Jakarta -- Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid mendorong seluruh lembaga penyiaran di tanah air untuk berinventasi pada tayangan anak-anak. Pasalnya, jumlah anak Indonesia usia dini mencapai 30 juta lebih atau 11,21% dari total jumlah penduduk Indonesia. 

“Kami ingin mendorong investasinya tidak hanya pada teknologi. Tapi berinvestasilah kepada produksi siaran-siaran anak, yang lebih banyak, yang lebih bagus,” kata Ketua Komisi I DPR dalam sambutannya mengawali acara Anugerah Penyiaran Ramah Anak (APRA) 2024 di Auditorium LPP TVRI, Kamis (25/7/2024).

Menurut Meutya, anak usia dini merupakan salah satu kelompok kepentingan yang harus diperhatikan, Pasalnya, jika ini tidak diperhatikan artinya Indonesia tidak berhasil menjadi negara yang demokratis. “Karena negara yang demoktatis mengedepan atau merefrensentasikan semua kepentingan termasuk kepentingan anak usia dini yang jumlahnya 30 juta,” ujarnya.

Dalam satu kesempatan menyambangi Kementrian Pertahanan yang menjadi mitra Komisi I DPR, diceritakannya jika fasilitas di kementrian yang terbilang maskulin ini sudah begitu ramah anak. “Ada ruang laktasi yang jumlahnya tidak sedikit dan juga penitipan anak. Hal hal seperti ini mestinya jadi contoh bahwa pembagunan di sektor apapun termasuk penyiaran harus memperhatikan unsur ramah anak,” tegas Meutya.

Terkait hal ini, DPR mengapresisasi KPI dan seluruh jajaran insan penyiaran yang telah berjibaku untuk melahirkan tayangan anak yang berkualitas. “Kita pikirannya kalau kejar rating selalu tidak cukup. Kita yakin bahwa masih banyak orang tua yang cari tayangan untuk anaknya,” sambung Meutya.

Dia juga menyoroti perkembangan dunia penyiaran ke depan yang akan membuat lembaga penyiaran makin sering bersinggungan dengan kemajuan digital. Menurutnya, konten siaran tidak lagi ditonton hanya dari karya-karya lembaga penyiaran saja, tapi juga dari produk media lain. 

“Di internet kita lihat banyak sekali bentuk tayangan. PR (pekerjaan rumah) kita luar biasa untuk menghadirkan tayangan-tayangan untuk anak,” kata Meutya.

Karena itu, lanjut Ketua Komisi I, dirinya berharap KPI ke depan dapat mengawasi siaran-siaran tersebut. “Kalau memang nanti sudah dimasukan ke dalam UU agar ada lembaga yang bisa mengawasi tayangan-tayangan siaran yang dilakukan secara OTT atau melalui internet karena jumlahnya amat sangat banyak,” ujar Meutya. 

Dalam kesempatan ini, Meutya meminta KPI sebagai regulator untuk memberikan ketajaman literasi kepada masyarakat. Menurutnya, KPI tidak bisa bekerja sendiri untuk mengawasi seluruh isi siaran yang begitu banyak. 

“Bapak dan ibu di rumah harus juga ikut mengawasi. Kalau ada siaran yang melanggar, tidak ramah anak, laporkan kepada KPI. Insha Allah kita akan beri teguran keras atau bisa penutupan izin kalau memang tayangan-tayangan tersebut kita anggap tidak mendidik dan ini serius. Karena merusak anak-anak berarti merusak masa depan bangsa. Dan kita mau masa depan anak kita cerah gemilang menuju Indonesia emas 2045,” tegasnya. 

Meutya juga meminta LPP TVRI dan RRI agar menjadi contoh yang baik bagi lembaga penyiaran swasta. “Ini jadi harapan Komisi I. Ke depan kita harus punya komitmen bersama. Kita semua harus kompak bahwa kerja untuk anak ini bukan semata kewajiban, Ini merupakan kebutuhan kita semua dan akan lebih ringan rasanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu kalau kita lakukan bersama-sama secara kompak seperti yang hari ini kita lakukan,” tutupnya. ***/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.