Bandung - Kesenjangan antara hasil Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan rating televisi harus dijembatani dengan membangun kesadaran kolektif akan pentingnya kehadiran program siaran yang berkualitas di tengah masyarakat. Hal tersebut terungkap dalam Diseminasi Hasil Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang mengangkat topik diskusi: Optimalisasi Hasil Survey dalam Menjaga Kelangsungan Program Siaran yang Sehat, (30/11).

Hery Margono dari Dewan Periklanan Indonesia (DPI) menyarankan agar KPI mulai melakukan gerakan penyadaran tersebut di tengah masyarakat dan pemangku kepentingan penyiaran. Literasi media untuk masyarakat dan untuk pengelola industri penyiaran juga menjadi sebuah jalan keluar.

Hery menilai, jika sudah muncul kesadaran kolektif tersebut, semua pihak harus diajak memberikan kontribusi bersama dalam mewujudkan program siaran yang berkualitas ini. “KPI dapat melakukan roadshow ke perusahaan-perusahaan pengiklan baik itu APPINA, P3I dan lainnya, untuk memastikan pihak pengiklan pun memberi kontribusi positif untuk keberlangsungan program siaran yang baik”, ujarnya. Hery juga memaparkan perbedaan yang didapat dari hasil survey yang dilakukan KPI dengan data pemeringkatan program siaran televisi yang selama ini menjadi acuan dari industri televisi.

Dalam kesempatan tersebut, Irfan Wahid Ketua Pokja Industri Kreatif Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) turut hadir menjadi pembicara. Sebagai praktisi yang berpengalaman bertahun-tahun di industri kreatif, Irfan menjelaskan logika produksi program di televisi. Dirinya menyadari bahwa yang dibutuhkan oleh audiens atau penonton adalah program siaran yang informatif, edukatif namun juga menghibur. Karenanya, untuk mendapatkan kombinasi tiga hal tersebut, Irfan menilai pemerintah harus tegas dalam menjalankan regulasi. “Dunia kreatif tidak akan pernah terbatasi dengan ketat atau tidaknya aturan. Itu tidak ada hubungannya!” tegas Irfan.

Selain meminta penegakan aturan secara tegas, Irfan juga memaparkan tantangan pemerintah dalam meregulasi industri kreatif ke depan, termasuk perkembangan digitalisasi dan konvergensi media. Setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan, ujar Irfan. “Yakni, proteksi, regulasi, edukasi dan sosialisasi,” ujarnya.  Tuntutan hadirnya program siaran yang berkualitas, menurutnya, harus diiringi dengan penegakan regulasi secara tegas serta proses edukasi masyarakat dalam mengkonsumsi konten siaran tersebut.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Kelembagaan Prof Obsatar Sinaga menyampaikan tentang peran strategis KPI sebagai regulator dalam menjaga keberlangsungan program siaran yang sehat. Obsatar menjelaskan tentang survey yang selama ini sudah dilakukan oleh KPI di tengah masyarakat di 12 (dua belas) kota besar di Indonesia. Menurut Obsatar, ada tiga faktor yang mempengaruhi kehadiran program siaran berkualitas di tengah masyarakat. Yakni faktor regulasi, produksi dan konsumsi. Obsatar menjelaskan bahwa regulasi yang tepat dalam pengelolaan penyiaran, harus didukung dengan kesadaran yang benar akan produksi program siaran yang baik. “Harus ada komitmen yang kuat dari pekerja di industri penyiaran untuk bekerja professional dan selaras dengan kepentingan bangsa ini”, ujarnya. Sedangkan dari sisi konsumsi, Obsatar melihat bahwa masyarakat sebagai pengguna akhir dari produk-produk penyiaran juga harus mampu dan mau bersuara ketika layar kaca sudah tidak layak lagi menjadi tontonan ataupun tuntunan. Jika masyarakat juga mau tegas menolak program-program berkualitas rendah, tentu dengan sendirinya terjadi perubahan pada selera masyarakat yang kemudian memaksa stasiun televisi untuk tidak lagi memproduksi dan pengiklan untuk tidak lagi menjadi sponsor program-program tersebut.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.