Jakarta - Syahdan, pada 1 April 2009, hampir sembilan tahun lalu, pukul 11.30 WIB, langit di atas Kota Solo cerah dibalut nuansa warna biru toksa. Semilir angin menerpa wajah-wajah ceria masyarakat Solo yang berkumpul di halaman muka kantor DPRD Kota.
Hariadi Saptono, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Surakarta, bersiap diri di panggung sambil membenahi letak mikropon di depannya, bersiap membacakan sebuah deklarasi yang terbungkus map bermotif batik berwarna hitam coklat. Sejenak matanya menatap tajam ke arah orang-orang yang berkumpul di mukanya. Tampak pula wajah para legenda ada di kerumunan massa. Mbah Gesang, Ibu Waljinah dan beberapa tokoh penyiaran terlihat khidmat menunggu orasi.
Tak lama, suara Hariadi membacakan bait-bait kata dari sebuah deklarasi menggema dari pengeras suara di sebelahnya. Deklarasi tentang pentingnya mengingat salah satu prosesi dari bangkitnya negeri ini menuju kemerdekaan. Deklarasi tentang Hari Penyiaran Nasional. Itulah sepenggal cerita bagaimana untuk pertama kali Deklarasi Hari Penyiaran Nasional yang disingkat HARSIARNAS dikumandangkan.
Sejak Deklarasi yang diinisiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan sejumlah tokoh penyiaran seperti Hari Wiryawan di bacakan oleh Ketua DPRD Solo Hariadi Saptono, 1 April menjadi pengingat betapa penyiaran menjadi salah satu elemen tak terpisah ketika bangsa ini merintis untuk maju dan mandiri.
Saat ini, Komisi Penyiaran Indonesia sedang menunggu penandatanganan surat keputusan tentang penetapan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo. ***