Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta seluruh lembaga penyiaran mengedepankan prinsip sensitivitas gender dalam setiap program acara. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap etika penyiaran yang berhubungan dengan penghormatan terhadap kelompok tertentu dalam hal ini perempuan.

Demikian disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, usai bertemu perwakilan O-Channel TV yang mendatangi Kantor KPI Pusat, Senin (9/3/2020), guna menjelaskan permasalahan komentar dari komentator pada program siaran langsung pertandingan Sepak Bola Shopee Liga 1 Indonesia antara Persita dan PSM Makassar, Jumat pekan lalu.

“Kami selaku lembaga yang mengawasi konten program siaran menyesalkan atas kejadian yang terjadi pada konteks Shopee Liga 1 yang ditayangkan O Channel khususnya komentar dari komentator yang berkecenderungan melecehkan atau mendeskriditkan martabat perempuan, menjadikan perempun sebagai materi becandaan dan tertawaan. Mestinya hal ini tidak boleh terjadi dalam program siaran olahraga ataupun  program siaran lain,” kata Nuning. 

Karenanya, Dia menekankan pentingnya kehati-hatian lembaga penyiaran saat menayangkan konten program siaran. Pemahaman dan kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI menjadi prioritas utama. 

“Di dalam P3SPS ada penghormatan terhadap kelompok masyarakat tertentu, norma kesopanan dan perlindungan terhadap anak dan remaja. Apalagi program olahraga ini adalah program dengan klasifikasi SU (Semua Umur) dan ini ditonton oleh semua kalangan masyarakat pemirsa. Sehingga ketika ada muatan-muatan yang mendiskriditkan kelompok masyarakat tertentu dan tidak melindungi anak serta remaja, maka pasti akan menjadi perhatian KPI," jelas Nuning.  

Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan ini, perlindungan terhadap anak dan remaja merupakan perhatian utama lembaganya. “Prinsip dari P3SPS ini adalah prinsip perlindungan anak dan remaja,” katanya.

Namun begitu, Nuning mengapresiasi klarifikasi dan upaya O Channel untuk memperbaiki kesalahannya. Meskipun begitu, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa KPI akan melakukan proses penjatuhan sanksi terhadap program siaran ketika melanggar P3SPS. 

“Kami sedang melakukan verifikasi atas konten tersebut, dan akan diputuskan dalam rapat pleno KPI. Tentu ini akan kami sampaikan ke publik hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPI,” tuturnya.

Sebelumnya, saat klarifikasi, O Channel TV yang diwakili Gilang Iskandar dan TJ Saksono, menyatakan menyesalkan atas kejadian tersebut dan telah minta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia. Bahkan, O Channel telah memberhentikan komentator yang bersangkutan serta melakukan edit ulang tayangan pertandingan tersebut. 

“Kami sangat menyesalkan ini terjadi begitu saja. Ini bukan hal yang pantas disampaikan pada ruang publik. Kami meminta maaf sebesar-besarnya,” tandas Gilang. 

Klarifikasi tersebut juga dihadiri Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, Hardly Stefano dan Mohamad Reza. ***

 

Bogor - Hadirnya Sekolah P3 & SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) merupakan terobosan yang dilakukanKomisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memberikan penyamaan persepsi pada praktisi penyiaran terhadap ketentuan yang diatur dalam P3 & SPS. Sebagai sebuah ruang pendidikan dan juga peningkatan kapasitas pekerja di bidang penyiaran, Sekolah P3 & SPS juga membutuhkan modul pengajaran guna menjamin adanya konsistensi pemaknaan regulasi. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mimah Susanti menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan Penyusunan Modul Sekolah P3 & SPS yang digelar KPI di Bogor, (05/03).

Santi menilai, modul untuk Sekolah P3 & SPS ini menjadi sangat penting, karena akan menjadi rujukan bagi para siswa dalam menyelenggarakan kegiatan kepenyiarannya secara rutin. Dirinya juga menjabarkan secara detil sistematika pembuatan modul yang akan disusun oleh KPI.

