Jakarta - Diantara tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang disebutkan dalam regulasi adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Karenanya keberadaan juru bicara bahasa isyarat di televisi harus dikawal realisasinya, guna memenuhi hak-hak warga negara penyandang disabilitas, khususnya bisu dan tuli. Hal tersebut disampaikan oleh Komisoner KPI Pusat bidang kelembagaan, Ubaidillah, saat bertemu dengan perwakilan organisasi penyandang disabilitas bisu dan tuli, Pusat Layanan Juru Bicara Bahasa Isyarat (PLJ) dan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), (19/10).

Dalam kesempatan tersebut Jumiati dari PLJ menyampaikan bahwa para penyandang disabilitas khususnya bisu dan tuli membutuhkan juru bicara bahasa isyarat pada beberapa program di televisi. Diantaranya adalah program berita, debat politik, komedi dan komedi. Dirinya menyampaikan kritik atas program berita di televisi yang muncul terlalu pagi atau terlalu malam. Padahal, ada beberapa stasiun televisi yang sempat menyediakan juru bicara bahasa isyarat untuk program berita, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Dewi Setyarini mengapresiasi masukan dari kelompok masyarakat berkebutuhan khusus ini.  “Kami akan mendorong kalangan industri untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan juru bicara bahasa isyarat”, ujarnya. Bagaimana pun juga, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) mengakomodir kehadiran bahasa isyarat untuk digunakan dalam mata acara tertentu untuk khalayak berkebutuhan khusus.

Bambang Prasetyo dari  Gerkatin menyampaikan bahwa penyandang disabilitas bisu tuli mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi melalui media penyiaran. Dalam beberapa kesempatan organisasinya mendatangi beberapa lembaga penyiaran, namun tanggapan yang didapat justru mengatakan bahwa penyediaan juru bicara bahasa isyarat adalah kewajiban pemerintah.

Sedangkan catatan penting yang disampaikan oleh Jumiati adalah juru bicara bahasa isyarat harusnya disediakan pada program peringatan dini bencana. Jumiati memberikan contoh pada negara lain seperti Filipina dan Jepang yang memiliki problem bencana alam yang sama seperti Indonesia.  Ketersediaan juru bicara bahasa isyarat untuk program peringatan dini bencana ataupun pasca bencana akan meningkatkan keselamatan para penyandang disabilitas bisu dan tuli atas dampak yang timbul dari bencana.

Ubaidillah menegaskan, bahwa KPI sudah meminta komitmen dari 10 (sepuluh) lembaga penyiaran yang mengajukan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) untuk menyediakan juru bicara bahasa isyarat guna memenuhi hak-hak masyarakat penyandang disabilitas. Karenanya Ubai berharap,  organisasi masyarakat penyandang disabilitas ikut memberikan rumusan tentang teknis penyediaan juru bicara tersebut. Termasuk diantaranya standarisasi penggunaan jenis bahasa isyarat yang disepakati oleh seluruh kelompok penyandang disabilitas bisu dan tuli.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.