Jakarta - Televisi dan radio diharapkan dapat ikut mendorong keterlibatan masyarakat membantu mengatasi stereotype negatif atau prasangka terhadap budaya dan kelompok tertentu, dengan menyebarkan informasi yang akurat dan berimbang. Hal ini didasarkan dengan keberagaman masyarakat Indonesia yang membutuhkan sosialisasi serius dengan data yang akurat, agar dapat meningkatkan tolerasi sebagai sesama anak bangsa. 

Hal ini disampaikan anggota Komisi I DPR RI Krisantus Kurniawan saat menjadi pemateri dalam Kuliah Umum di Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) angkatan 47 yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Jakarta, (30/8).  

Dalam materi yang mengambil topik “Tanggungjawab Sosial Lembaga Penyiaran dalam Menjaga Karakter Bangsa, Krisantus juga menjelaskan secara rinci tentang pentingnya karakter bangsa dalam keberlanjutan dan identitas suatu negara. “Bukan hanya tentang membangun pondasi moral dan etika masyarkaat, tetapi juga tentang membentuk dasar untuk memahami dan menghargai identitas nasional,” ujarnya. 

Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Barat II yang meliputi kabupaten yang bersebelahan dengan negara tetangga, Krisantus menilai, media baik melalui lembaga penyiaran atau pun media sosial, memiliki fungsi yang strategis dalam menjaga karakter bangsa. “Media memiliki potensi besar untuk menyebarkan nilai-nilai positif, budaya, dan sejarah bangsa secara luas dan efektif,  termasuk diantaranya soal kekhasan dari setiap suku bangsa di  negeri ini,” tambahnya. 

Secara khusus Krisantus berharap, media juga dapat dioptimalkan untuk menyosialisasikan informasi tentang tradisi-tradisi budaya yang menjadi kekayaan negeri ini, seperti festival, upacara atau pun ritual tertentu. “Dengan adanya sosialisasi melalui media, tentu akan membantu masyarakat memahami dan menghargai warisan budaya negerinya sendiri,” tegas Krisantus.

Sekolah P3SPS sendiri merupakan kegiatan KPI Pusat dengan target peserta pelaku di industri penyiaran. Kegiatan ini digelar untuk memberi kesempatan pada pekerja di sektor penyiaran memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang regulasi penyiaran di Indonesia. Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso, dalam acara ini menyampaikan kerangka dasar regulasi penyiaran yang saat ini menjadi sandaran bagi para pembuat konten siaran baik itu televisi dan radio. 

Melihat dari kronologi undang-undang penyiaran, Tulus mengungkap, secara perlahan sudah dilakukan pengurangan kewenangan KPI dari yang sesungguhnya diharapkan pembuat regulasi ini. Misalnya saja, kewenangan membuat peraturan pemerintah bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika yang kemudian dihilangkan setelah adanya pengajuan judicial review dari beberapa lembaga dan pemangku kepentingan penyiaran. Yang terakhir, tambah Tulus, adalah pencabutan kewenangan KPI dalam proses perizinan lembaga penyiaran lewat undang-undang cipta kerja. “Sehingga saat ini, kewenangan KPI hanya sebatas pada pengawasan konten siaran dan penjatuhan sanksi administrasi saja,” ujarnya. 

Namun demikian, apa pun kewenangan yang tersisa untuk KPI yang diamanatkan regulasi, tetang digunakan untuk menjaga kepentingan publik. Undang-undang kita secara tegas menyatakan penyiaran diselenggarakan dengan tujuan memperkukuh integritas nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang  beriman dan bertakwa, termasuk juga menumbuhkan industri penyiaran Indonesia, pungkas Tulus. (Foto: KPI Pusat/ Agung Rachmadiansyah).

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.