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo yang juga hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan, P3 & SPS bukan sekedar code of conduct bagi sebuah produksi tayangan, tapi juga menjadi bentuk perlindungan bagi kepentingan publik. Mulyo berharap modul ini dapat segera rampung disusun, untuk jadi pedoman bagi penyelenggaraan Sekolah P3 & SPS di Manado yang bertepatan dengan rangkaian peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-87.

Pengamat media, Maman Suherman, hadir dalam pembahasan penyusunan modul Sekolah P3 & SPS sebagai nara sumber. Maman yang berkesempatan menjadi pengajar tamu di Sekolah P3 & SPS ini mengusulkan, adanya pembagian kelas untuk lebih spesifik membahas konten utama dari P3 & SPS. Dia juga menyarankan dalam membahas P3 & SPS kepada lembaga penyiaran, KPI harus tegas. “Sebagai ruang pengajaran, prinsipnya harus hitam putih, tidak abu-abu!” ujarnya. Hal ini bertujuan mengurangi adanya celah regulasi yang dimanfaatkan lembaga penyiaran.  Selain itu, sekolah P3 & SPS ini juga merupakan show case dari KPI, sehingga nara sumber pun harus dari KPI sebagai regulator.

Dalam pemaparannya, Maman menilai ada beberapa konten P3 & SPS yang harus mendapatkan bahasan lebih detil. Diantaranya tentang iklan yang saat ini hadir di layar kaca bukan dalam bentuk commercial break semata. Sedangkan undang-undang  penyiaran saat ini memberikan batasan terhadap jumlah siaran iklan. Hal lain yang menurut Maman juga penting dirinci pembahasannya adalah soal program berita dan non berita. Beberapa hal strategis yang masih lemah penegakan regulasinya juga disampaikan Maman dalam forum tersebut. Terakhir, penting pula disampaikan tentang suara publik yang tergambar dalam hasil riset indeks kualitas program siaran yang diselenggarakan KPI.

Konsultan Kebijakan dan Perencanaan KPI Pusat Peri Umar Farouk turut hadir memberikan materi "Substansi dan Teknis Penyajian Modul Sekolah P3SPS". Dalam kesempatan ini Peri juga menyampaikan update draf Omnibus Law yang memiliki konsekuensi terhadap regulasi penyiaran, termasuk bidang pengawasan isi siaran.

Tentang modul Sekolah P3 & SPS menurut Peri harus terdiri atas norma standar, aturan dalam P3 & SPS, kemudian memunculkan studi kasus. Dia juga menilai penting menyampaikan analisis hukum dari pasal-pasal yang menjadi bahasan di P3 & SPS. “Sehingga didapat ruh dari hadirnya pasal-pasal tersebut,” ujar Peri. Ke depan, untuk revisi P3 & SPS, diharapkan adanya penjelasan rinci dari masing-masing pasal, untuk menghindari wilayah abu-abu dalam regulasi penyiaran.

Setelah pemaparan dan diskusi bersama nara sumber, kegiatan dilanjutkan dengan penyusunan sistematika modul dan penyiapan bahan pembahasan. Targetnya, pada Sekolah P3 & SPS bulan Maret mendatang modul sudah dapat digunakan sebagai panduan bagi para pelaku industri penyiaran yang menjadi siswa.

 

Yogyakarta - Di era globalisasi, slogan “konten is the king” bisa dikatakan benar adanya. Pasalnya, konten menjadi rujukan awal masyarakat untuk menonton televisi. Tapi yang terjadi sekarang adalah konten kurang berkualitas justru berating tinggi. Pendapat itu disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, dalam Bincang Hari ini di Jogja TV (Kamis, 5/3/2020).

Menurut Yuliandre, hal itu bisa diubah dengan cata mengedukasi masyarakat agar memilih siaran yang baik. "Saat ini, KPI berusaha memberikan stimulasi yang baik kepada pasar. Salah satunya kami lakukan dengan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa yang dilaksanakan di Jogja. Literasi ini bertujuan mengajak masyarakat lebih bijak memilih siaran TV," katanya.

