Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, didampingi Kabag Perecanaan, Hukum dan Humas, Umri, memberi penjelasan tentang tugas dan fungsi KPI kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro saat berkunjung ke Kantor KPI Pusat, Jumat (1/11/2019).
Jakarta -- Banyak orang yang belum mengetahui tugas dan fungsi Komisi Penyiaran Indonesia menyatakan, lembaga ini sebagai biang keladi atas adanya sensor dan pemburaman (bluring) terhadap tayangan di televisi. Bahkan, stigma yang sama datang dari mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang yang berkunjung ke KPI Pusat, Jumat (1/11/2019).
“Saya awalnya berpikir KPI yang melakukan sensor dan bluring terhadap tayangan televisi seperti pada salah satu tayangan kartun Spongebob. Ternyata setelah saya mendengarkan penjelasan tentang tugas dan fungsi KPI secara langsung, ternyata bukan KPI yang melakukan blur dan sensor tersebut,” kata Annisa, Mahasiswi yang ikut dalam rombongan.
Menurut Nisa, penjelasan tentang tugas dan fungsi KPI berdasarkan Undang-Undang Penyiaran yang diterima saat berkunjung ke KPI Pusat merubah langsung pandangan dirinya terhadap KPI. “Kesan saya setelah kunjungan ini membuat pandangan saya pada KPI lebih terbuka dan stigma tersebut jadi hilang. Saya merasa senang mendapatkan pengetahuan yang tidak saya ketahui sebelumnya dan akan sampaikan ke yang lainnya,” tuturnya.
Pendapat senada tentang KPI juga disampaikan Yuda. Awalnya, Mahasiswa Fakultas Hukum ini menanyakan perihal KPI melakukan sensor dan blur terhadap tayangan tersebut. Menurutnya, jika KPI bisa menyensor dan bluring, kenapa tidak melakukannya untuk tayangan sinetron.
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam sambutannya mengatakan, KPI bekerja berlandaskan aturan dalam Undang-Undang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Berdasarkan regulasi itu, KPI tidak ada kewenangan melakukan sensor dan pemburaman terhadap tayangan. Bahkan, pihaknya tidak memiliki hak mengintervensi lembaga penyiaran saat sebelum dan penayangan.
“Adanya sensor dan blur merupakan wujud dari rasa takut lembaga penyiaran terhadap KPI. Namun, ketakutannya ini berlebihan karena ada pemahaman yang belum tuntas terhadap aturan yang ada. Selain itu, faktor sanksi yang diberikan KPI atas pelanggaran siaran dapat membuat kerugian secara finansial,” jelas Hardly.
Menurut Hardly, sanksi dari KPI membuat lembaga penyiaran jadi lebih berhati-hati saat bersiaran. “Meskipun ada efek jera dari sanksi yang kami berikan, sesungguhnya hal itu bagian dari upaya kami agar lembaga penyiaran memperbaiki tayangannya,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Hardly meminta mahasiswa menjadi agen literasi dan influencer positif bagi masyarakat. “Ceritakan pengalaman kalian setelah berkunjung dan mendapatkan pengetahuan tentang kami kepada masyarakat. Jelaskan bahwa KPI tidak hanya bekerja berdasarkan hitam di atas putih saja. Saya berharap kegiatan seperti ini diadakan di lingkungan kampus dan menjadi bahan diskusi yang konstruktif,” tandasnya. ***