Nyala Pancasila di Layar Kaca

Ubaidillah, Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat

The fourt estate of democacy dalam tradisi demokrasi menempatkan media massa salah satunya. Media massa menjadi pilar keempat dalam demokrasi, bersama dengan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ia sebagai kontrol atas kebijakan, medium informasi, serta tempat aspirasi dan upaya-upaya integrasi nasional. Manakala perselingkuhan antara legislatif, yudikatif dan eksekutif berlangsung intim, media massa menjadi satu-satunya kekuatan kontrol untuk melerainya.

Indonesia mempunyai kaca sejarah dalam cerminan itu. Perselingkuhan tiga pilar dalam aras pemerintahan Orde Baru, hingga dalam proses pendelegitimasian eksistensi dan keangkuhannya, peran media massa tidak dapat ditutupi. Tentu saja tak menutup peran organisasi kemasyarakatan di dalamnya, media massa menjadi salah satu ujung proses protes itu berlangsung.

Lambat laun, demokratisasi melalui media massa termasuk di dalamnya lembaga penyiaran mengalami ironi. Di tengah godaan arus ekonomi kapital, keberadaan media penyiaran mengalami pergeseran. Ditambah lagi dengan kepemilikan terpusat beberapa media. Ia dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan informasi publik, berat sebelah ke keuntungan komersialnya. Informasi yang ditujukan kepada publik, dikonstruksi dengan konten-konten yang bisa menguntungkan semata. 

Problem ini, sedikit banyak dikupas dalam buku Televisi Jakarta di Atas Indonesia (2011). Ade Armando, mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan penulis buku ini, meletakkan problem dasar sistem pertelevisian berada di ketiak Jakarta yang sentralistik. Konten-konten politik, budaya dan ekonomi, tuturnya, semua mengalir ke Jakarta.

Pemberitaan-pemberitaan lokal hanya bersifat parsial, tak jarang dengan degup kekerasan, pembunuhan dan semacamnya yang mengerikan. Budaya dan ekonomi lokal nyaris hanya menjadi pelengkap belaka.  Sehingga, infomasi dengan konten-konten kebangsaan kian jauh panggang dari api.

Untungnya, kebijakan sistem stasiun jaringan bisa menambal dari upaya-upaya sentralisasi konten ini kendati belum bisa dicium aroma maksimalnya. Beberapa lembaga penyiaran mempunyai anak jaringan yang menghidupkan suasana lokalitas dari masing-masing daerah.

Anak jaringan inilah yang saat ini diharapkan bisa menghidupkan upaya-upaya desentralisasi konten kedaerahan. Kekayaan budaya lokal, bisa dilihat dengan kemasan informasi dari ragam program siaran yang menarik. Publik dengan demikian, tidak hanya melihat Jakarta sebagai ukuran layaknya konten, tetapi juga menikmati kekayaan lokalitas dengan segala keragamannya.

Apa relasi kebangsaan dalam anak jaringan ini? Salah satunya adalah menarik benang merah keberadaan media penyiaran dengan implementasi nilai-nilai Pancasila. Mafhum kita pahami, tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Sebuah momentum, untuk kembali mengingat dan menghadirkan nilai-nilai Pancasila di layar kaca.

Isu Strategis

Yudi Latif (2019), memaparkan bahasan penting tentang isu strategis dalam pembinaan Pancasila; pemahaman Pancasila, inklusi sosial, keadilan sosial, pelembagaan Pancasila dan keteladanan Pancasila.

Kita menyadari dan merasakan polarisasi dan fragmentasi sosial, serta politik identitas yang melibatkan agama, suku, antar golongan dan ras. Letupan-letupan kecil menjelang dan setelah pelaksanaan kontelasi politik semisal, yang menjadi pemicu polarisasi dan fragmentasi tersebut, diakui atau tidak telanjang di hadapan mata kita semua. Fanatisme atas dukungan politik, keyakinan buta terhadap teks agama, serta demarkasi garis budaya dan etnis mengantarkan kebusukan budaya kewargaan kita diantara sesama yang berbeda.