Media penyiaran khususnya televisi merupakan media yang efektif untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Bahkan, TV masih menjadi media yang paling banyak diminati masyarakat. Menurut Riset Nielsen 2017, penetrasi TV masih yang tertinggi yakni pada angka 96%. “Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih mengandalkan televisi dalam mencari hiburan dan informasi,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Saat ini, penyiaran sudah beragam macam, misalnya muncul penyiaran streaming yang sudah bebas diakses menggunakan internet. "KPI belum bisa melakukan pengawasan terhadap media baru, jadi untuk penyiaran streaming belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut," katanya.

Derasnya arus informasi, lanjut Andre, sering membuat masyarakat kebingungan dan tidak mampu memilah, menyeleksi, serta memanfaatkan informasi yang sudah mereka peroleh. Dia berharap masyarakat dapat merubah perilaku ini dan mengajak masyarakat untuk menyaring informasi dan hiburan yang ditonton dari televisi.

Andre juga menyampaikan hasil Riset Indeks Kualitas Siaran TV 2019 Komisi Penyiaran Indonesia bahwa dari 8 kategori program siaran, ada 5 kategori yang sudah dinilai berkualitas dengan indeks lebih dari 3.0. Artinya, sudah ada dominasi program TV yang baik untuk masyarakat. 

Dilokasi yang sama, Ketua KPI Daerah DIY, I Made Arjana Gumbara, menyatakan bahwa pihaknya terus memberikan support secara penuh pada kegiatan literasi media. Pasalnya, masyarakat harus diberikan kesadaran bahwa mereka merupakan salah satu kunci dari kualitas penyiaran di tanah air. "Kepada masyarakat Indonesia, bantu kami untuk menjadi pengawas media-media penyiaran," ujarnya. *

 

Yogyakarta - Memasuki era digital, media mainstream seperti televisi masih menjadi platform yang diminati masyarakat. Karena itu, media penyiaran dinilai vital dan efektif dalam pengembangan serta mempromosikan potensi budaya lokal. Pendapat itu disampaikan Staf Ahli Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sumadi, Kamis (05/03/2020).

“Selain itu, media memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian konten lokal di setiap daerah,” tambah Sumadi, dalam sambutannya di acara Literasi Media KPI yang berlangsung di Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta.

Hadir mewakili Gubernur DIY, Sumadi mengapresiasi Program Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa yang diadakan KPI Pusat. Menurutnya, di tengah derasnya arus informasi yang terjadi saat ini, literasi media sangat dibutuhkan masyarakat. “Dengan adanya program literasi media diharapkan masyarakat dapat memilih informasi yang benar serta tidak serta merta menelan semua informasi termasuk berita Hoax,” imbuhnya.

Dia beranggapan, tugas mengawal penyiaran tidak hanya ada di pundak KPI Pusat dan KPID, tapi seluruh elemen masyarakat. Semuanya harus punya peran dalam mendorong terciptanya penyiaran yang sehat. 

“Orang tua harus ikut aktif dalam mengawasi serta mengedukasi anak dalam menonton tayangan televisi. Pasalnya, tidak semua tayangan televisi cocok untuk dikonsumsi anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus membimbing anak untuk melihat tayangan yang sesuai dengan usianya,” tutur Sumadi,

Di akhir sambutannya, Sumadi menyampaikan selamat dan sukses bagi KPI atas terselenggaranya kegiatan literasi sejuta pemirsa. “Mari jadikan kegiatan ini sebagai momentum untuk mendorong kualitas program siaran supaya generasi penerus kita menjadi generasi yang cerdas dan berkualitas,” tandas Sumadi sekaligus membuka kegiatan literasi.

Sementara, Anggota Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, pembicara utama literasi, menekankan pentingnya literasi media di era post-truth yang terjadi sekarang. “Saat ini, perbedaan benar dan salah semakin sulit dibedakan. Masyarakat yang tidak memiliki kecakapan yang baik dalam memilih informasi maka akan dengan mudah digiring opininya,” katanya. 

