Manado - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali meluncurkan buku tentang kiprah lembaga ini dalam meliterasi bangsa. Buku Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) secara resmi diluncurkan dalam kegiatan GLSP di Manado, Sulawesi Utara (20/6), oleh Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah. 

GLSP sendiri mulai digagas sejak tahun 2019, dengan mengunjungi berbagai kota di Indonesia, utamanya di wilayah terdepan, terluar dan juga tertinggal. Namun kegiatan GLSP ini diresmikan oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz, pada Februari 2020 di kota Surabaya. Selain menjadi rekam jejak kegiatan KPI dalam kegiatan literasi, buku ini juga mengikutsertakan kalangan akademisi dan pengamat media untuk berkontribusi dalam pemikiran tentang literasi. 

Jumlah sejuta pemirsa, menurut Nuning, adalah sebuah amsal terhadap target pemirsa yang besar yang harus menjadi perhatian KPI, sebagai perwakilan publik. Menurutnya, untuk mewujudkan siaran berkualitas, masyarakat juga harus punya daya kritis dalam menangkap semua informasi yang diterima. “Kebiasaan menonton masyarakat berkolerasi dengan nilai kepemirsaan, seperti rating dan share,” ujar Nuning. Program siaran yang memiliki nilai kepemirsaan tinggi, secara otomatis akan direplikasi oleh televisi lain. “Itulah mengapa, pilihan kita menonton siaran berkualitas menjadi sumbangsih yang strategis dalam mengubah wajah televisi saat ini,” tambahnya.  

Buku GLSP ini merekam perjalanan KPI yang melewati banyak kota di Indonesia, dalam rangka memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk terus menonton siaran yang baik dan meninggalkan siaran yang tidak berkualitas. “Pengawasan partisipatif dari masyarakat adalah salah satu jalan untuk ikut serta memastikan, agar tayangan televisi yang hadir di tengah kita hanya tayangan yang berkualitas.” tegasnya. 

Dalam kesempatan tersebut, buku GLSP diberikan kepada Flora Krisen selaku Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang hadir mewakilGubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Selain itu, buku GLSP juga diberikan pada Ketua Pokja I PKK Sulawesi Utara, Preysi Siby, dan Kepala Biro Kompas TV Manado Susan Margaret Palilingan.  

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta seluruh lembaga penyiaran untuk memperhatikan panduan yang digunakan seluruh program siaran yang akan memuat informasi kemanusiaan. Permintaan ini dilatari maraknya pemberitaan tentang kematian Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril, Putra Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, di media penyiaran dan juga keterangan pers yang telah diterbitkan Dewan Pers tentang Peristiwa Kemanusiaan, beberapa waktu lalu. 

Permintaan ini dituangkan KPI Pusat dalam surat imbauan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dan telah disampaikan ke seluruh lembaga penyiaran, Minggu (12/6/2022).

Dalam surat imbauan, dituliskan butir-butir yang harus diperhatikan lembaga penyiaran antara lain:

Program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan berhati-hati agar tidak merugikan serta menimbulkan dampak negatif;

Pemberitaan/informasi yang diberikan kepada publik harus bersifat akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan, tidak melakukan penghakiman;

Program siaran tentang peliputan bencana atau musibah wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat dengan tidak membuat spekulasi dan/atau rekayasa tentang sebab peristiwa, menghubungkan bencana tersebut dengan peristiwa masa lampau, prediksi atau ramalan, dan hal lain terkait dengan bencana atau musibah; 

Lembaga penyiaran diminta untuk menampilkan pemberitaan/informasi yang berdampak positif bagi kemanusiaan dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Penyiaran dan P3SPS;

Panduan tersebut agar menjadi rujukan bagi seluruh program siaran, baik jurnalistik, infotainment, newstainment, dan lain sebagainya.

“Kami sampaikan imbauan ini untuk jadi perhatian dan dilaksanakan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih,” singkat Agung Suprio dalam imbauan tersebut. ***

 

 

Jakarta – Informasi tentang program peralihan siaran TV analog ke TV digital atau ASO (analog switch off) belum secara penuh dan jelas sampai ke masyarakat. Hal ini menimbulkan kebingungan dan bahkan salah paham di tengah masyarakat tentang siaran digital. Sosialisasi secara masif soal ini harus dilakukan guna menepis kesalahpahaman tersebut.

Permintaan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Abdul Kharis Almasyari, di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Komisi Informasi Pusat, dan Dewan Pers, di Ruang Rapat Komisi I, Rabu (8/6/2022). 

Kharis menceritakan, dalam satu kesempatan reses di daerah, ditemukan masyarakat yang belum mengerti dan paham soal pelaksanaan ASO. Masyarakat menganggap siaran TV digital sebagai program siaran berbayar bulanan. Hal ini menyebabkan mereka terbebani.