Munculnya polarisasi sosial dan politik, bisa juga dikatakan tidak berdiri sendiri. Dalam kancah sosial dan politik kita, sangat sulit mencari figur publik yang bisa mencerminkan sifat-sifat keteladanan. Kecenderungannya justeru memberikan narasi-narasi yang bisa menimbulkan tindakan-tindakan destruktif. Padahal di titik tertentu, dalam buku Mata Air Keteladanan (2014), Yudi Latif  membentangkan bagaimana pendahulu kita, saling lengkap dengan laku keteladanan yang paralel dengan Pancasila. 

Lemahnya pelembagaan atau institusionalisasi Pancasila, menjadi catatan. Salah satu contoh yang sering kita dengar dan lihat, beberapa institusi pendidikan meminta muridnya atau mengajarkan yang bertolak belakang dengan kaidah Pancasila, bahkan penentangan.  Ini menjadi potret bagaimana pelembagaan Pancasila juga lemah, di samping memang terjadi ketimpangan sosial di kehidupan kita.  

Menyalakan Pancasila

Sudah ada bahasan di atas, tentang bagaimana konten-konten layar televisi hari ini, titik balik harapan yang dihidupkan oleh kebijakan Sistem Stasiun Jaringan. Di satu sisi, konteks sosial kita masih menyisakan persoalan yang membutuhkan suntikan informasi dari media penyiaran terkait Pancasila. Tanggal 1 Juni sangat disayangkan apabila dilewati dengan kegiatan-kegiatan seremonial saja, minus perenungan reflektif. 

Ada benarnya, bahwa layar televisi selalu membuka dan menutup acara dengan lagu-lagu kebangsaan setiap harinya. Tetapi, tidak menyentuh waktu prime-time. Satu durasi waktu yang banyak publik menyalakan layar televisi. Di konteks inilah sebenarnya, semangat dan nilai Pancasila serta kebangsaan itu musti hadir di layar kaca. Sebab kita sadar, bahwa lembaga penyiaran mempunyai efek dominan dalam pembentukan karakter publik.  Ia musti menjadi medium kampanye dan transmisi dari penghayatan-penghayatan yang kerap membosankan.

Perbaikan-perbaikan pengawasan Sistem Stasiun Jaringan oleh KPI sudah merangkak dengan maksimal terhadap layar televisi. Kebijakan ini juga muncul dari pemerintah-pemerintah daerah, dengan mengaktifkan peraturan daerah berkaitan dengan lokalitas masing-masing daerahnya. Dalam konteks ini bukan legitimasi Pancasila dengan baku yang diharapkan di layar televisi, tapi ia berdiri aplikatif dan menimbulkan pengaruh bagi perilaku publik. 

Konten-konten dalam setiap program siaran dapat menghidupkan imajinasi publik, tentang keindonesiaannya, lalu bagaimana bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Kreasi program siaran harus beranjak kreatif. Penguatan Sumber Daya Manusia menjadi kuncinya, dengan tidak kualitas pengetahuannya terhadap Pancasila. Akhirnya, dengan nalar Pancasila dan nilai-nilai keteladannya, sangat mungkin televisi menjadi ruang tranmisi yang kreatif. Sebuah tafsir baru dalam layar televisi, biar tak menjadi fosil peninggalan masa lalu.

 

Komisioner KPI Pusat dan KPID berfoto bersama dengan Dirjen DJA Kemenkeu usai pertemuan dengan bahasan penganggaran KPID di Kantor Kemenkeu, Jumat (31/5/2019).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan secara langsung pokok-pokok permasalahan anggaran yang di hadapi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) ke Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), Askolani, di Kantor DJA Kemenkeu, Jumat (31/5/2019). 

Berkas laporan diserahkan langsung Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, didampingi Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, Sekretaris KPI Pusat, Maruli Matondang, dan Komisioner KPID yang hadir dari beberapa daerah.

Selain menyampaikan pokok masalah anggaran KPID, turut diserahkan pula laporan dampak atau akibat yang dihadapi KPI dan KPID karena Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang bertentangan dengan Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran.

