Jakarta -- Keraguan masyarakat terhadap berita ataupun informasi yang berasal dari media baru mesti dikonfirmasi. Konfirmasi ini dapat dilakukan di media yang dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara aturan yakni TV dan radio. Hal ini disampaikan Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa saat menerima kunjungan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bina Bangsa di Kantor KPI Pusat, Senin (6/5/2024).
Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini menjelaskan, konfirmasi dan verifikasi atas berita maupun informasi dari media baru yang dirasa meragukan sangat penting. Selain sebagai pencegahan terhadap segala bentuk informasi palsu atau hoaks, tindakan ini akan membentuk sikap kritis masyarakat.
“Sebab yang teman-teman lihat di televisi atau radio itu hampir 100% benar. Kalau tidak benar ada kami (KPI),” tegas I Made Sunarsa di depan seratusan mahasiswa yang memadati ruang rapat utama kantor KPI Pusat.
Dia juga menekankan, pentingnya pemahaman terhadap regulasi penyiaran yang berlaku di tanah air. Saat ini, UU Penyiaran No.32 tahun 2002 masih menjadi acuan dan payung hukum bagi lembaga penyiaran yang bersiaran di Indonesia. Namun, kewenangan UU ini belum menjangkau media di luar TV dan radio.
“Jadi KPI belum memiliki kewenangan mengawasi media sosial ataupun media berbasis internet lain. Jadi tidak bisa menyalahkan KPI jika terjadi hal-hal yang terkait media sosial,” ujar Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat ini.
Selain menjelaskan aturan penyiaran, I Made Sunarsa menyampaikan tugas dan fungsi KPI dalam pengawasan. Beberapa hal menyangkut larangan lembaga penyiaran menyiarkan siaran yang melanggar asusila atau norma yang berlaku juga disampaikannya.
“Tayang itu tidak boleh menyampaikan hal yang melanggar asusila atau norma yang berlaku di negara ini. Seperti laki-laki yang berpakaian seperti perempuan, minum-minum atau merokok. Jika itu ditayangkan tanpa edit atau sensor itu dikhawatirkan menjadi hal yang wajar. Maka dari itu lempaba penyiaran melakukan sensor atau memblur hal-hal seperti itu,” jelasnya.
Sementara itu, Kabag Humas Universitas Bina Bangsa, Cecep Abdul Hakim, menyampaikan kedatangan mereka ke KPI Pusat sudah tepat. Pasalnya, para mahasiswa komunikasi harus mengetahui dan memahami regulasi penyiaran yang berlaku di Indonesia.
“Mahasiswa yang hadir di sini adalah mahasiswa semester dua, yang kalau ditanya pasti jagonya TikTok. Jadi, sudah tepat datang ke sini. Dalam ilmu komunikasi agar tahu arah dan tujuannya. Dapat pemahaman, dapat berpikir kritis, agar bisa berkontribusi dan mengamati dan tertuang menjadi artikel atau apapun tentang penyiaran,” jelas Cecep yang pernah menjadi Anggota KPID Banten.
Dalam kesempatan itu, Tenaga Ahli KPI Pusat Guntur Karyapati dan Irvan Priyanto menjelaskan mekanisme pengawasan siaran dan aturannya. Saat ini, terdapat 116 tenaga pemantauan siaran yang bekerja 24 jam secara bergantian atau shift. “Pengawasan ini untuk memastikan seluruh program siaran, TV dan radio, ditayangkan dengan baik dan tidak melanggar aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran atau P3SPS KPI. Kami juga menerima aduan dari masyarakat yang bisa disampaikan secara langsung maupun melalui kanal aduan yang kami miliki,” kata mereka.
Usai paparan materi, para mahasiswa diajak melihat secara langsung sistem kerja dan ruang pemantauan siaran KPI Pusat. Mereka nampak antusias dalam kunjungan tersebut, beberapa diantara mereka bahkan menyampaikan sejumlah pertanyaan terkait mekanisme kerja penawasan kepada tim pemantauan yang sedang bertugas. ***