Jakarta - Penyelenggaraan penyiaran digital harus dapat memberikan kesempatan lebih luas bagi industri penyiaran lokal dan daerah untuk berkiprah lebih banyak. Terbukanya saluran-saluran baru dalam frekuensi digital merupakan sebuah peluang bagi rumah-rumah produksi di daerah untuk mengisi, khususnya dengan konten-konten yang menjadi khas daerah tersebut. Dengan demikian hak-hak masyarakat di daerah untuk terlibat dalam penyelenggaraan penyiaran dapat terpenuhi. Hal tersebut disampaikan Irsal Ambia, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) koordinator bidang kelembagaan dalam acara Diskusi Kelompok Terpumpun Evaluasi Sistem Stasiun Jaringan yang diselenggarakan secara virtual, (9/11).
Irsal mengatakan, KPID harus dapat mengelola untuk mendorong kontribusi industri penyiaran lokal ikut ambil bagian ketika digitalisasi penyiaran dimulai. “Semestinya, dengan makin terbukanya saluran lewat penyiaran digital, makin terbuka pula kesempatan untuk industri penyiaran lokal berkiprah,”ujarnya.
Selain itu Irsal menilai harus ada format ulang aturan tentang siaran konten lokal dalam implementasi sistem stasiun jaringan, setelah ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Harapannya, ujar Irsal, dalam Peraturan Pemerintah, Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat mengakomodir model sistem stasiun jaringan yang berimplikasi pada siaran konten lokal.
Terkait pelaksanaan konten lokal ini, Ketua KPI Agung Suprio memaparkan berbagai terobosan yang dilakukan KPI agar lembaga penyiaran dapat memenuhi kewajiban regulasi dalam SSJ. Dalam undang-undang jelas ditegaskan bahwa lembaga penyiaran yang berjaringan memiliki kewajiban menyiarkan konten lokal minimal 10% dari durasi waktu siar dalam satu hari. KPI, ujar Agung, pernah mengeluarkan kebijakan agar konten lokal dapat disiarkan bersama di waktu yang produktif. Selain itu, KPI Juga pernah mengusahakan untuk menjadikan bahasa lokal sebagai pengantar siaran lokal.
Agung mengakui, tidak semua lembaga penyiaran dapat memenuhi aturan ini. Namun dalam setiap evaluasi tahunan yang dilakukan KPI untuk semua televisi berjaringan, selalu ada laporan tentang peningkatan durasi siaran konten lokal. Beberapa masukan dari lembaga penyiaran disampaikan kepada KPI terkait pelaksanaan siaran konten lokal ini. Diantaranya, kalau mengikuti aturan tentang definisi konten lokal yang berdasarkan provinsi atau wilayah layanan siaran, dapat dipastikan dalam satu tahun sudah habis semuanya dieksplorasi. “Sehingga lembaga penyiaran cenderung melakukan siaran ulang atau re-run, “ujar Agung. Ada juga usulan untuk dimungkinkannya cross culture dalam siaran konten lokal. “Jadi konten lokal Papua dapat disiarkan sebagai konten lokal di wilayah lain,”papar Agung. Usulan lain dari kalangan industry penyiaran adalah terkait kebudayaan yang mirip di beberapa provinsi. Harapannya, kemiripan ini dapat dimaklumi dan diakomodir sebagai sebuah konten lokal pada beberapa wilayah layanan siaran. KPI sendiri, dalam pengawasan konten lokal telah memanfaatkan aplikasi teknologi informasi. Lewat aplikasi ini, ujar Agung, dapat dilihat jumlah konten lokal pada masing-masing induk jaringan televisi.
Pada kesempatan itu, hadir pula Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) Mohammad Riyanto. Dirinya menerangkan tentang sejarah hadirnya kebijakan konten lokal yang berkiblat pada konsep penyiaran di Amerika Serikat. Kebijakan ini diadopsi dalam undang-undang penyiaran guna menghadirkan keberagaman konten. Namun demikian Riyanto mengingatkan bahwa kewajiban konten lokal batasannya hanya sepuluh persen menurut undang-undang. KPI sebagai regulator, diharapkan mampu memikirkan kembali untuk adanya perbaikan regulasi sistem stasiun jaringan. Riyanto menjelaskan, secara regulasi konten lokal ini diharuskan hadir di tengah masyarakat. Namun demikian market atau pasar dapat dikatakan tidak mengamini kehadiran konten lokal. “Sehingga lembaga penyiaran kesulitan untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan regulasi,”ujarnya. Harapannya, KPI dapat menjadi fasilitator bagi lembaga penyiaran dan pemerintah untuk dapat mengangkat konten lokal.
Dalam evaluasi tersebut hadir pula anggota Komisi I DPR RI Yan Parmenas Mendenas sebagai narasumber, serta Soekamto selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam acara yang dimoderatori Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Aswar Hasan, hadir perwakilan KPI Daerah yang selama ini turut melakukan pemantauan siaran lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan