkauan siaran. Media komunitas telah menjadi penyuara dari komunitas lokal.
“Dan yang terpenting untuk Rakom adalah unsur ketidaktergantungan atau Independence. Stasiun penyiaran komunitas dimiliki dan dikelola oleh kelompok non-profit. Setiap kelompok memiliki sifat keanggotaan terbuka dan menjalankan pengambilan keputusan secara demokratis. Sehingga dengan empat fungsi inilah, setidaknya Rakom mampu menjadi motor bagi pemberdayaan masyarakat di dunia penyairan, dalam lingkup mikro,” pungkas komisioner yang pernah menjadi presenter acara radio ini. Red dari ZL
Yth. KPIP/KPID/KPAI/LSF/Kemkominfo...
Saya sebagai masyarakat Indonesia yang taat akan ajaran agama, sangat resah dengan banyaknya film/sinetron/webseries Indonesia yang banyak sekali memuat adegan² tak mendidik, terlebih lulus sensor PG13. Seperti kelicikan, balas dendam, perebutan harta warisan, memperlakukan wanita layaknya binatang, dan yang paling geram lagi, banyaknya adegan² tak senonoh yang menghiasi TV² di Indonesia (terutama milik Pak Sutanto, dkk.) itu ditayangkan di jam² umum (terlebih pemerannya masih dibawah umur). Sehingga banyak anak² yang menontonnya. Mau jadi apa bangsa ini, jika banyak stasiun TV yang isinya bagus, mendidik, menghibur itu dihilangkan di sebagian wilayah di Tanah Air karena masalah perizinan, legalitas, dan masalah pajak. Sedangkan tayangan yang tak mendidik malah dilegalkan dan diizinkan? Saya menghimbau untuk tidak meluluskan film² jenis apapun yang tak mendidik tersebut. Seharusnya film² jenis apapun yang bermuatan masalah orang dewasa harap tidak disiarkan sebelum pukul 21.15 dengan lulus sensor utk 17+. Berikut ini, inilah deretan dosa² terbesar dalam sinetron² yang menuai kontroversi dari tahun ke tahun (sebelum pandemi covid membanjiri negeri kita):
1. Tukang bubur naik haji (RCTI, 2012 - 2017) menampilkan kata² makian, adegan mayat penuh luka busuk. Status : Sudah buyar sejak Februari 2017 sebelum pindah ke SCTV.
2. Ayah mengapa aku berbeda (RCTI, 2014) menampilkan adegan bullying terhadap sesama pelajar. Status : hanya tayang selama 3 bln saja.
3. Pashmina Aisha (RCTI, 2014) menampilkan banyak adegan kekerasan, terutama memukul korban dengan tongkat baseball. Status : sama dengan ayah mengapa aku berbeda, hanya tayang selama 3 bulan.
4. Catatan harian seorang istri (RCTI, 2014) menampilkan adegan bunuh diri dengan menyayat tangannya sendiri. Status : Sudah berhenti sejak akhir 2014, adaptasi dari novel yg sama oleh Asma Nadia.
5. APJIL (RCTI, 2014 - 2015) menampilkan adegan ciuman lawan jenis dengan berpakaian seragam sekolah. Status : Hanya tayang selama ½ tahun, adaptasi dari novel Asma nadia .
6. 7 Manusia Harimau (RCTI, 2014 - 2015) menampilkan adegan kekerasan, perkelahian yang sadisme. Juga menampilkan aura horror. Status : berhenti tayang sejak 2015. Juga menjadi sinetron terakhir di MNCTV pada pertengahan 2016 sebelum SinemArt pindah ke SCTV
7. Anak Jalanan (RCTI, 2015 - 2016) menampilkan adegan kebut²an, kekerasan, perkelahian, ciuman, visualisasi night club, minum²an beralkohol yang dilakukan beberapa pelajar. Status : Film ini sudah tamat sejak 2017 sebelum SinemArt pindah ke SCTV. Terlebih lagi beberapa pemerannya tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Tayang ulang sejak Mei - Juni 2020 saat lebaran di RCTI.
8. Perempuan Pinggir Jalan (RCTI, 2015 - 2016) menampilkan adegan berkencan dengan PSK dan menampilkan visualisasi hiburan malam, ditambah pula menginjak² martabat wanita. Status : Setelah ditegur KPI, kini berubah judul menjadi "Kau Seputih Melati". Namun, tetap saja isinya sama. Tidak ada hal² positif dari film tersebut. Hanya tayang selama beberapa bulan saja.
9. Anugerah Cinta (RCTI, 2016) menampilkan adegan kejahatan berencana, penyiksaan terhadap seorang gadis secara berlebihan dan merebut harta warisan secara tidak halal. Status : Sudah berakhir sejak 2017 sebelum SinemArt pindah ke SCTV.
10. Anak Langit (SCTV, 2017 - 2020) menampilkan adegan perkelahian secara gamblang dan berulang², konsumsi minuman beralkohol, dan pengrusakan secara gamblang. Status : Beberapa pemeran, tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Berhenti tayang sejak Maret 2020 atau sejak pandemi covid masuk Indonesia.
