Jakarta – Rangkaian pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) di sejumlah daerah mulai menggeliat sejak diumumkannya peserta pasangan kepala dan wakil kepala daerah oleh KPUD setempat. Setelah itu, para peserta Pemilukada bergerak cepat mencari simpati publik (kampanye) baik itu secara langsung maupun lewat media. Pada masa-masa itu, aktifitas pemantauan menjadi pekerjaan besar lembaga pengawas seperti KPI, Bawaslu dan KPU agar proses penyelenggaraan Pemilukada serentak di 101 daerah berjalan sesuai harapan.

Dalam konteks itu, semua aturan mengenai kampanye harus ditaati setiap para peserta. Demikian halnya dengan media. Mengapa, karena media memiliki andil besar dan bisa mempengaruhi dan mengarahkan opini publik melalui informasinya. Intinya, isi siaran yang seimbang, adil dan baik tentunya berdampak kondusif dengan jalannya Pemilukada.

Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah mengatakan, pemilukada dan penyiaran memiliki kaitan kuat karena ini menyangkut adanya hak publik di dalamnya. Hak publik itu antara lain hak mendapatkan informasi yang benar, akurat dan berkualitas.

Persoalan ini juga berkaitan dengan kebutuhan peserta terhadap lembaga penyiaran sebagai penghubung mereka dengan publik. “Karenanya, antara peserta dan lembaga penyiaran saling bergantung dan berkepentingan,” kata Nuning di depan puluhan peserta FGD (fokus grup diskusi) tentang Pengaturan dan Pengawasan Penyiaran Kampanye Serentak di Media Penyiaran yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Kamis, 27 Oktober 2016.

Menurut Nuning, berdasarkan kebutuhan dan hak publik tersebut seharusnya lembaga penyiaran bisa netral dan independen pada saat Pemilukada. Selain itu, lembaga penyiaran mesti mengikuti aturan dan batasan terkait penyiaran Pemilukada, baik itu menyangkut iklan, berita, talkshow dan lainnya berlandaskan peraturan KPU.

Apa yang disampaikan Nuning sangat beralasan dan searah dengan tujuan penyiaran sebabnya KPI Pusat sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab melakukan pengawasan isi siaran terus mengupayakan adanya keberimbangan isi siaran terlebih pada saat masa-masa berlangsungnya kampanye hingga pelaksanaan pemungutan suara dan juga proses setelahnya.

Sementara itu, Kabag Humas KPU Pusat Robby Leo mengatakan, pihaknya meminta adanya keberimbangan informasi atau pemberitaan pemilukada atau kampanye di lembaga penyiaran. Selain itu, setiap pemberitaan kampanye harus mengikuti aturan yang ada dalam peraturan penyiaran sesuai dengan ketentuan dalam PKPU.

Terkait dengan penayangan iklan politik peserta Pemilukada, KPU tetap berpijak dengan aturan 14 hari sesuai ketentuan KPU. Kemudian, iklan politik atau kampanye di fasilitasi oleh KPUD setempat karena menggunakan APBD. Selain itu, KPUD bisa menentukan jumlah penayangan dan durasi dengan memperhatikan azas keberimbangan dan keadilan. “Materi iklannya sesuai dengan peraturan yang berlaku,” katanya.

Terkait pengawasan Pemilukada 2017, kata Robby, pihaknya bersama KPI akan bekerjasama dengan membentuk gugus tugas di semua daerah yang menyelenggarakan Pemilukada. Tim ini akan melakukan pengawasan terhadap aktifitas penyiaran menyangkut Pemilukada di semua daerah tersebut. “Akan ada MoU antara KPU dan KPI menyangkut koordinasi penyiaran monolog dan dialog,” paparnya.

Di tempat yang sama, menyangkut konten siaran kampanye, Wakil dari Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Pusat, Siti Kofifah meminta materi pembeirtaan kampenye tidak mengandung unsur SARA. Hal ini untuk menciptakan suasana kondusif. Selain itu, materi kampanye berbau SARA masuk dalam konteks pidana.

Persoalan lain yang menjadi tantangan Bawaslu adalah terkait pengaturan kampanye di media sosial. Selain itu, pengawasan di media sosial belum ada. Padahal, media ini memiliki rentangan jangkauan yang jauh dan sangat lebar. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.