Jakarta - Masyarakat Betawi dicitrakan media saat ini seakan tidak berpendidikan, asal bicara, pelit, terbelakang dan pembuat kegaduhan. Hal itu dapat dilihat dari beberapa program televisi, terutama sinetron.
"Padahal kenyataannya banyak orang Betawi yang cerdas, berprinsip dan berpikiran maju seperti tokoh pers nasional kelahiran Betawi, Pak Mahbub Djunaidi ini. Hanya saja sedikit sekali diangkat menjadi ide program siaran. Jikapun ada kadang dinilai oleh masyarakat Betawi tidak sesuai penggambarannya," kata Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta saat melakukan Literasi Media kepada Masyarakat Betawi di Pasar Seni, Ancol, Jakarta Utara, belum lama ini.
Literasi Media yang bertajuk Edukasi Penonton Cerdas; Peningkatan Pemahaman Literasi Media Masyarakat Betawi diselenggarakan oleh KPI DKI Jakarta bekerja sama dengan Komunitas Betawi Kita. Acara tersebut dirangkai dengan acara mengenang Hari Lahir Tokoh Pers Nasional, Mahbub Djunaidi yang jatuh pada tanggal 27 Juli.
Selain Rizky, pembicara lain yang hadir komisioner Bidang Isi Siaran KPI DKI Jakarta, Arif Faturrahman; founder dan Ketua Betawi Kita, Roni Adi; chief editor Betawikita.id, Fadjriah Nurdiarsih; serta H. Fadhlan Djunaidi (adik Kandung Mahbub Djunaidi).
Roni Adi mengatakan, banyak cerita yang dihadirkan oleh lembaga penyiaran kadang terjebak hanya menceritakan masa lalu. Penggambaran orang Betawi juga tidak sesuai.
"Ada beberapa tayangan yang disenangi masyakarakat, tapi kadang ada beberapa sisi yang menurut kita tidak pas menggambarkan karakter kebetawiannya. Padahal banyak sekali cerita Betawi yang dapat diangkat dan digemari masyarakat seperti Film Benyamin Suaeb dan Sinetron Si Doel Anak Betawi," tutur Roni.
Sementara itu, Fadjriah Nurdiarsih, pegiat media siber sekaligus Pengurus Lembaga Kebudayaan Betawi mengingatkan karena media sebagai sebuah industri juga merupakan entitas bisnis, maka seringkali penayangan suatu acara di media televisi dan media siber lebih banyak didasarkan kepentingan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin ketimbang melaksanakan fungsi utama pers yakni informasi, edukasi, koreksi, rekreasi dan mediasi.
Untuk itu Fadjriah menyarankan agar komunitas Betawi dapat membuat jurnalisme warga melalui media siber dan media televisi berbasis siber agar bisa mengambil alih fungsi utama pers tersebut.
Rizky melanjutkan, di tengah arus informasi yang semakin terbuka dan program siaran yang banyak dianggap tidak berkualitas diperlukan ide dan masukan. Ide gagasan tersebut disampaikan kepada lembaga penyiaran agar memproduksi tayangan yang lebih berkualitas, mencerdaskan dan dibutuhkan masyarakat.
"Masyarakat Betawi harus dapat menyumbang ide serta masukan kepada Lembaga Penyiaran atau production house agar dapat memproduksi tayangan maupun program yang mencitrakan masyarakat Betawi lebih positif," terang Rizky yang juga membidangi Pengawasan Isi Siaran di KPI DKI Jakarta.
Selain itu Rizky berpesan kepada masyarakat Batawi agar dapat menjadi penonton cerdas. Penonton yang dapat memilah dan memilih tayangan yang berkualitas dan mencerdaskan.
"Penonton selektif memilih tayangan sehingga produk siaran tidak berkualitas lama kelamaan ditinggalkan beralih ke program tayangan yang berkulitas dan mencerdaskan. Cerdas penontonnya, berkualitas siarannya,” ujarnya. Red dari nusantararmol