11. Berkah Cinta (SCTV, 2017) sama seperti Anugerah Cinta, perkelahian secara gamblang dan berulang-ulang ditambah perlakuan seorang gadis seperti hewan, menguasai harta warisan secara tidak halal. Status : Hanya tayang selama beberapa bulan saja.
12. Mawar melati (SCTV, 2017) menampilkan adegan ciuman yang dilakukan lawan jenis. Sebenarnya sih dia itu sedang memberikan nafas buatan. Status : Hanya dibuat miniseri.
13. DIA (SCTV, 2017) menampilkan adegan seorang nenek memanggil sesosok makhluk halus. Status : hanya dibuat miniseri.
14. Siapa Takut Jatuh Cinta (SCTV, 2017 - 2018) menampilkan adegan ciuman dan ranjang, meski sudah menikah. Status : Mulai viral sejak awal September. Sebenarnya sih rencananya sudah tamat sejak pertengahan September 2018, karena ada sebagian netizen yang tak terima. Akhirnya diperpanjang hingga akhir Oktober 2018.
15. Cinta Misteri (SCTV, 2018) menampilkan visualisasi hantu yang mengerikan, air berubah menjadi darah, dan menampilkan adegan kesurupan pelajar yang menimbulkan kengerian. Status : Sudah tamat menjelang tahun baru 2019.
16. Cinta Suci (SCTV, 2018 - 2019) menampilkan adegan konflik rumah tangga yang berlebihan. Berdampak buruk pada anak dibawah umur. Terlebih lagi banyak kata² makian yang dilontarkan. Status : Hanya tayang selama beberapa bulan.
17. Cinta Karena Cinta (SCTV, 2019 - 2020) menampilkan adegan pengancaman dengan senjata tajam dan menginjak² martabat perempuan seperti binatang. Status : Hanya tayang selama beberapa bulan saja
18. Samudra Cinta (SCTV, 2020) menampilkan adegan saling tindih di ranjang meski keduanya telah menikah. Terlebih sinetron tersebut melumrahkan perebutan harta warisan secara tidak halal, menginjak² martabat kaum hawa. Status : Jauh² sebelum disemprit KPI. Sinetron ini sudah pindah jam tayang sejak Oktober 2020 dan digantikan oleh Anak Band. Lulus sensor utk 17+.
19. Buku Harian Seorang istri (SCTV, 2021) menampilkan adegan ciuman dan saling tindih diatas ranjang sebanyak berulangkali. Terlebih lagi adegan kekerasan rumah tangga yang berlebihan, menginjak-injak martabat istri, menguasai harta warisan yg bukan haknya. Status : masih tayang hingga sekarang.
Segera #Copotpaksutantocs
Sedangkan film bioskop remaja yang seharusnya tak layak tonton adalah:
1. Juara The Movie (MagMa Production, 2016) menampilkan adegan kekerasan sadistis dan mempertontonkan adegan berciuman sebanyak berulang kali.
2. Ada Cinta di SMA (StarVision Plus, 2016) menampilkan adegan berciuman sepasang kekasih ditempat pesta, pemeran dan tokohnya itupun masih dibawah umur.
3. Posesif (Palari Films, 2017) menampilkan adegan sepasang kekasih hampir berciuman di sudut kelas dan diatas tempat tidur. Menampilkan adegan kekerasan dalam pacaran. Juga mengeksploitasi aurat seorang gadis saat melakukan loncat indah.
4. One Fine Day (Screenplay, 2017) menampilkan banyak adegan setengah ketelanjangan dan berciuman di tempat umum. Juga banyak sekali adegan kekerasan dimana seorang pria memukuli temannya hingga berdarah².
5. Dear Nathan Hello Salma (Rapi Films, 2018) menampilkan adegan berciuman sepasang kekasih dalam waktu yang lama. Apalagi pemeran dan tokohnya masih dibawah umur
6. Something In Between (Screenplay, 2018) menampilkan adegan kecelakaan secara gamblang dan berulang² ditambah korban kecelakaan dalam film tersebut mati mengenaskan dengan penuh luka ditubuhnya (meski dibuat hitam putih)
7. Dilan 1991 (Max Pictures, 2019) menampilkan adegan tawuran pelajar secara terang-terangan dan berulang-ulang ditambah mengajarkan mendurhakai guru.
8. Dua Garis Biru (StarVision Plus, 2019) menampilkan adegan sepasang remaja melakukan persenggamaan dengan berganti posisi. Apalagi sampai kedengaran suaranya Bahkan pemerannya sampai menanggalkan bajunya.
9. Dignitate (MD Pictures, 2020), menampilkan adegan berciuman sepasang muda mudi di tempat umum yang tidak sepantasnya ditonton oleh anak dibawah umur.
10. 4ever holiday in Bali (MD Pictures, 2020) menampilkan adegan ciuman di pantai secara gamblang dalam waktu yang lama.
Mari, wujudkan penyiaran & perfilman yg sehat bebas dari 6S (No Sara, Saru, Sesat, Sadis, Serem, Sensual)