Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengapresiasi kebijakan lembaga penyiaran untuk menghormati aturan masa tenang dan siaran quick count Pilada Serentak 2017. Hasil dari pemantauan KPI Pusat menilai tidak ada pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran terhadap aturan di masa tenang dan siaran quick count Pilkada Serentak 2017, Rabu kemarin.
“Kami sangat menghargai langkah lembaga penyiaran dalam menghormati aturan siaran di masa tenang dan juga aturan siaran quick count. Menurut aturan, siaran quick count baru bisa disiarkan setelah pukul 13.00 dan kami pantau siaran semua televisi sudah sesuai dengan aturan,” kata Yuliandre di kantor KPI Pusat.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat mengharapkan semua media penyiaran untuk tetap menjaga suasana kondusif usai melalui siarannya meskipun penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017 sudah dilaksanakan.
Selama berlangsungnya masa tenang dan penyelenggaraan Pilkada Serentak, KPI Pusat mengintensifkan pemantauannya terhadap siaran televisi dan sebagian radio. KPI bersama-sama KPU dan Bawaslu tergabung dalam gugus tugas Pemilukada 2017. ***
Jakarta - Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilkada) serentak harus dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran untuk pemenuhan kewajiban penyiaran konten lokal sebanyak 10% (sepuluh persen) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menilai bahwa hegemoni siaran Jakarta yang terlalu tinggi, menyebabkan informasi tentang pelaksanaan Pemilukada di 100 wilayah lain di Indonesia, menjadi tidak optimal. Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Agung Suprio menyampaikan hal tersebut dalam talkshow Pilkada Serentak yang disiarkan di TVRI Nasional, (15/2).
Tidak meratanya informasi Pemilukada di wilayah di luar Jakarta ini juga diakui oleh Jimly Asshidiqie, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemily (DKPP) yang hadir sebagai narasumber. Dirinya sepakat bahwa lembaga penyiaran harus meningkatkan durasi penyebaran informasi seputar Pemilukada di luar Jakarta. “Sehingga informasi yang hadir di televisi tidak didominasi Jakarta semata”, ujarnya.
Terkait dengan asumsi penyelenggaraan Pilkada yang terkesan sepi dan kurang meriah, Agung melihat salah satunya disebabkan aturan yang baru menyebutkan pendanaan iklan pasangan calon di Pemilukada ini sepenuhhnya oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) masing-masing. Hal yang berbeda terjadi pada pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014 lalu yang memberi kesempatan masing-masing peserta pemilu untuk beriklan.
Ke depan, Agung menegaskan bahwa infrastruktur penyiaran harus menjadi prioritas untuk dikembangkan, terutama di wilayah-wilayah perbatasan antar negara. Dirinya melihat dengan tersedianya infrastruktur penyiaran tersebut, memudahkan lembaga penyiaran mendirikan stasiun-stasiun produksi untuk melayani kebutuhan informasi masyarakat setempat, dan tidak bergantung pada kiriman informasi dari Jakarta.
Agung juga berharap, momentum peralihan penyiaran analog ke penyiaran digital dapat meningkatkan kontribusi lembaga-lembaga penyiaran lokal serta rumah-rumah produksi lokal untuk menyiarkan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah. “Hingga dapat menutup kesenjangan informasi yang terjadi selama ini di masyarakat, termasuk untuk kepentingan pesta demokrasi seperti Pilkada saat ini”, ujarnya.
Sebagai penutup Agung menegaskan bahwa demokrasi saat ini harus mampu memisahkan empat faktor yakni negara, masyarakat sipil, pasar, dan media. Agung berharap, draft undang-undang penyiaran yang baru yang tengah dirumuskan oleh Komisi I DPR RI, dapat secara tegas mengatur siaran politik sehingga tidak ada lagi siaran-siaran politik di media penyiaran yang berpihak dan kehilangan netralitas dan independensi.
Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis menilai profesi wartawan atau jurnalis merupakan profesi penuh resiko. Oleh karena itu, profesi jurnalis harus mendapatkan perlindungan hukum demi menjamin keamanan dan kenyamanan mereka dalam menjalankan profesinya. Pandangan tersebut disampaikannya usai diskusi tentang “Kebijakan Redaksi dan Keselamatan Jurnalis” yang diadakan IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) di Dewan Pers, Selasa, 14 Februari 2017.
Menurut Andre, kebebasan menjalankan fungsi pers atau kemerdekaan pers dijamin dalam UU Pers No.40 tahun 1999. Perlindungan itu dijamin sebagai hak asasi warga negara. Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan terhadap pers nasional yakni adanya penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Kemerdekaan pers juga menjamin hal jurnalis untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga negara sangat menghormati profesi jurnalis khususnya di industri penyiaran dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, kami sangat menentang adanya tindak kekerasan atau intimidasi terhadap jurnalis pada saat menjalankan tugas jurnalis. Jika ada tindakan seperti itu adalah bertentangan dengan hukum yang ada,” jelasnya.
Ketua KPI Pusat ini menilai terjadinya tindak kekerasaan terhadap jurnalis disebabkan beberapa hal seperti persoalan independensi media penyiaran serta validitas informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun, apapun tindakan kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya tidak boleh dibiarkan. Jurnalis juga mempunyai hak untuk mempertanggungjawabkan pemberitaannya di depan hukum karena wartawan mempunyai hak tolak.
“Kami juga mengharapkan kebijakan yang dibuat setiap media khususnya lembaga penyiaran dapat memberikan rasa aman terhadap jurnalisnya. Oleh karena itu, kami sangat menekankan pentingnya independensi dan validitas informasi yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Yuliandre. ***
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk menjaga independensi dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 15 Februari 2017. Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengingatkan tentang Surat Pernyataan Komitmen Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi kepada KPI dan Menteri Komunikasi dan Informatika ketika proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), Oktober 2016 lalu. “Lembaga penyiaran telah menyatakan sanggup untuk menjaga independensi dan keberimbangan terkait dengan penyelenggaran Pemilihan Umum, khususnya pemilihan pimpinan kepala daerah,” ujar Yuliandre.
KPI berkepentingan mengingatkan seluruh lembaga penyiaran, baik 10 televisi swasta yang menandatangani komitmen ataupun lembaga penyiaran lainnya. Dalam pilkada serentak yang digelar di 101 daerah di 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten besok, lembaga penyiaran diharapkan memegang teguh prinsip-prinsip jurnalistik dan menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).
KPI mengimbau seluruh Lembaga penyiaran untuk menjaga independensi dan keberimbangan program isi siaran dengan tidak dipengaruh oleh pihak manapun termaksud pemodal atau pemilik Lembaga Penyiaran dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Yuliandre menegaskan, kepatuhan terhadap regulasi ini, akan menjadi kontribusi besar dunia penyiaran dalam mengawal proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.
Jakarta – Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis meminta semua lembaga penyiaran untuk menghormati aturan di masa tenang sebelum penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017 yang akan berlangsung pada 15 Februari 2017. Masa tenang ditetapkan KPU mulai hari Minggu 12 Februari 2017 hingga Selasa 14 Februari 2017.
Pasal 52 Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Kampanye disebutkan bahwa selama masa tenang media massa cetak, elektronik dan lembaga penyiaran, dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak Pasangan Calon, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan Kampanye yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon .
Menurut Andre, semua lembaga penyiaran harus ikut menciptakan suasana kondusif. Seperti yang disampaikan KPI dalam surat edaran ke lembaga penyiran terkait masa penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017.
Hal yang harus dilakukan lembaga penyiaran dalam edaran KPI disampaikan yaitu dengan menyiarkan pemberitaan/informasi terkait Pilkada secara berimbang, proporsional dan mengedepankan netralitas. Kemudian, mengutamakan kemaslahatan masyarakat dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak dari setiap pemberitaan, informasi, ataupun program siaran lain yang ditayangkan.
Selain itu, lembaga penyiaran diminta untuk menghindari pemberitaan, informasi, atau program siaran yang menghasut, mengadu domba perseorangan maupun masyarakat, bersifat fitnah, menyesatkan, bohong dan mendiskreditkan pasangan calon atau tokoh politik tertentu.
