Banjarnegara – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan diskusi bertajuk “Meningkatkan Kualitas Siaran untuk Pemilu yang Demokratis.” Kegiatan yang melibatkan unsur masyarakat tersebut diselenggarakan di Gedung Aswaja Nahdlatul Ulama Center Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (10/9/2022).
Bertindak sebagai narasumber acara Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman, Wisnu Widjanarko, dan Komisoner KPID Jawa Tengah, Ari Yusmindarsih. Turut hadir dan memberikan sambutan Anggota Komisi I DPR RI, Taufik Abdullah, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dan beberapa tokoh masyarakat setempat.
Membuka acara, Agung menyampaikan, penyiaran layaknya ‘sahabat’ yang dapat memengaruhi cara pandang seseorang. Terlebih dalam demokrasi dan pemilu penyiaran yang akan memberi pengaruh kuat bagi pilihan politik masyarakat.
“Kalau kita berteman dengan tukang minyak wangi, pasti kita akan menjadi wangi. Dalam memilih siaran yang baik, tentu kita harus memilih pula siaran yang baik supaya kehidupan kita menjadi lebih baik,” kata Agung.
Sedangkan Taufik menyoroti pentingnya kehadiran KPI sekaligus perlu dikuatkan untuk mengawal kepentingan masyarakat dalam penyiaran. Selain itu, keterwakilan masyarakat dalam bentuk lembaga penyiaran juga penting untuk memenuhi informasi berbagai kelompok masyarakat.
“KPI sebagai lembaga yang dibentuk atas undang-undang harus tetap memastikan TV dan radio menyiarkan informasi yang berimbang. Semoga nanti juga hadir radio masyarakat lokal yang mampu mengerti kebutuhan informasi masyarakatnya,” ujar Taufik.
Penyiaran menjadi objek strategis dalam dinamika pemilu. Saat ini terdapat beberapa media yang dimiliki oleh tokoh politik, baik secara langsung maupun secara kedekatan. Sehingga pengawasan masyarakat dianggap penting supaya tidak terjadi dominasi politik dalam media.
Karena itu, masyarakat diharapkan mampu membedakan tayangan-tayangan yang memiliki nuansa politik. Program siaran yang ditayangkan dapat dalam bentuk kampanye, sosialisasi, atau pemberitaan terkait politik. “Jadi Bapak-Ibu diharapkan mampu membedakan apakah itu tayangan kampanye, sosialisasi, atau pemberitaan politik supaya dapat dilaporkan jika terjadi dugaan pelanggaran,” jelas Mimah Susanti.
“Frekuensi ini milik publik dan harus diawasi secara ketat, supaya tidak menguntungkan pihak-pihak tertentu,” tambah Mimah menjelaskan fungsi pengawasan lembaganya.
Hadirnya KPI, lanjut Mimah, diharapkan mampu menjaga jalannya proses pemilu tetap demokratis. Dengan segala instrumen pengawasan yang dimiliki oleh KPI, tentu masih dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran program siaran khususnya terkait politik dan pemilu.
“KPI memiliki banyak pengawas, namun pengawasan masyarakat dari bawah juga penting dalam memberi masukan supaya pemilu kita tetap demokratis. Jadi jangan ragu untuk melaporkan dugaan pelanggaran siaran terkait pemilu ke KPI,” pungkas Mimah. Abidatu/Editor: RG