Tulungagung – Berdasarkan data dari sejumlah lembaga dan instansi, kepercayaan publik terhadap media penyiaran yakni TV dan radio masih tinggi. Hal ini memastikan fungsi penyiaran di media ini tetap efektif dan berpengaruh. Namun demikian, kedua media ini harus menyikapi kepercayaan tersebut dengan siaran yang manfaat dan berkualitas.

Bentuk dari perwujudan siaran yang dimaksud yakni siaran yang mengakomodasi kepentingan publik khususnya masyarakat di daerah. Pandangan dan penilaian tersebut banyak mengemuka di sela-sela kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (3/2/2024).

Salah satu yang menyampaikan pandangan itu adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji, salah satu narasumber acara GLSP. Dalam paparannya, Sarmuji menginginkan agar siaran lebih mengedepankan substansi yang memotivasi misalnya tentang prestasi. 

“Tidak semuanya harus siaran yang serius, tapi dapat juga ditampilkan program yang memotivasi dan mengangkat anak muda Indonesia di kancah internasional,” katanya di depan para peserta yang hadir. 

Terkait hal itu, Sarmuji juga mendorong diubahnya cara pandang media dalam membuat tayangan. Selama ini, katanya, TV lebih melihat hasil rating Nielsen ketika memproduksi tayangan. Padahal, tidak semua program dengan rating tinggi berisikan pesan-pesan yang positif.

“Kami berharap televisi tidak hanya menyiarkan acara-acara yang rating tinggi saja. Kalau semua televisi hanya memperhitungkan rating pemirsa saja, saya khawatir kualitas bangsa ini menjadi menurun,” ujarnya.  

Dalam kesempatan tersebut, Sarmuji berharap media TV dapat menggunakan frekuensi publik dengan baik dan penuh tanggung jawab. Bagimanapun, lanjut dia, proses pembentukan karakter bangsa juga sangat bergantung dari isi siaran media penyiarannya. “Ini demi perkembangan bangsa kita agar jadi lebih baik,” tuturnya sekaligus meminta KPI agar terus mengimbau hal ini ke lembaga penyiaran.

Senada dengannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah berharap, produksi siaran lembaga penyiaran mengangkat kebutuhan masyarakat di daerah. Menurutnya, pengaruh penyiaran masih sangat kuat untuk mengenalkan potensi yang ada di daerah ke dunia luar. 

“Sehingga potensi yang ada dapat terangkat ke kancah nasional dan internasional. Seperti film Laskar Pelangi yang kemudian menjadikan pulau Belitung terkenal kemana-mana. Ini juga bisa dilakukan dengan mengangkat potensi daerah-daerah lain,” katanya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat sekaligus PIC GLPS 2024, Evri Rizqi Monarshi, mengemukakan pentingnya pengawasan terhadap siaran di media baru sosial. Dirinya mengkhawatirkan informasi yang disampaikan melalui media ini yang kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. 

“Yang meresahkan kami itu justru media sosial. Ke depan kami minta dibukakan ruang agar diberikan kewenangan melalui RUU Penyiaran agar bisa melakukan pengawasan terhadap media ini,” katanya dalam sambutan mengawali acara GLSP tersebut.

Informasi TV dan radio jadi rujukan

Meskipun belum ada pengawasan media sosial, KPI selalu menekankan pentingnya melakukan verifikasi dengan merujuk informasi dari media penyiaran. Pasalnya, informasi yang disampaikan TV dan radio telah dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. 

Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti menegaskan, informasi yang ada TV dan radio sudah melalui proses yang ketat. Selain itu, keberadaan media penyiaran dipayungi sebuah regulasi dan ketatnya pengawasan KPI. Jadi, kecil kemungkinan adanya berita atau informasi yang tidak benar. 

“Jika terjadi pelanggaran, KPI akan segera menindaknya. Jadi, kami pastikan TV dan radio masih menjadi rujukan informasi bagi masyarakat. Informasinya sudah dipastikan valid. Validitasnya dapat dipertanggung jawabkan dibandingkan dengan informasi yang kita dapatkan dari media sosial,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Amin Shabana, mengatakan KPI tidak bisa bekerja sendiri dalam mengawasi siaran. Menurutnya, peran masyarakat dan akademisi diperlukan untuk menjalankan fungsi tersebut. Sehingga harapan menciptakan siaran berkualitas dapat terwujud.

“Ketika menyaksikan siaran televisi, kita tidak hanya menonton, namun juga memperhatikan dengan kritis substansi-substansi yang disajikan dalam siaran. Sembari menyaksikan dengan kritis, kita perlu memastikan dan mengetahui akan tata aturan dalam penyiaran serta hal-hal apa saja yang harus terpenuhi agar sebuah siaran dapat dikatakan berkualitas,” ujarnya.  

Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua, menyatakan bahwa upaya mewujudkan siaran berkualitas harus melibatkan banyak kepentingan. “Perlu ada sinergi semua elemen. Dengan adanya sinergi itu, kerinduan akan siaran sehat dan berkualitas akan lebih mudah terwujud,” tuturnya. *** 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.