Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama pemangku kepentingan penyiaran mendorong adanya Revisi Undang-Undang Penyiaran sejak 2010. Revisi ini sangat penting dalam rangka menghadirkan ekosistem penyiaran yang sehat dan berkualitas serta bermanfaat bagi  masyarakat, negara, maupun tumbuh kembangnya industri penyiaran Nasional. Upaya Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 pada prinsipnya lahir dari masukan berbagai pihak mulai dari kelompok masyarakat sipil (civil society), industri, akademisi dan pemerhati penyiaran lainnya. Secara resmi usulan revisi undang-undang ini sudah disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI tahun 2015 di Makassar. Secara umum, usulan KPI atas revisi undang-undang terkait tiga hal yaitu: 

1. Penguatan kelembagaan internal KPI yang terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah dalam rangka optimalisasi kerja pengawasan konten siaran yang jumlahnya semakin berlipat sejak pelaksanaan ASO. 

2. Membangun rasa keadilan bagi ekosistem penyiaran melalui usulan pengawasan konten di platform digital.

3. Mengusulkan audit rating demi menghindari adanya tafsir tunggal atas kualitas program siaran di televisi. 

Tiga hal ini disuarakan KPI secara simultan dalam berbagai bentuk kegiatan ataupun dialog resmi setelah mendengar aspirasi berbagai pemangku kepentingan penyiaran. Adapun rekam peristiwa yang dilakukan, KPI ini dapat diakses publik dalam website resmi KPI.

Secara yuridis, Revisi Undang Undang Penyiaran adalah keniscayaan

Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memiliki dampak terhadap pola struktur dan dukungan manajemen kesekretariatan yang melemahkan posisi KPI di daerah sebagai sebuah lembaga negara. Atas beberapa diskusi yang melibatkan beberapa pihak, maka solusi terbaiknya adalah melakukan revisi atas Undang-Undang Penyiaran.

Selanjutnya kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mengoreksi 9 pasal pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Koreksi dimaksud berkaitan dengan perubahan beberapa kewenangan KPI dan tata laksana digitalisasi penyiaran yang tidak ada pengaturannya dalam Undang-Undang Penyiaran. Atas dasar itu juga dibutuhkan regulasi yang baru untuk penyiaran. 

Terkait dinamika Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran, KPI menilai secara teknis RUU ini masih akan berproses sesuai dengan peraturan perundangan yang akan melibatkan segenap stakeholders. Dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi penyiaran dan perubahan peraturan perundang-undangan, Revisi Undang-Undang Penyiaran adalah sebuah kebutuhan. Spirit dari revisi Undang-Undang Penyiaran ini tetap ingin menjamin ruang kebebasan bersuara dan berpendapat demi demokratisasi media dan penyiaran di tanah air. (Siaran Pers ini dikeluarkan oleh Humas KPI Pusat) 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.