Banyumas -- Peran masyarakat untuk membantu mengawasi penyiaran kepemiluan di media penyiaran dinilai akan mendorong jalannya proses penyiaran pemilu yang adil, transparan dan proporsional di lembaga penyiaran. Namun begitu, masyarakat harus mampu menyikapi setiap informasi yang beredar di media sosial dengan memastikan dulu kebenarannya di media penyiaran. 

Ketua KPI Pusat Ubaidillah, saat membuka kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) Pengawasan Penyiaran Kepemiluan di Banyumas, Jawa Tengah, Senin (2/10/2023), menyadari jika penonton TV dan pendengar siaran radio sekarang telah berkurang. Namun hal itu tidak lantas membuat masyarakat mengurangi kepercayaannya kepada media tersebut.

Menurutnya, informasi di media penyiaran dapat dijadikan sumber rujukan terpercaya. Pasalnya, seluruh informasi yang akan disiarkan telah melalui rangkaian kerja dan proses jurnalistik (cek dan ricek). Sedangkan proses penerbitan informasi di media sosial tidak seperti di media penyiaran. 

"Jadi kalau informasi atau berita itu belum masuk di TV dan radio, itu belum menjadi informasi," kata Ubaidillah di depan puluhan peserta Bimtek perwakilan berbagai kelompok masyarakat di wilayah Banyumas.

Terkait pengawasan penyiaran, KPI meminta keterlibatan publik untuk aktif memantau penyiaran pemilu di TV dan radio. Meskipun KPI Pusat telah memiliki perangkat dan SDM untuk memantau 16 TV jaringan, 15 radio jaringan, 5 lembaga penyiaran berlangganan (LPB) dan lembaga penyiaran publik (LPP), itu belum mencakup siaran yang ada di daerah seperti TV dan radio lokal.

"Kami berharap masyarakat menjadi pengawas bersama kami setelah kegiatan ini. Mudah-mudahan mulai hari ini partisiapsi publik di Banyumas bisa meningkat bahwa lembaga penyiaran bisa dimanfaatkan untuk literasi dan edukasi. Bila ada pengaduan tayangan, masyarakat bisa disampaikan kepada KPID," ujar Ubaidillah. 

 

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI H. Muhamad Arwani Thomafi, menyampaikan jika setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan hiburan. TV dan radio menjadi sarana untuk mendapatkan akses tersebut. "Namun semestinya informasi yang didapatkan haruslah layak dan manfaat," katanya.

Memasuki tahun politik, Arwani Thomafi mendorong lembaga penyiaran menyampaikan informasi berkaitan kepemiluan dengan transparan, benar dan proporsional. Pasalnya, masyarakat butuh informasi pemilu yang mencerdaskan. 

"Tidak hanya menjadi media informasi, tapi lebih dari itu yakni menjadi sarana untuk mengawasi jalannya proses demokrasi. Ini bisa melibatkan masyarakat untuk mendorongnya," ujar Arwani. 

Selain itu, lembaga penyiaran berfungsi memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang cara berpolitik dan berdemokrasi yang baik. "Karena kita ini beda pilihan dan lainnya. Tapi perbedaan itu harus menjadi pemahaman yang kuat karena itulah esensi dari demokrasi. Beda pilihan tapi satu tujuan yakni bagaimana memperkuat demokrasi tersebut," jelas Anggota DPR dari Fraksi P3.

Dia juga meminta masyarakat untuk tidak mudah tergoda dan terprovokasi oleh informasi yang mengadu domba. "Apa yang menjadi keragaman politik adalah sebagian karunia dan rahmat," paparnya melalui daring.  

Ruang yang sama

Dalam konteks pemilu, keberadaan media penyiaran sebagai media penjernih dari informasi media sosial harus juga diikuti dengan penyampaikan informasi yang adil dan berimbang. Hal ini akan memastikan seluruh peserta pemilu mendapatkan porsi yang sama di setiap media. 

"Kami berharap semua peserta pemilu dapat ruang yang adil dan berimbang di lembaga penyiaran. Kami juga berharap lembaga penyiaran dapat menjadi ruang edukasi dan sosialisasi seperti untuk tanggal pencoblosan pemilu," kata Anggota sekali Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso.

Menurut Tulus, sosialisasi tentang kepemiluan akan mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut dalam pemilu. Mereka pun harus mengetahui tentang partai politik, calon legislatif dan lainnya agar tidak salah pilih. "Ini penting disosialisasikan. Masyarakat harus mendapatkan informasi tersebut," ujarnya. 

Tulus juga menekankan agar masyarakat melakukan verifikasi (pengecekan ulang) terhadap informasi yang didapat dari media sosial. Informasi yang sudah dipastikan kebenarannya hanya melalui TV dan radio. 

"Kita harus waspada terhadap informasi yang asalnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Adapun informasi di media penyiaran sudah terverifikasi. Media ini juga dalam pengawasan KPI. Jika terjadi melanggar akan mendapatkan sanksi," tegas Tulus.

Anggota KPID Jawa Tengah Anas Syahirul Alim, menyampaikan ada 300 radio dan 59 TV yang berizin dan bersiaran di Jateng. Selain itu, masih terdapat siaran radio illegal yang masih dimanfaatkan masyarakat dan bahkan peserta pemilu untuk berkampanye. "Kita banyak mendapatkan keluhan tentang ini. Kami mohon masyarakat untuk menggunakan frekuensi yang legal," katanya.

Suksesnya pemilu tidak hanya bergantung dari penyiaran di lembaga penyiaran. Tokoh agama sekaligus pemuka masyarakat di Pekuncen, Habib Muhammad Alhabsyi menyatakan, setiap orang yang baik harus menyampaikan kebaikan tersebut kepada orang lain. "Jika ada orang baik yang tidak menyampaikan ini, maka jangan salahkan orang jahat menyampaikan hal  buruk," ujarnya.

Tenaga Ahli Madya KSP (Kantor Staf Presiden) Ngatoillah menyampaikan, masyarakat harus mendapatkan informasi tentang kepemiluan yang benar dan jelas. Masyarakat pun harus ikut terlibat dalam pengawasan penyiaran. "Masyarakat harus ikut menjadi pengawas dari proses ini agar berjalan baik dan aman. Harus ada peran serta bersama untuk menyukseskan ini," tambahnya. *** 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.