Bekasi - Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, dalam waktu tidak lama perhatian masyarakat akan tertuju pada dua agenda besar nasional yakni pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang. Terkait hal ini, KPI mendorong lembaga penyiaran agar secara massif menyebarkan informasi dua peristiwa besar ini kepada masyarakat.
“Dengan jarak hanya 38 hari antara pergantian kepemimpinan nasional dan pelaksanaan Pilkada, lembaga penyiaran diharapkan memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi terkait kedua peristiwa besar ini, termasuk pembentukan kabinet pemerintahan baru,” katanya saat membuka kegiatan Pencegahan Pelanggaran Isi Siaran” di Bekasi, Jawa Barat, Senin (7/10/2024).
Mengutip survei Litbang Kompas yang dirilis pada 25 September 2024, Ubaidillah masih melihat adanya tantangan cukup signifikan dalam penyebaran informasi tentang Pilkada ke masyarakat. Data menunjukkan, 57,2% responden hanya mengakses informasi Pilkada sekitar seminggu sekali, sementara 12,7% mengakses 2-3 kali seminggu, dan 23,7% responden mengaku tidak pernah mengakses informasi Pilkada sama sekali. Bahkan, hanya 5,8% dari responden yang rutin mengakses informasi Pilkada setiap hari.
“Temuan ini mengungkapkan bahwa Pilkada belum menjadi topik yang hangat dibicarakan di masyarakat, terutama jika dibandingkan dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres),” katanya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Anggota KPI Pusat yang juga Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso mengungkapkan, tujuan utama diadakannya pertemuan bersama lembaga penyiaran untuk membangun kesepahaman mengenai batasan dan aturan yang harus diikuti oleh media penyiaran selama proses Pilkada berlangsung.
“Sebagai bagian dari upaya mengawal Pilkada yang adil dan transparan, KPI Pusat melalui bidang Pengawasan Isi Siaran menekankan pentingnya pencegahan pelanggaran siaran selama masa Pilkada 2024. Lembaga penyiaran, khususnya TV dan radio lokal, berperan besar dalam menyalurkan informasi kepada masyarakat,” kata Tulus.
Menurutnya, penyelenggaraan Pilkada tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU, Bawaslu, Dewan Pers, dan pasangan calon (paslon) yang berkompetisi, tetapi juga KPI. Sebagai lembaga yang mengatur penyiaran, pihaknya memiliki peran penting dalam memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan oleh lembaga penyiaran harus memenuhi aspek keadilan, transparansi, dan edukatif.
“Memiliki jaringan yang luas serta kemampuannya menjangkau masyarakat di berbagai daerah, lembaga penyiaran semestinya dapat menyiarkan informasi Pilkada yang aktual dan valid. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar, sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat saat memberikan hak pilihnya,” katanya.
Lebih lanjut, Tulus berharap kampanye di media penyiaran, baik melalui iklan maupun program, harus mengedepankan independensi guna mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat merugikan proses demokrasi. “Melalui kegiatan ini pelanggaran siaran dapat dicegah sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang berkualitas. KPI juga mengajak seluruh masyarakat untuk ikut serta dalam mengawasi konten-konten siaran yang terkait dengan Pilkada 2024, demi terciptanya proses demokrasi yang bersih dan transparan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Viva Group, Adi Sumono mengatakan, beberapa lembaga penyiaran lokal mengungkapkan bahwa Pilkada tahun ini dirasa kurang menarik untuk dipublikasikan, Hal ini berimbas pada minimnya penayangan program-program terkait Pilkada, termasuk acara debat yang biasanya menjadi salah satu konten utama untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
“Pilkada 2024 kali ini sepi dari publikasi, yang disebabkan oleh beberapa kendala, terutama terkait masalah pembiayaan antara induk jaringan penyiaran nasional dan jaringan lokal. Kondisi ini memengaruhi antusiasme lembaga penyiaran lokal dalam menayangkan acara debat dan konten Pilkada lainnya,” ungkap Adi. Syahrullah