Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bertemu dengan pengurus Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI), Jumat (20/4/2018), di Kantor KPI Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bertemu dengan pengurus Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI), Jumat (20/4/2018), di Kantor KPI Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut dimanfaatkan APMI untuk menyampaikan pendapat dan masukan terkait permasalahan lembaga penyiaran berlangganan (LPB) di bawah asosiasinya.

Dalam pertemuan itu, hadir Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, dan Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio. Sedangkan dari APMI dihadiri lengkap seluruh jajaran pengurusnya.

Ketua Umum APMI, Ade Tjendra, di awal pertemuan menyampaikan pendapatnya soal siaran-siaran asing yang masuk ke Indonesia melalui perangkat parabola. Menurutnya, siaran tersebut tidak mengindahkan adanya ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti pedoman siaran yang dibuat KPI. “Siaran asing tersebut dapat dinikmati dengan bebas bahkan tanpa sensor oleh masyarakat Indonesia,” katanya kepada KPI Pusat.

Ade mengatakan, para distributor parabola dan perangkat decoder seolah-olah sudah berperan sebagaimana layaknya LPB dengan menyediakan fasilitas untuk menerima siaran asing. Padahal, menurut Pasal 27 UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran secara tegas menentukan syarat-syarat sebuah LPB yang tidak pernah dipenuhi oleh para distributor tersebut.

Menurut Ade, pihaknya memandang sudah selayaknya setiap siaran asing yang mempunyai overspill siaran di Indonesia agar pemilik siaran melakukan pengacakan terhadap siarannya yang dapat ditangkap di sini.   

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, persoalan siaran asing melalui teknologi parabola tidak lepas dari adanya kebijakan langit terbuka atau open sky policy oleh Pemerintah untuk menutup daerah-daerah blankspot di tanah air. Kebijakan ini hadir sebelum ada UU Penyiaran, sehingga persoalan teknologi parabola tidak masuk sebagai sebuah lembaga penyiaran. “Karena itu, tidak ada yang mengaturnya di UU Penyiaran,” jelasnya.

Menurut Agung, keberadaan parabola sudah ada sejak Orde Baru (Orba), sebelum LPB ada. Namun, sejak LPB mulai berkembang, jumlah pengguna parabola mulai berkurang terutama di wilayah perkotaan besar.  

Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin menambahkan, kebijakan langit terbuka memiliki jasa besar terhadap negara ini untuk menutup wilayah-wilayah yang belum terjangkau siaran.

Dalam kesempatan itu, Rahmat sepakat dengan APMI terkait konten yang tidak memiliki landing right harus segera disikapi. Permasalahan ini, kata Dia, akan didiskusikan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). “Karena ini berkaitan dengan konten tidak hanya sekedar informasi tapi juga menyangkut ideology bangsa,” tambahnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.