Banjarmasin – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Irsal Ambia, mengatakan fenomena tayangan sinetron di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Sebagai regulator penyiaran, KPI kerap menjadi sasaran keluh kesah masyarakat ketika tidak menemukan unsur positif di dalam tayangan tersebut. 

Keresahan publik akan tayangan yang berkualitas juga menjadi perhatian KPI. Melalui ragam komentar dan respon masyarakat tentang sinetron, KPI fokus melahirkan sebuah kebijakan melalui hasil indeks kualitas program siaran televisi. Perlu diketahui, riset ini bekerja sama dengan 12 perguruan tinggi se-Indonesia, salah satunya Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimatan Selatan.

Kegiatan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang sudah berjalan 7 diharapkan menjadi acyuan pengamatan siaran di Indonesia. Riset ini berbeda dengan riset lembaga lain yang hanya mengukur jumlah penonton yang bertujuan mengukur aspek ekosistem bisnis di industri penyiaran di Indonesia.

“KPI terus berupaya meningkatkan kualitas tayangan. Dengan kegiatan ini biasa jadi inisiatif KPI dalam membuat ukuran dengan konteks kualitas. Berbeda dengan lembaga riset lain yang hanya mengukur siaran melalui rating untuk kepentingan bisnis. Lembaga lain yang melihat dari sisi semakin banyak orang yang menonton tayangan maka dampaknya semakin banyak iklan masuk dalam sebuah tayangan,” jelas Irsal pada acara Diseminasi Hasil Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Tahun 2022 di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Univeristas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (25/6/2022).

Berdasarkan hasil indeks kualitas program siaran televisi tahun 2021, nilai kategori tayangan sinetron berada di angka 2,75, sedangkan standar yang ditetapkan oleh KPI 3,0. Artinya, kualitas tayangan sinetron masih jauh dari kata pantas. “Bisa jadi tema sinetron kurang sepadan hingga jam tayang yang tidak tepat,” kata Irsal.  

Dia menegaskan setiap program siaran wajib mengandung unsur edukasi dan hiburan sesuai dengan fungsi media. Disamping itu, ada kaidah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) sebagai rambu yang dapat diperhatikan para pelaku industri dalam memproduksi sebuah konten siaran. 

Irsal berharap melalui forum diseminasi ini pihaknya mendapatkan sebuah masukan bagaimana menyikapi fenomena sinetron dengan memenuhi unsur adab dan etika perilaku. “Pernah terjadi di sinetron Indonesia yang mencapai ribuan episode dan tayang setiap hari. Tema sinetron tidak sepadan dengan masyarakat Indonesia di plot pada jam tayang yang tidak tepat. Rambu siaran yang ada sudah di atur dalam P3SPS seharusnya menjadi rujukan dalam memproduksi sebuah program,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Prof. Budi Suryadi mengatakan, komitmen antara KPI dan Universitas Lambung Mangkurat telah terjalin dengan baik bersama-sama meningkatkan kualitas media di Indonesia. Dengan melibatkan akademisi, langkah KPI sebagai regulator akan semakin menguatkan identitas siaran melalui dasar akademis hingga tinjauan padangan dari pakar bidang penyiaran. 

Sebagai akademisi, Prof. Budi mengatakan, menciptakan suasana nyaman bagi industri kreatif tidaklah mudah, apalagi beririsan dengan kemajuan teknologi yang sudah digital. Dia menambahkan tayangan berkualitas adalah tayangan yang mampu memberikan edukasi dan informasi yang akurat yang bertanggung jawab kepada masyarakat. Jika tayangan TV tidak mampu memenuhi kebutuhan informasi yang positif, maka dipastikan fungsinya sebagai media sudah melenceng.

“Fungsi media adalah wahana masyarakat mendapatkan informasi yang akurat bersanding dengan industri kreatif dan itu sulit karena bicara tentang selera setiap orang yang tidak sama. Tapi di media mainstream seperti televisi dan radio tentu telah melewati berbagai tahapan proses produksi. Beda dengan konten digital saat ini,” tandas Budi. Maman/Editor: RG

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.