Jakarta -- Migrasi siaran analog ke digital tahap pertama di enam wilayah dijadwalkan pada 17 Agustus 2021. Berbagai persiapan telah dilakukan agar pelaksanaan perpindahan teknologi penyiaran ini berjalan lancar. Salah satunya dengan membentuk tim gugus tugas digital di enam wilayah diantaranya Aceh I, Kepulauan Riau (Kepri) I, Banten I, Kalimantan Timur (Kaltim) I, Kalimantan Utara (Kaltara) I dan Kalimantan Utara (Kaltara) III. Salah satu tugas utama tim melakukan sosialisasi kepada masyarakat. 

Hingga saat ini, tim hasil inisiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan pelibatan KPID, Dinas Kominfo, LPPL (Lembaga Penyiaran Publik Lokal) TVRI dan Lembaga Penyiaran Lokal (TV Lokal) telah melaksanakan sosialisasi di Aceh dan Kepulauan Riau (Kepri). 

Saat kegiatan sosialisasi secara daring untuk Provinsi Kepri, Selasa (6/7/2021), Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menjabarkan tentang keuntungan beralih dari siaran analog ke siaran digital. Menurutnya, percepatan digitalisasi penyiaran akan menyelesaikan tiga masalah yang kerap dihadapi masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah perbatasan, terluar atau terpencil, yakni soal blankspot, nasionalisme serta luberan siaran asing.

“Siaran digital ini sangat penting untuk menjaga nasionalisme karena siaran nasional akan diperoleh dengan mudah oleh masyarakat dimanapun dia berada. Selama ini, masyarakat yang tidak dapat  siaran nasional menggunakan parabola agar dapat menangkap siaran. Open sky policy (kebijakan langit terbuka) membuat siaran-siaran dari luar diterima secara mudah dan ini mengkhawatirkan kita,” jelasnya.

Hadirnya siaran digital akan menutup dominasi siaran dari negara tetangga di wilayah perbatasan. Sistem ini akan membuka lebar siaran Indonesia hadir dan menjadi tuan rumah untuk masyarakatnya. “Saya  rasa masyarakat Kepulauan Riau sudah paham bagaimana siaran negara tetangga. Jadi kenapa TV digital ini penting, tak lain agar siaran Indonesia  masuk dan hadir di masyarakat,” tegasnya.

Selain itu, digitalisasi penyiaran akan membuka ruang untuk kolaborasi konten. Menurut Reza, setiap daerah pasti memiliki produsen konten. Industri ini tumbuh di luar industri penyiaran dan bermain dalam media yang berbeda. 

“Dengan sistem siaran baru ini, kedua hal itu dapat dikolaborasikan. Hal ini akan menghadirkan tontonan yang menarik dan bemanfaat karena banyak sineas muda bermunculan yang mungkin sejak SMA mereka biasa membuat ruang tersendiri yang menarik. Saya kira berkolaborasi ini penting dan bermanfaat bagi setiap daerah untuk bersiaran lokal,” jelas Echa, panggilan akrabnya. 

Terkait gugus tugas digital daerah, Reza berharap tim terlibat dalam pendistibusian STB (set top box) bagi masyarakat tidak mampu. Tim diminta mengumpulkan seluruh data keluarga yang tidak mampu dan berkoordinasi langsung ke Kementrian Kominfo. “Kita ingin STB yang diterima masyarakat benar-benar tepat sasaran. Ini bisa dijuga disosialisasikan lewat lembaga penyiaran,” katanya.  

Dalam kesempatan itu,  Reza menyampaikan kesiapan KPI menghadapi digitalisasi penyiaran dari aspek pengawasan. “Kami sudah mulai meng-upgrade sektor pengawasan dalam hal ini peralatan pengawasan termasuk dengan melibat teknologi AI (Artificial Inteligence),” tandasnya.

Gubernur Provinsi Kepri, Ansar Ahmad, menyambut baik pelaksanaan ASO di daerahnya. Menurutnya, alih teknologi siaran ini dapat mengejar ketertinggalan Indonesia, utamanya Kepri, dari negera tetangga. Kehadiran siaran digital juga menghilangkan interperensi siaran radio lokal dengan siaran negara tetangga.

“Masuknya Kepri untuk ASO tahap I patut diapresiasi. Ini juga menjadi pengawaal nasionalisme di perbatasan karena Kepri sudah biasa mendengar atau melihat siaran luar. Siaran digital ini bisa membantu pemda untuk promosi program pemerintah daerah dan sosialisasi sumber daya alam yang  kaya di Kepri sebagai daerah tujuan wisata maupun industri,” kata Ansar dalam sambutannya di kegiatan ini.

Selain itu, hadirnya penyiaran digital di daerah dapat membuka peluang usaha baru dan memicu pertumbuhan ekonomi dengan hadirnya rumah-rumah produksi konten lokal. “Nantinya ini akan menghiasi konten lokal di Kepri,” tuturnya. 

Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Ahmad M. Ramli, mengimbau masyarakat khususnya di Kepri agar dicek  pesawat TV di rumah apakah sudah terformat dengan sistem digital. Jika belum, masyarakat cukup membeli STB dengan harga yang diperkirakan antara 100-200 ribu. 

“Meskipun sistem siaran telah berganti siaran digital, tetap saja penerimaan siarannya free to air alias gratis,” tandas Ramli yang berkesempatan membuka kegiatan sosialisasi TV digital untuk Provinsi Kepri. ***/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.