“Kami tidak khawatir dengan masyarakat yang akan menerima STB (set top box) karena akan mendapatkan penjelasan dari penyelenggara ataupun pemerintah. Kami khawatir dengan mereka yang tidak tentang proses ASO ini dan mereka khawatir akan bayar tiap bulan,” kata Kharis.

Untuk itu, Kharis meminta adanya upaya sosialisasi secara masif dari kementerian dan lembaga supaya pada saat penghentian total TV analog di 2 November 2022 berjalan dengan baik. “Jangan sampai ada salah persepsi soal ini. Saya meyakinkan mereka bahwa TV ini tidak berbayar,” tandasnya.

Dalam kesimpulan rapat tersebut, Komisi I DPR meminta Kemenkominfo untuk mengintensifkan sosialisasi migrasi ASO dan monitoring pendistribusian STB ke seluruh lapisan masyarakat yang berhak menerima sehingga pelaksanaan migrasi dapat berjalan dengan baik sesuai target yang telah ditentukan.

Dalam RDP tersebut, turut hadir Menteri Kominfo, Johnny G Plate, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra, dan Ketua KI Pusat, Donny Yoegiantoro. ***/Editor: MR   

 

 

Jakarta - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Nuning Rodiyah, telah merilis lima buku di tahun ini. Karya tersebut merupakan catatan perjalanan dari penerima penghargaan perempuan inspiratif dari Hiapolo Institute Filantropi Indonesia pada 2021 selama mengabdi di KPI. Nuning menjadi Anggota KPI Pusat selama dua periode, 2016–2019 dan 2019–2022. 

“Semoga apa yang saya sampaikan dalam buku-buku tersebut bisa menjadi bacaan yang bermanfaat,” ungkap peraih predikat Tokoh Peduli Budaya Lokal dalam ajang International Celaket Cross Cultural Festival (ICCCF) 2017. 

Buku-buku yang dimaksud berjudul Komisi Penyiaran Indonesia, Antara Tantangan Zaman Dan Harapan Masyarakat; Literasi Media, Dari Politik, Ekonomi, Budaya, Pendidikan, Sampai Agama; Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa : Catatan Perjalanan GLSP KPI Tahun 2020-2021; TVRI Dan Digitalisasi Penyiaran; serta TVRI Menyatukan Bangsa.

Komisi Penyiaran Indonesia, Antara Tantangan Zaman Dan Harapan Masyarakat menggambarkan posisi strategis KPI untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Khususnya, dalam bidang pengawasan penyiaran. Media penyiaran di era internet menghadapi tantangan yang kompleks. Masyarakat menaruh harapan besar agar KPI berperan aktif dalam menciptakan atmosfer penyiaran yang baik. 

Literasi Media, Dari Politik, Ekonomi, Budaya, Pendidikan, Sampai Agama memaparkan tentang urgensi literasi media di segala bidang. Saat ini banyak pihak-pihak yang kerap mengambil keuntungan dari perpecahan. Jangan sampai masyarakat gampang terpancing dengan informasi yang keliru dan hoaks. Di samping itu, literasi media penting untuk membangun spirit kritis dari tiap warga negara. Melalui cara tersebut, konten-konten yang bagus, informatif, edukatif, dan menghibur dari media massa akan terus bermunculan.

Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa : Catatan Perjalanan GLSP KPI Tahun 2020-2021 berisi tentang seluk-beluk program Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa yang dilaksanakan oleh KPI sepanjang 2020 dan 2021. Awak KPI Pusat melakukan penyuluhan ke seluruh pelosok tanah air. Program ini merupakan langkah kolaboratif yang melibatkan banyak elemen, mulai KPI Daerah, pemerintah, kalangan masyarakat, praktisi penyiaran, organisasi masyarakat, serta unsur-unsur lainnya.  

Konten-konten media penyiaran yang sehat merupakan kebutuhan bersama. Oleh sebab itu, tiap orang harus ikut melakukan pemantauan terhadap isi siaran. Tayangan harus dipastikan ramah anak, tidak bias gender, tetap menjaga kearifan lokal kultur Indonesia, dan selaras dengan nilai-nilai moral keagamaan yang ada. Hal-hal semacam itu yang terus disuarakan dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa. 

TVRI Dan Digitalisasi Penyiaran mempotret kiprah Lembaga Penyiaran Publik ini. Utamanya, berkenaan dengan penerapan Analog Switch Off di Indonesia. TVRI tidak hanya berperan sebagai multiplekster. Lebih dari itu, TVRI harus bisa bertahan di era digital, sekaligus menjadi teladan bagi lembaga-lembaga penyiaran lain, baik dari sisi produksi maupun manajemen. 

