Bekasi - Penyiaran digital seharusnya bukan sekedar alih teknologi yang membuka lebih banyak peluang bisnis. Tetapi penyiaran digital harus memungkinkan masyarakat mendapat informasi yang berkualitas dan hiburan yang sehat. Selain itu, siaran digital yang mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia, dapat menjadi instrumen merawat nasionalisme di era digital. Hal tersebut dikatakan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela, dalam acara “Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital” yang digelar secara virtual untuk masyarakat Sulawesi Utara, (23/11). 

Dalam pemaparannya, Hardly mengatakan, melalui penyiaran digital ini paling tidak dapat diwujudkan tiga ketahanan. Yaitu ketahanan informasi yang didapat dari hadirnya lembaga-lembaga penyiaran sebagai tempat masyarakat melakukan verifikasi informasi yang didapat dari berbagai platform media. “Pada era disrupsi ini ada banyak informasi yang diperoleh masyarakat, siaran televisi menjadi sarana bagi masyarakat untuk melakukan verifikasi,” paparnya. Selanjutnya adalah ketahanan budaya, terang Hardly. Berbagai penetrasi budaya asing yang masuk melalui berbagai saluran media khususnya internet akan memiliki daya tangkal. Yakni lewat siaran digital yang mencapai seluruh wilayah Indonesia, dan memberi ruang lebih besar untuk menyiarkan budaya yang berakar pada masyarakat Indonesia, ujarnya.  Dengan adanya ketahanan informasi dan ketahanan wilayah ini, penyiaran digital juga memberi kontribusi untuk mewujudkan keutuhan wilayah. Hal ini dikarenakan, tidak ada lagi masyarakat di wilayah tertentu yang merasa bukan bagian dari Indonesia. 

Selain memaparkan hal tersebut, Hardly juga menyampaikan tentang tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital. Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengamanatkan analog switch off (ASO) maksimal pada dua tahun ke depan. Untuk itu dibutuhkan roadmap atau peta jalan dari setiap tahapan menuju ASO tersebut. Saat ini terdapat 34 provinsi yang dapat mengakses siaran digital lewat multiplekser TVRI. Namun hanya 12 provinsi saja yang sudah ada siaran digital dengan konten dari televisi swasta. Hardly melihat pemerintah harus didorong agar di semua wilayah ini dapat mengakses siaran digital dari seluruh televisi swasta. 

Hardly juga menyinggung tentang partisipasi masyarakat dalam realisasi penyiaran digital. Partisipasi itu dapat dilakukan mulai dari keterlibatan pada proses perumusan kebijakan, ikut mensosialisasikan, mengawasi implementasi, dan memberikan masukan sebagai umpan balik kepada pemerintah. Saat ini sudah ada peraturan menteri komunikasi dan informatika tentang rencana induk frekuensi radio untuk siaran televisi digital pada frekuensi UHF. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan ikut memastikan daerahnya sudah mendapat layanan digital sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana induk. 

KPI sendiri, ujar Hardly, telah menyiapkan strategi menyongsong penyiaran digital. Yakni konsolidasi dan penataan kelembagaan, pengembangan infrastruktur pengawasan, pembaharuan regulasi penyiaran, peningkatan kapasitas SDM penyiaran, serta penguatan peran serta masyarakat melalui gerakan literasi sejuta pemirsa. Gerakan ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki kapasitas literasi yang baik dan semakin kritis dalam memilih serta memilah tontonan. Dengan begitu, akan menjadi sebuah ekosistem untuk tumbuh dan berkembangnya konten siaran yang baik pula. 

Sosialisasi ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia Eris Munandar, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Mohamad Reza, serta Ketua KPID Sulawesi Utara Olga Pelleng yang menjadi moderator.  Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama KPI dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kemenkominfo. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.