Jakarta - Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Inteligence (AI) dalam industri penyiaran masih membutuhkan pengaturan dalam bentuk kode etik ataupun regulasi formal lainnya. Hal ini bertujuan agar kemajuan teknologi ini dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa adanya pelanggaran privasi, hak cipta, ataupun sebaran informasi palsu dalam bentuk deepfake. Hal ini disampaikan Amin Shabana, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, dalam kegiatan “End of Year Digital Broadcasting Webinar 2024: Artificial Intelligence Integration and Industry Trends in Southeast Asia”, yang dilaksanakan KPI Pusat secara daring, (25/11).
Webinar ini sendiri, menurut Amin, merupakan rangkaian kegiatan Workshop AI terkait regulasi terintegrasi di kawasan ASEAN yang akan dilaksanakan pada 2025 mendatang. Pemanfaatan AI di ASEAN, dalam pandangannya, masih belum merata. “Tidak semua negara ASEAN sudah memanfaatkan AI sebagaimana Malaysia dan Thailand, misalnya. Masih ada negara-negara lain yang sedang bermigrasi dari sistem penyiaran analog menuju digital, seperti Myanmar dan Kambodja,” ujarnya.
Pada webinar tersebut hadir sebagai pembicara, regulator penyiaran dari enam negara ASEAN yang membawakan dua topik bahasan. Topik pertama membahas Artificial Intelligence Integration in the SEA Broadcasting Ecosystem, yang dibawakan oleh Amin Shabana dari KPI, Shaharliza Mohd Saman selaku Head of Broadcasting Development Department Malaysia Communication and Multimedia Commission (MCMC) Malaysia, dan Jaknarin Kasemsiriyothin selaku Senior Engineering Broadcasting Technology Officer, Office of the National Broadcasting and Telecommunications Commssion (NTBC) Thailand. Sedangkan topik kedua membahas Southeast Asean (SEA) Digital Broadcasting Trends and Regulation, yang dibawakan oleh San Putheary selaku Director of Broadcasting, General Department of News and Broadcasting Kamboja, Kyaw Shew selaku Deputy Chief Engineer MRTV Myanmar, dan Anna Liza D. Buenviaje selaku Chief Broadcast Services Division National Telecommunications Commision Filipina.
Dalam pemaparan materinya, Shaharliza mengungkap bahwa di Malaysia sudah ada website sebenernya.my, yang dibuat untuk menjadi rujukan bagi masyarakat Malaysia agar tidak termakan informasi palsu seperti deepfake. Selain itu, tambahnya, Malaysia juga punya program AI untuk rakyat sebagai usaha pemerintah negara jiran itu dalam meninkatkan awareness mengenai segala hal tentang AI, termasuk juga resikonya.
Adapun praktek di Thailand, menurut Jaknarin, sudah dilakukan dalam dunia penyiaran dan hiburan. Sedangkan untuk peraturan, Thailand menggunakan hukum perindungan data konsumen dan standar internasional mengenai pemanfaatan AI. Jaknarin mengakui, selayaknya di masa mendatang dapat dibuat guidelines untuk penggunaan AI, termasuk juga kemitraan yang saling mendukung antara sektor publik dan sektor privat dalam pemanfaatan AI. Secara tegas perwakilan dari NTBC mengatakan, Thailand siap mengintegrasikan AI di bidang penyiaran dengan melakukan kolaborasi dan kerja sama regional di kawasan ASEAN.
Sementara itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan KPI berkepentingan memperkuat hubungan bilateral antar negara di kawasan ASEAN. Karenanya penting dibuka ruang –ruang diskursus atas perkembangan mutakhir dunia peyiaran dan informasi di tengah laju teknologi digital, ujarnya. Hal tersebut disampaikan Ubaidillah pada pembukaan Webinar. Menurutnya, digitalisasi penyiaran merupakan prioritas KPI dalam rangka membangun ruang publik yang demokratis. “Untuk itu kami percaya dengan mengadopsi perkembangan digital dalam aspek penyiaran, maka pemerataan akses informasi bagi masyarakat akan tercipta. Dan ini menjadi kunci terciptanya kohesi sosial, tidak hanya bagi Indonesia tapi juga bagi negara-negara anggota ASEAN,” tegasnya.
Lewat digitalisasi, KPI meyakini tidak sekedar terjadi pertukaran informasi. Tapi juga ruang bertemunya gagasan dan kebudayaan yang unik antarnegara. Termasuk peningkatan kerja sama dalam sektor bisnis industri media. Untuk itu, KPI berkomitmen untuk selalu adaptif pada perkembangan teknologi, agar penyiaran memberi dampak terbaik dalam pemajuan segenap bangsa.
Webinar yang mengikutsertakan beragam pemangku kepentingan penyiaran ini, juga dihadiri perwakilan dari Brunei dan Laos, melengkapi enam negara ASEAN lain yang hadir sebagai pembicara. Amin selaku penanggungjawab kegiatan ini optimis, Indonesia dapat menjadi pelopor hadirnya forum regulator penyiaran di ASEAN. “Karena pada dasarnya banyak isu dan masalah di dunia penyiaran yang butuh penanganan lewat kerja sama strategis antar negara di kawasan,” pungkas Amin.