Jakarta - Menjelang hadirnya bulan Ramadan di tahun 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat edaran untuk menjadi panduan bagi lembaga penyiaran dalam penyelenggaran siaran. Edaran ini bertujuan memberi penghormatan terhadap nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan sekaligus menjadi panduan siaran bagi televisi dan radio. Hal ini disampaikan Ubaidillah, Ketua KPI Pusat, dalam kegiatan Ngobrol Penuh Inspirasi (NGOPI) yang dihelat KPI dengan peserta lembaga penyiaran, di bilangan Jakarta Selatan, (6/2).
Menurut Ubaidillah, hal penting yang harus diperhatikan oleh televisi adalah pergeseran waktu siar utama atau prime time pada bulan Ramadan. Jika pada hari biasa, waktu siar utama adalah pada pukul 18.00-22.00, sedangkan ketika bulan Ramadan waktu itu bergeser dan terbagi menjadi saat berbuka puasa dan saat sahur. “Jika merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tentang klasifikasi program siaran, di waktu sahur itu masih masuk pada klasifikasi program siaran dewasa (D),” ujarnya. Untuk itu, televisi dan radio harap menyesuaikan konten siaran, mengingat pada waktu sahur ada anak dan remaja yang ikut menjadi penonton atau pun pendengar program siaran. “Jangan sampai ada muatan materi dewasa yang muncul di waktu sahur,” tegasnya.
Surat edaran yang dibuat KPI juga didasari atas hasil evaluasi pengawasan siaran Ramadan di tahun 2023. Karenanya, terkait dengan ibadah puasa yang menjadi keutamaan di bulan Ramadan, KPI mengingatkan lembaga penyiaran untuk tidak menampilkan dan mengeksploitasi konsumsi makanan dan/ atau minum secara berlebihan yang dapat mengganggu dan mengurangi kekhusyukan berpuasa. Catatan lain dari KPI adalah perhatian lembaga penyiaran atas kepatutan busana yang dikenakan pembawa acara ataupun pendukung dan pengisi acara, sebagaimana semangat yang ada pada bulan Ramadan. “KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan bincang-bincang seks atau pun aktivitas yang berasosiasi erotis, sensual dan cabul. Juga tidak menampilkan muatan yang mempromosikan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT),” tegas Ubaidillah.
Secara khusus, untuk siaran da’wah yang juga menjadi ciri khas pada bulan Ramadan, KPI berharap lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam penyajian materi yang memuat perbedaan pandangan/ paham agama dan politik tertentu, dengan menghadirkan narasumber yang kompeten agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. “Pada prinsipnya, da’wah di medium penyiaran selayaknya yang memberi pencerahan dan meningkatkan kataqwaan. Sedangkan untuk materi khilafiyah baiknya tidak dibahas di televisi dan radio yang memiliki keterbatasan durasi,” ujar Ubaidillah. Namun demikian, KPI sendiri mengimbau lembaga penyiaran menambah frekuensi dan durasi program siaran da’wah selama bulan Ramadan, dan mengutamakan penggunaan pendakwah/dai/daiyah yang kompeten dan tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia
Secara khusus, surat edaran ini juga membahas tentang siaran azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing. Yang harus diingat juga, tambah Ubaidillah, azan sebagai tanda waktu salat dilarang disisipi dan/atau ditempeli (built in) iklan atau dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Terakhir, untuk program siaran pada Hari Raya Idul Fitri, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepatutan dan kepantasan yang berlaku di masyarakat. “Usai Ramadan, siaran televisi dan radio harus tetap kondusif dan memberi penghormatan bagi kemuliaan nilai-nilai agama,” pungkasnya.