“Kami berharap laporan yang kami serahkan dapat menjadi bahan pertimbangan Direktorat Jenderal Anggaran untuk membantu permasalahan penganggaran KPID yang saat ini sangat bergantung pada dana hibah dari pemerintah daerah,” kata Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat, Ubaidillah.

Ubaid juga menceritakan bahwa ada beberapa KPID yang tidak dianggarkan dalam mata anggaran tahun 2018. Sedangkan, untuk mata anggaran tahun 2019 masih ada beberapa KPID yang anggarannya belum cair hingga sekarang.  Hal ini menyebabkan KPID tersebut menjadi vakum kegiatan dan tidak dapat menjalankan fungsi pelayanan publik dan pengawasan.

“Kehadiran KPID merupakan amanah dari Undang-undang. Mereka tidak bisa menjalankan fungsinya karena tidak ada anggaran. Kita berharap ada kebijakan dari negara untuk mendukung fungsi KPID di daerah terutama di mata anggaran tahun 2020,” kata Ubaid. 

Menanggapi laporan tersebut, Askolani menyatakan, akan segera menindaklanjuti dan membahas permasalah anggaran KPID dengan kementerian terkait seperti Kemendagri dan Kemenkominfo. “Kami akan melakukan pendalaman mengenai hal  ini dan mencari masalahnya dimana. Izinkan kami dikasih waktu nanti akan bahas,” katanya.

Askolani menegaskan, pihaknya akan banyak membantu dari sisi penganggaran. Apakah penganggaran tersebut dari pusat atau dari pemerintah daerah. “Nantinya rekomendasi dari pembahasan bersama dengan instansi terkait akan dibahas lagi dengan KPI supaya bisa terbuka. Setelah lebaran kami akan mulai,” tandasnya. 

Hadir dalam pertemuan itu para Ketua KPID antara lain dari Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah.***

 

Bogor - Sebelum gelaran Forum Rapat Bersama (FRB) dan Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) dimulai, Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Agung Suprio memaparkan program kerja, berupa sistem aplikasi yang memudahkan terbacanya relasi kebutuhan masyarakat dalam satu wilayah.

“Proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS) yang saat ini dicanangkan oleh pemerintah, dibarengi dengan persiapan pembuatan aplikasi database oleh KPI,” ujar Agung Suprio.

Duduk di sebelah Geryantika Kurnia, Dit Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika, Agung Suprio melanjutkan dalam pembuatan aplikasi database ini, ada kecenderungan membaca segmentasi dan populasi dalam sebuah wilayah. “Selain itu, juga bisa membaca dan mengetahui kebutuhan Minat, Kepentingan dan Kenyamanan (MKK) publik  terhadap kebutuhan penduduk di suatu wilayah akan media penyiaran,” tambahnya.

Untuk bisa mencapai ini, KPI akan menggelar kerja sama dengan beberapa instansi. “KPI sudah melakukan Memorandum of Understanding atau Nota Kesepamahamn dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Semoga ini semakin mengarahkan lembaga penyiaran tepat sasaran dan fungsional bagi masyarakat,” papar pria yang akrab disapa Agung ini.

FRB dan EUCS saat ini dilaksanakan di Hotel Salak The Heritage, Bogor. Acara yang berlangsung pada 28-29 Mei 2019 ini dihadiri oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, KPI Pusat dan sebagian KPI Daerah. Met

 

Anggota KPI Pusat, Nuning Rodyah.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh tayangan program siaran variety show segera menghilangkan seluruh muatan yang tidak pantas diantaranya goyangan dan bullying yang dapat mengganggu kekhusyuan ibadah puasa Ramadhan 1440 H/2019. KPI menegaskan akan memberi sanksi berat jika permintaan di atas tak indahkan oleh lembaga penyiaran diantaranya sanksi penghentian terhadap program siaran yang dimaksud.