Fakta yang terjadi saat ini, lanjut Hanafi, masyarakat hanya menonton tayangan yang sesuai dengan opini yang dipercaya meskipun hal itu belum dapat dipastikan kebenarannya. “Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan literasi yang memadai dan program ini menjawab pertanyaan tersebut,” ujarnya.

Ditempat yang sama, hadir beberapa pembicara antara lain Komisioner KPI Pusat Irsal Ambia, Ketua ATVSI, Syafril Nasution, Host Geopark Indonesia, Adista Hadhi Putri. Kegiatan ini mendapatkan antusiasme dari masyarakat Yogyakarta dengan banyaknya peserta yang hadir. Tim liputan literasi Yogya

 

Yogyakarta - Adanya bias kepentingan pada media, baik itu terkait bisnis, politik dan kepentingan ideologis harus  dipahami oleh publik dalam rangka menerima segala bentuk pesan dan informasi yang disampaikan media. Literasi media adalah sebuah usaha memberdayakan masyarakat agar memiliki posisi tawar di hadapan media. Jika masyarakat sudah cerdas dalam menerima segala pesan media, harapannya dapat mengubah postur penyiaran saat ini. Hal ini disampaikan anggota Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, saat menyampaikan pidato kunci dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa : Cerdas Bermedia Menuju Siaran Berkualitas, yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, (05/3).

Hanafi mengapresiasi inisiatif KPI dalam gerakan literasi media ini. Menurutnya, literasi sebagai gerakan yang berangkat dari masyarakat termasuk dari mahasiswa yang merupakan agen perubahan bangsa, dapat berjalan efektif untuk mengubah kualitas siaran saat ini. “Sengawur-ngawurnya konten siaran sekarang, kalau masyarakatnya sehat tentu akan mampu mengubah postur siaran,” ujar Hanafi.  Lebih jauh dia berharap, KPI mengikutsertakan sebanyak mungkin masyarakat untuk terlibat dalam gerakan literasi. 

Literasi Media kali ini menghadirkan pula nara sumber Komisioner KPI Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, dan  pembawa acara program acara Geopark INEWS Arlista Hadhi Putri. 

Dalam kesempatan itu Irsal memaparkan tentang tugas pokok dan fungsi KPI dalam menjaga kualitas penyiaran. KPI adalah buah reformasi yang sekarang hadir sebagai usaha membangun demokrasi. “KPI adalah representasi publik untuk menjaga ruang penyiaran Indonesia sesuai hakikat penyiaran,” ujarnya. KPI berkepentingan mengawasi ruang publik yang digunakan agar lembaga penyiaran yang hadir berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga informasi yang  layak, adil, merata dan seimbang dapat diperoleh publik.

Selain menyampaikan posisi KPI dalam menjaga kualitas siaran, Irsal juga mengajak publik untuk berhenti menonton siaran yang tidak berkualitas. Menurutnya, ketika siaran tidak berkualitas masih banyak ditonton orang, maka siaran tersebut akan terus ada. “Karenanya kita semua harus lebih sadar untuk menjaga eksistensi siaran-siaran yang baik dengan ikut menontonnya,” ujar Irsal. 

Sementara itu Syafril Nasution meminta agar masyarakat melihat televisi tidak hanya sekedar sebagai tempat hiburan, tetapi juga pemersatu bangsa. Undang-Undang Penyiaran sendiri memang menyebutkan bahwa penyiaran memiliki tujuan salah satunya memperkukuh integrasi nasional. Syafril juga menjelaskan bahwa hingga saat ini, televisi masih menjadi pilihan utama konsumen media di tengah berbagai platform media digital. Selain itu, televisi pun masih menjadi aset bangsa dan penggerak ekonomi. “Televisi merupakan medium strategis dalam membentuk dan membina bangsa,” ujar Syafril.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.