- Detail
- Dilihat: 22378
Batam - Peran teknologi dan informasi memiliki andil dalam perkembangan ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat. Hal itu diterangkan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia Freddy H. Tulung dalam Rapat Koordinasi (Rakor) dan Workshop “Penguatan Penyelenggaraan Penyiaran Kawasan Perbatasan Antar Negara” yang diselenggarakan KPI Pusat di Hotel Planet Holiday, Batam, Kepulauan Riau, Rabu, 18 Juni 2014.
Demikian juga keberadaan teknologi dan informasi sangat dibutuhkan di wilayah perbatasan atau wilayah terdepan Indonesia. Menurut Freddy peran teknologi dan informasi memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
“Penguatan sektor teknologi dan informasi lokal di wilayah perbatasan yang kuat dapat menciptakan, lapangan kerja, memberikan kontribusi untuk, diversifikasi ekonomi, mempromosikan inovasi lokal, dan meningkatkan akses semua anggota masyarakat untuk peluang pengembangan, termasuk mereka yang berdiam di wilayah perbatasan,” kata Freddy dihadapan peserta saat menyampaikan materinya.
Dari estimasi Deloitte Access Economics, Freddy menjelaskan, kontribusi teknologi dan informasi terhadap perekonomian Indonesia mencapai 1,6 persen dari Produk Domestik Bruto PDB . Angka pertumbuhan itu, menurut Freddy, melebihi kontribusi ekspor peralatan elektronik sebanyak 1,5 persen, liquefied natural gas sebanyak 1,4 persen, dan kayu serta produk manufaktur lainnya mencapai 1,4 persen.
“Dari data yang dikeluarkan Bank Dunia (World Bank), setiap peningkatan 10 persen penetrasi broadband menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 1,3 persen,” ujar Freddy.
Menurut Freddy, saat ini infrastruktur untuk kebutuhan informasi dan teknologi terus mengalami peningkatan. Dia menjelaskan tentang, pembangunan infrastruktur jaringan fiber optic oleh pemerintah telah mencapai total panjang 41.151,6 Km dan diperkirakan akan selesai pada akhir tahun 2014. Dari data lembaganya, pembangunan infrastruktur fiber optc telah berlangsung yang meliputi wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara dengan total kapasitas 2.071,18 Gbps dan 1616 core yang tersebar di wilayah tersebut.
Tak hanya di pulau-pulau besar Indonesia, Freddy juga menjelaskan infrastruktur infrastruktur dan konten informasi telah dibangun di wilayah perbatasan. Di antaranya, Palapa Ring, Desa Berdering, Desa Pinter, Desa Informatif, Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK), Mobile-Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-PLIK).
Freddy menjelaskan, mestinya dengan adanya peningkatan pembangunan infrastruktur berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tercermin dalam Index Pembangunan Manusia (Human Development Index). Hal ini menunjukkan, menurut Freddy, pembangunan sektor teknologi informasi lebih menitikberatkan pada infrastruktur semata. Sementara pengembangan isi atau kontennya terabaikan.
“Pertanyaan, bagaimana dengan pengelolaan kontennya?” tanya Freddy.
Dari kajiannya, Freddy menemukan adanya anomali perkembangan media terhadap kesejahteraan, khususnya di wilayah perbatasan. Dia mencontohkan, dengan muncul fenomena “media disembeddedness”, perkembangan media penyiaran tidak seiring dan seirama dalam konteks perkembangan ekonomi dan sosial yang ada.
Dari semua itu, Freddy menarik garis merah antara pembangunan infrastruktur dan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Dia mengajukan beberapa hipotesa akan temuan itu. “Media penyiaran dan teknologi informasi kehilangan peran dalam memecahkan masalah sosial dan ekonomi yang ada di wilayah perbatasan? Lalu, apakah media penyiaran dan teknologi informasi malah menjadi ‘bagian dari masalah’ di perbatasan?” terang Freddy.
Untuk pembangunan wilayah perbatasan, menurut Freddy tidak cukup dengan pembangunan infrastuktur saja. Juga dibutuhkan pengelolaan konten di dalamnya. Salah satunya, bagi Freddy, perlunya peran media penyiaran di wilayah perbatasan yang konten yang berbasis 3E+1N atau pendidikan (Education), pemberdayaan (Empowering), pencerahan (Enlightening), NKRI (Nasionalism). Yang keseluruhannya untuk pembentukan opini yang sentral dalam prinsip kebangsaan dan pengembangan ekonomi.
“Juga dibutuhkan institusi-institusi yang berperan mengembangkan dan menyebarkan gagasan kebangsaan, seperti sekolah, organisasi keagamaan, media massa, yang kesemunya merupakan prasyarat yang penting untuk mensosialisasikan dan mempertahankan ideologi atau gagasan kebangsaan,” papar Freddy.
Selain itu, menurut Freddy, juga dibutuhkan usaha meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan media secara sehat dalam rangka penguatan sadar media. Kemudian penguatan kelembagaan media penyiaran di wilayah perbatasan dalam menyelenggarakan siaran yang bermuatan Empat Konsensus Dasar Republik Indonesia, yakni Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dari beberapa masalah itu, menurut Freddy, Kemenkominfo dan KPI sudah menyusun dan melaksanakan literasi media, meningkatkan kemampuan warga wilayah perbatasan untuk menyaring, memilah, memilih, dan memproduksi pesan-pesan yang terdapat dalam media penyiaran (digital) dan media baru (berbasis internet). Selain itu juga penguatan kelembagaan, dengan mendorong lembaga penyelenggara media penyiaran di wilayah perbatasan untuk mengisi konten siaran Empat Konsensus Dasar dengan mengedepankan kearifan lokal.