Jakarta - Conselho De Imprensa De Timor-Leste (CITL) atau Dewan Pers Timor Leste melakukan kunjungan ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam rangka realisasi kerja sama bilateral terkait pengawasan konten siaran. Kehadiran delegasi CITL tersebut diterima langsung oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio yang didampingi Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Mimah Susanti, dan Sekretaris KPI Pusat Umri, (20/7). 

Ketua Dewan Pers Timor Leste, Virgilio da Silva Guterres mengungkapkan, Undang-Undang Penyiaran tengah dirancang oleh parlemen Timor Leste. Rencananya, dalam regulasi ini Dewan Pers akan diberikan tambahan wewenang untuk memantau konten penyiaran. Untuk itu, kehadiran CITL ke KPI menjadi sangat penting, dalam rangka implementasi regulasi pengawasan penyiaran, ujar Virgilio.   

Dia mengungkapkan, CITL didirikan pada tahun 2019 dengan fokusi menjamin independensi editorial serta menjamin akses informasi yang layak dari media untuk masyarakat. “Selain sebagai pilar keempat demokrasi, media juga menjadi agen pendidikan bagi masyarakat,” ujar Virgilio. CITL pun harus memastikan perkembangan media di Timor Leste dalam rangka agen pendidikan tersebut. 

Kunjungan kali ini merupakan tindak lanjut dari rencana kerja sama KPI dengan CITL yang sudah digagas sejak tahun 2019. Delegasi CITL juga berkesempatan meninjau ruang pemantauan dan monitoring di KPI Pusat. Harapannya, kerja sama dengan KPI ini dapat memberi ruang pertukaran informasi tentang teknis pemantauan serta sistem yang dibangun dalam rangka memantau konten siaran. Selainn Virgilio, turut hadir pula anggota CITL lainnya, Expedito Lori Diaz Ximenes, Otelio Ote dan Rigoberto Monteiro. 

Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyambut baik rencana kerja sama antar dua lembaga ini. Agung juga menjelaskan tentang regulasi penyiaran yang ada di Indonesia. Tidak saja diatur melalui undang-undang, namun juga secara rinci diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang disusun oleh KPI sendiri. “Ini semacam code of conduct dari KPI tentang apa yang diatur dan dilarang disiarkan di televisi dan radio,” ujar Agung. Dia pun mengungkap ada aturan di P3 & SPS yang terkait dengan regulasi di kementerian lain, seperti iklan dan adegan rokok. 

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menambahkan soal proyeksi regulasi penyiaran di Indonesia ke depan. Ada optimisme dalam undang-undang penyiaran yang baru juga akan mengatur tentang media global, seperti media oinline, over the top dan youtube yang banyak dikeluhkan oleh lembaga penyiaran. “Aturan ini dirasa penting untuk menjaga agar adanya persaingan usaha yang adil dalam dunia penyiaran,” ujar Mulyo.  

Terkait kebutuhan pengawasan untuk media online, KPI juga tengah menjajagi pengawasan konten dengan teknologi Artificial Inteligence. “Itu yang sedang kami upayakan, karena kami ingin dapat gambaran pengawasan yang lebih baik,”ujar Mulyo. Saat ini untuk memantau 18 televisi dan radio, KPI memiliki tenaga pemantau hingga 150 orang, yang terdiri atas pemantauan langsung, analis, visual data hingga tim penjatuhan sanksi. Tentunya jika kewenangan pengawasan media baru diberikan kepada KPI, maka teknis pemantauan harus dapat dilakukan dengan teknologi yang lebih canggih. 

Pertemuan tersebut juga membahas tentang kepemilikan stasiun televisi oleh pimpinan partai politik. Mulyo menegaskan, secara regulasi yang ada, lembaga penyiaran tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Dalam pemilihan umum kemarin, KPI bekerja ekstra melakukan pengawasan yang bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Pers, guna menjaga keberimbangan informasi tentang kepemiluan. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.