“Pilkada adalah bagian puncak demokrasi dalam suatu negara. Ukuran aman nyaman dan suka cita adalah sesuatu ukuran akhir dari proses pilkada. Semoga minggu tenang ini membuat kesejukan bagi kita semua untuk menentukan pilihan,” papar Ketua KPI Pusat kepada kpi.go.id. ***
Kepada Yth:
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Ketua Komisioner KPI PUSAT Bpk.Yuliandre Darwis
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
Nomor 01/P/KPI/03/2012
TENTANG PEDOMAN PRILAKU PENYIARAN
PESBUKERS INI MEMANG RAJANYA PELANGGARAN P3-SPS MOHON HENTIKAN DARI TAHUN 2007-2017 LUAR BIASA KPI PUSAT
TIDAK BERDAYA
Setiap tayang pasti ada pelanggaran dan norma-norma kesopanan terhadap "PESBUKERS"
BAB V
PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN
Pasal 8
(1) Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar tidak merugikan dan
menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam
agama, suku, budaya, usia, gender dan/atau latar belakang ekonomi.
(2) Lembaga penyiaran wajib menghormati norma kesopanan dan kesusilaan
yang berlaku dalam masyarakat.
Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012
Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4) huruf a.
Hal lain yang membuat sanksi KPI tidak menimbulkan efek jera bagi industri pertelevisian adalah mekanisme sanksi yang tidak bertingkat.
Draft SPS tahun 2015 hanya mengatur sanksi bertingkat bagi lembaga penyiaran yang tidak menjalankan sanksi yang ia terima.
Lebih dari itu, SPS pasal 79 poin 4 menyatakan bahwa:
“Apabila masih ditemukan pelanggaran pada program yang sama dalam kurun waktu 7 hari kalender dan tidak melaksanakan teguran tertulis kedua
maka lembaga penyiaran dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara.”
Kami menilai pasal ini memberi peluang bagi pada penyelenggara penyiaran untuk melakukan pelanggaran secara berulang dan hanya diganjar dengan teguran.
Pembatasan kurun 7 hari mestinya tidak diperlukan dalam konteks penegakan hukum. Demi mencegah pelanggaran berulang, idealnya,
setiap pelanggaran untuk yang kedua kalinya mestinya diganjar dengan sanksi yang lebih berat,
tidak peduli apakah pelanggaran tersebut dilakukan dalam kurun 7 hari atau lebih.
Selain itu, P3SPS perlu menegaskan persoalan subjek yang dikenai sanksi. Sebab seperti pernah terjadi,
sebuah tayangan yang sama bisa mengubah namanya (pada momen spesial seperti ramadhan, misalnya)
dan dengan demikian terhindar dari sanksi bertingkat karena dinilai sebagai tayangan berbeda.
Pada 19 Febuari 2014 Misalnya, “PESBUKERS” yang tayang di ANTV mendapatkan sanksi teguran tertulis.
Pada tahun yang sama, persisnya pada 22 Juli, “Pesbukers Ramadhan” kembali mendapat sanksi teguran tertulis.
KPI tidak menjatuhkan sanksi bertingkat karena menilai bahwa “Pesbukers” dan “Pesbukers Ramadhan” adalah dua tayangan berbeda.
Padahal keduanya adalah tayangan yang sama dan diproduksi oleh tim yang sama.
Kami menilai definisi demikian tidak lagi ideal bagi perkembang dinamika industri penyiaran yang berkembang cepat.
Perlu regulasi yang adaptif atas hal ini.
program ANTV "PESBUKERS" ternyata sudah 10 tahun lamanya, kenapa program yang sarat akan cacian VERBAL maupun NON VERBAL
ditambah lagi goyangan EROTIS DEWI PERSIK, mesum. makin lengkaplah pelanggaran yang di buat
KENAPA TIDAK DI HENTIKAN "PESBUKERS" 10 tahun waktu yang lama MOHON KPI PUSAT HENTIKANLAH PESBUKERS