Jatinangor -- Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan potensi sumber daya alam (tambang dan lainnya) tidak melulu harus dijadikan sebagai sumber penghasilan atau pendapatan utama sebuah negara. Saat ini, seiring perkembangan zaman, potensi lain di luar sumber energi dan mineral seperti industri kreatif ternyata dapat menjadi pengganti sumber utama tersebut.
“Hari ini, Korea Selatan membuktikan sumber daya alam bukanlah segalanya. Karena mereka sadar dengan keterbatasan sumber daya alamnya. Di sana tidak ada nikel, tidak ada batubara. Semua hanya produs atau istilahnya smelter saja. Tapi sumber daya kreatif lah yang akan menjadi masa depan,” kata Yuliandre saat menjadi penutur kunci acara Diseminasi Indeks Kualitas TV di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran (Unpad), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (27/9/2022).
Penilaian yang disampaikan Andre, panggilan akrabnya, dikaitkan dengan pernyataan Presiden Korea Selatan pada akhir tahun lalu yang lebih memilih BTS bicara di panggung utama PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Atas nama Korsel, BTS bicara penghasilan pertahun mereka yang masuk ke negara hingga mencapai 4,1 trilyun won atau sekitar 60 trilyun rupiah.
“Inilah yang menarik. Mereka bicara soal konten BTS yang bisa menggetarkan seluruh dunia dan tidak terpikirkan oleh dunia bahkan Amerika Serikat yang selalu merasa benar dalam sebuah fenomena konten. Mana ada di film Hollywood itu Amerika Serikat kalah. Tapi itulah film,” jelas Andre.
Apa yang sudah dilakukan BTS dengan pendapatan terhadap negaranya, lanjut Andre, adalah buah kesadaran bahwa industri konten akan bergerak secara serius. Karenanya, yang dibutuhkan di bidang ini adalah inovasi dan kreatifitas. “Inilah yang dilakukan Korea Selatan hari ini. Mereka tidak punya tambang tapi mereka punya inovasi,” tuturnya.
Andre mengaitkan kebangkitan industri kreatif Korsel dengan keberadaan konten di tanah air. Saat ini, Indonesia memiliki ratusan stasiun TV dan inovasi apa yang sudah diciptakan. “Dan pada 2 November mendatang, akan dilakukan analog switch off (ASO) ke digital. Ini akan memunculkan pemain-pemain baru di TV Digital. Tapi isinya apa. Ini jadi permasalahan khusus di kita,” ujarnya.
Menurut Andre perlu adanya pembaharuan karena ini penting dalam sebuah sistem. Selain itu, tidak perlu lagi ada saling menyalahkan dan lebih mengedepankan saling membenarkan.
“Apa itu saling membenarkan yaitu ciptakan konten-konten yang kreatif dan brilian sehingga bisa membanggakan tata kelola penyiaran di Republik ini. Saya yakin karena apa yang dilakukan Korea Selatan sangat serius menata hal ini. Bukan hanya co-productionnya tapi mereka juga membangun sistem yang benar-benar manfaat bagi orang yang bisa mengkonsumsi itu,” tandasnya.
Sementara itu, dalam paparan acara, Akademisi Unpad, Dadang Rahmat Hidayat, berharap seluruh program acara TV dapat memberi manfaat baik bagi masyarakat. Menurutnya, cukup banyak program acara seperti talkshow TV berkualitas yang dapat memberi pencerahan.
Dia juga mendorong pihak TV untuk menyiapkan perencanaan yang matang dalam setiap produksi acara talkshow. “Jika ingin bertahan harus merencanakan program dengan sebaik-baiknya. Meskipun begitu ada beberapa TV hanya mengambil yang viral-viral saja,” tuturnya dalam diskusi.
Selain Dadang, turut hadir dua narasumber yang memaparkan kajiannya terhadap program siaran talkshow TV yakni Atwar Bajari dan FX Ari. ***