Beberapa program siaran variety show yang menjadi sorotan dan ditemukan muatan yang dimaksud yakni Sahurnya Pesbukers (ANTV), Saur Seger (Trans7), dan Gado-Gado Sahur (Trans TV).

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengatakan, pihaknya telah beberapa tahun terakhir menjalin kerjasama dengan MUI dalam pengawasan konten siaran ramadhan.

“Kami berterimakasih kepada MUI yang telah memberi kami masukan untuk mengambil tindakan terhadap tayangan yang dimaksud. Kami pun telah menemukan hal-hal yang tidak pantas ditayangkan dalam siaran tersebut dan untuk itu kami telah mengambil tindakan  untuk program tersebut,” jelas Nuning kepada kpi.go.id, Rabu (29/5/2019).

Komisioner bidang Isi Siaran ini juga menambahkan, KPI bersama MUI bersepakat akan melakukan langkah strategis guna meminimalisir atau menghilangkan muatan yang tak pantas tersebut dengan mengarahkan seluruh lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan program dengan muatan serupa di Ramadhan berikutnya.

KPI juga menerima sejumlah aduan publik yang sama dengan yang diterima MUI yakni meminta beberapa program yang dikeluhkan untuk diberhentikan. Seperti goyangan erotis, mencaci maki, gimmick yang keterlaluan seperti memasukkan air lemon ke mulut, memasukkan cabe ke hidung, mencoret coret wajah Bahkan, ada yang menyebut jika program siaran tersebut tak bermoral, memalukan dan tidak mendidik. 

KPI dan MUI telah melakukan langkah-langkah edukasi, penyamaan persepsi tentang standar etik tayangan TV saat bulan Ramadhan. Dalam kesempatan itu, KPI mendorong masyarakat untuk tidak menonton program yang bermasalah dan banyak melakukan aturan. Pihak pengiklan pun disarankan untuk tidak mendukung program yang tidak mendidik dan berselera rendah seperti di atas. ***

 

Banda Aceh - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh mendukung sepenuhnya pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Penyiaran yang sudah dimasukkan dalam program legislasi daerah tahun 2019.

Ketua KPI Aceh Muhammad Hamzah MKom kepada RRI Minggu (26/5/2019) mengatakan, pihaknya mendukung pembahasan rancangan qanun tersebut karena dapat memperkuat lembaga yang dipimpinnya.

Selain itu dengan adanya qanun tersebut nantinya dapat terakomodir dapat berfungsinya kekhususan Aceh di Lembaga Penyiaran dan jug dapat memberikan kesempatan yang besar untuk Sumber Daya SDM lokal.

“Kehadiran qanun tersebut kirannya tidak bertentangan dengan Undang-undang nomor 32, kehadiran Serikat Pekerja Pers (SPS) dan aturan yang ada lainnya,”ujar Muhammad Hamzah.

Ia menambahkan, dengan apabila sudah adanya qanun tersebut maka nantinya akan menjadi dasar bagi KPI Aceh dalam melaksanakan tugasnya seperti diantaranya kewajiban pemutaran azan bagi sekitar 100 lembaga penyiaran baik TV maupun radio yang ada di daerah ini.

“Selama ini kewajiban pemutaran azan dan sejumlah aturan lain seperti pengajian dan siaran bahasa daerah hanya sebatas melalui surat edaran, tapi kalau sudah ada qanun tentunya dasar pemberlakukan aturan akan lebih kuat lagi dari yang sudah ada selama ini,|demikian Muhammad Hamzah.

Sementara itu salah seorang Anggota DPR Aceh Jamaluddin T Muku yang dimintai tanggapannya mengatakan bahwa rancangan qanun penyiaran tersebut sudah masuk prolega 2019 dan akan mulai dibahas kembali setelah lebaran Idul Fitri 1440 mendatang.

“Ada tiga rancangan qanun inisiatif dewan yang sudah dimasukkan dalam program legislasi daerah tahun 2019 yaitu qanun penyiaran, revisi qanun tentang lembaga wali Nanggroe dan qanun tentang pertanahan,” jelas Jamaluddin T Muku. Red dari KBRN

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.