Melalui TVRI Menyatukan Bangsa, disampaikan tentang peran penting TVRI di zaman globalisasi seperti sekarang ini. Sejarah membuktikan, TVRI sudah bisa terus mengawal sejarah kemajuan bangsa sejak berdiri tahun 1962. Masyarakat tentu tidak ingin TVRI sekadar menjadi “pelengkap” dalam kancah pertelevisian tanah air. Terlebih, cakupan infrastruktur yang dimilikinya tergolong paling luas ke segenap daerah di nusantara.  

Tayangan-tayangan yang sarat nilai budaya dikreasikan secara berkelanjutan. Meski demikian, pengemasan dan pemanfaatan teknologi termutakhir menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, belakangan stasiun televisi ini telah memiliki kanal internasional TVRI World. Inovasi kreatif harus terus diimplementasikan. Tantangan yang ada mesti bisa ditransformasikan menjadi peluang.   

“TVRI harus menjadi garda terdepan demi menjaga integrasi sosial bangsa. Stasiun televisi kebanggaan masyarakat ini mesti bisa bersaing tidak hanya di ranah nasional, namun juga di level global,” kata dia.      

 

 

Jakarta -- Anggota DPR RI Komisi I DPR RI, Taufik R. A Abdullah, mengingatkan masyarakat supaya memastikan data pribadi yang diberikan untuk keperluan perjanjian maupun kontrak tidak dipergunakan di luar perjanjian maupun kontrak tersebut. 

Berdasarkan ketentuan di Undang-Undang (UU) tentang Transaksi Elektornik pada Pasal 26 ayat 1 disampaikan bahwa permintaan data pribadi terhadap seseorang harus memenuhi ketentuan adanya persetujuan yang sah sesuai tujuan penggunaan data. Karenanya, sering kali terjadi keputusan memberikan data ini dilandasi perjanjian atau kontrak yang bertujuan agar pengendali data menjaga kerahasiaan data tersebut. 

Menurut Taufik, proses legal seperti ini untuk menjaga sebuah kerahasiaan data pribadi menjadi penting. Terlebih sekarang ini seluruh proses yang berbasis digital diwajibkan mengungah data pribadi. 

“Jadi, saat ini yang perlu masyarakat ketahui bahwa kita sebagai pemilik data pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus dan atau memusnahkan data pribadi miliknya,” kata Taufiq dalam seminar diskusi berbasis daring Ngobrol Bareng Legislator yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan tema “Jaga Privasi Dan Keamanan Data Pribadi di Dunia Digital”, di Jakarta, Minggu (5/6/2022).

Taufiq mengatakan bahwa media sosial sekarang tengah digandrungi oleh sebagian lapisan masyarakat Indonesia. Bedasarkan pengamatan WeAre Social tahun 2022, rata-rata pengguna internet yang mengakses media sosial menghabiskan waktu antara 60 menit hingga 180 menit lebih dalam sehari. Sedangkan untuk menonton TV, baik secara broadcast maupun streaming, rata-rata masyarakat menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam 50 menit. 

“Namun demikian, televisi masih diyakini sebagai media yang paling dipercaya masyarakat dalam mencari informasi,” tandas Taufiq. 

Dalam kesempatan itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis yang aktif sebagai Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) melihat tren tingkat kepecayaan masyarakat terhadap media televisi masih tinggi. Hal ini dikuatkan dari data Katadata Insight Center (KIC) tahun 2022 yang menyatakan televisi masih menjadi sumber media yang paling dipercaya untuk mendapatkan informasi. 

Berdasarkan data tersebut, sebanyak 47% responden menjawab televisi sebagai media yang mereka percayai. Adapun media sosial berada berada diperingkat kedua dengan yakni dengan 22,4% responden. 

”Faktanya adalah sebuah keakuratan informasi dalam media mainstream masih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Bukti ini juga dikuatkan dengan proses yang begitu panjang dari sebuah produksi konten informasi yang akan disajikan,” kata Andre.

Andre mengungkapkan, beberapa waktul lalu, Indonesia pernah mengalami kasus kebocoran data di internet. Setidaknya kurang lebih 279 juta data peserta BPJS Kesehatan diperjualbelikan di RaidForums dan bahkan sertifikat vaksin Presiden Joko Widodo pun ramai beredar di media sosial. Ini menandakan perlindungan data pribadi masih perlu menjadi perhatian pemerintah.

“Berselancar di dunia internet perlu kebijaksanaan dan kehati-hatian yang ekstra. Pasalnya, apa yang sudah kita unggah di internet, tentu sudah menjadi milik publik. Oleh karena itu, ketika data pribadi kita harus diunggah dengan bijaksana dengan memahai betul alur hingga peruntukan data tersebut,” tutur Pria yang biasa disapa Andre ini. Maman/Editor: RG dan MR

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.