Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan melayangkan surat sanksi teguran tertulis untuk program siaran drama “Revolutionary Love” di Trans TV. Drama TV asal Korea Selatan ini ditemukan menayangkan adegan tak pantas dan tidak sesuai dengan ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dan telah disampaikan ke Trans TV, beberapa waktu lalu.
Dalam surat itu dijelaskan, adegan pelanggaran ditemukan tim pemantauan KPI Pusat dalam program siaran “Revolutionary Love” tanggal 11 Juni 2020 pukul 10.11 WIB. Bentuk pelanggaran berupa tampilan seorang wanita dalam keadaan mabuk dan berkurang kesadarannya dengan beberapa botol minuman di sampingnya.
Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, selain melanggar aturan P3SPS, adegan di atas jelas tidak sesuai dengan nilai, budaya, dan norma yang berlaku di Indonesia pada umumnya.
“Adegan tersebut tidak sesuai dengan budaya kita. Ini memberi contoh kurang baik bagi anak-anak dan remaja kita. Mereka bisa mencontoh meminum minuman keras dan mabuk atau menganggap hal seperti itu sebagai perilaku yang wajar. Terlebih tayangan ini dikategorikan sebagai tontonan remaja yang ditayangkan pada jam anak. Apalagi tayangan drama Korea sekarang banyak digandrungi tidak hanya oleh para remaja tapi juga anak-anak,” jelasnya, Kamis (16/7/2020).
Berdasarkan rapat pleno penjatuhan sanksi, ada 6 (enam) pasal di P3SPS yang tidak dilanggar oleh adegan tersebut. Keenam pasal itu adalah Pasal 14 ayat (2) P3, Pasal 18 P3, Pasal 21 ayat (1) P3, Pasal 15 ayat (1) SPS, Pasal 27 ayat (2) SPS, dan Pasal 37 ayat (4) SPS.
“Pasal-pasal ini menyangkut ketentuan pelarangan dan pembatasan tentang muatan rokok, NAPZA dan minuman beralkohol. Selain itu juga aturan tentang penggolongan program siaran serta perlindungan terhadap anak dan remaja dalam isi siaran,” kata Mulyo.
Dalam kesempatan ini, Mulyo Hadi Purnomo meminta Trans TV dan seluruh lembaga penyiaran untuk lebih teliti dan mampu mengkategori tayangan yang pantas masuk klasifikasi R (remaja). “Jangan sampai tayangan dengan klasifikasi R justru mengajarkan hal-hal negatif yang kemudian membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut kepada remaja dan anak-anak sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya. ***