- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 5113
Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela
Makassar - Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi tahun 2020 yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak bertujuan memotret kuantitas kepemirsaan sebuah program televisi. Melainkan untuk melakukan evaluasi konten siaran, khususnya televisi. Riset yang digelar di 12 kota besar di Indonesia dengan dukungan dari 12 perguruan tinggi negeri, bertujuan untuk memperoleh data kajian akademik tentang kualitas program siaran televisi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan kebijakan KPI, sebagai regulator penyiaran. Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano Pariela menyampaikan hal tersebut dalam pelaksanaan Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi tahun 2020 yang digelar secara daring bersama Universitas Hasanuddin, Makassar, (5/6).
Dalam kesempatan tersebut, Hardly memaparkan bahwa industri penyiaran sebagaimana juga industri lain pada umumnya, berada dalam mekanisme hukum pasar. “Supply atau produksi konten siaran akan sangat dipengaruhi oleh demand atau permintaan penonton itu sendiri,” ujarnya. Riset KPI, sebagai agenda prioritas nasional dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama KPI, menjadi sebuah instrumen stimulasi pada titik supply sekaligus demand dalam dinamika industri konten siaran.
Selama lima tahun pelaksanaan riset kualitas siaran televisi, KPI telah mempublikasi hasil riset secara berkala untuk menjadi rekomendasi bagi segenap pemangku kepentingan di dunia penyiaran. Hasil riset ini, menurut Hardly, telah menjadi rujukan bagi lembaga penyiaran dalam memperbaiki kualitas konten. Sementara itu untuk kalangan akademisi, hasil riset menjadi sebuah basis data dalam melakukan kajian dan penelitian tentang kualitas siaran televisi. Sedangkan untuk gerakan masyarakat sipil dan masyarakat secara umum, hasil riset juga menjadi sebuah instrumen untuk terlibat dalam upaya peningkatan kualitas konten televisi.
Sejak tahun 2019 yang lalu, melalui agenda Bicara Siaran Baik, hasil riset ini juga menjadi salah satu sumber referensi siaran baik dan berkualitas. “Program siaran dengan hasil penilaian indeks diatas 3, atau dinilai berkualitas, kami masukkan dalam database siaran baik dan berkualitas, bersama dengan program siaran yang menjadi nomine dalam berbagai ajang penganugerahan KPI,” ujarnya. Hingga saat ini, setelah dikonfirmasi kepada Lembaga Penyiaran, dari data base KPI menunjukkan terdapat 129 program siaran yang dinilai berkualitas sepanjang tahun 2019 yang lalu, dan masih tayang hingga saat ini. Publikasi 129 siaran baik ini disampaikan KPI kepada publik dengan tujuan dapat menjadi role model bagi industri dalam memproduksi konten siaran, serta yang juga tak kalah penting adalah dapat menjadi panduan menonton bagi publik.
Dalam workshop yang juga dihadiri pula oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof Dr Armyn Arsyad, serta perwakilan dari BAPPENAS, Wariki Sutikno, Hardly mengajak semua pihak yang terlibat untuk menggunakan pendekatan teoritis, pemahaman regulatif khususnya P3SPS, serta pengalaman empirik dalam menilai setiap kategori program siaran. Pada tahun 2020 ini, terdapat satu kategori baru yang ikut dinilai para informan ahli, yakni kategori talkshow non berita, melengkapi delapan kategori lainnya (berita, talkshow, sinetron, anak, religi, wisata budaya , infotainment dan variety show).
Hardly juga menegaskan bahwa masing-masing kategori yang dinilai memiki karakterisik khusus. “Inilah yang membutuhkan penilaian komprehensif dan kontekstual,” ujarnya. Bagaimana pun juga, riset ini tidak menuju pada upaya penyeragaman konten, melainkan tetap mengembangkan keragaman konten, sekaligus mendorong peningkatan kualitas dalam keragaman tersebut.
Saat pelaksanaan riset nanti, semua informan ahli diminta menonton serta melakukan analisis terhadap sample tayangan. Hasil analisis dan evaluasi ini akan dilakukan pendalaman bersama dalam Diskusi Kelompok Terpumpun/ FGD, yang menjadi sarana tukar pendapat dan gagasan dari setiap informan terhadap sebuah program siaran. Sehingga dalam FGD tersebut dapat dikonfirmasikan setidaknya dua hal, yakni kesesuaian catatan evaluasi dengan kuisioner, serta pendapat informan lain terhadap program siaran yang sama.
Riset ini menjadi momentum kolaboratif antara KPI sebagai regulator, pihak akademisi serta masyarakat umum dalam usaha memperbaiki kualitas penyiaran. Harapannya, intervensi KPI dalam supply and demand program siaran ini, dapat mempercepat hadirnya program siaran berkualitas, sebagaimana esensi dari Undang-Undang Penyiaran, yakni informasi yang benar dan hiburan yang sehat, untuk masyarakat.