Desi Anwar membagikan 25 tahun pengalamannya di dunia penyiaran kepada peserta Sekolah P3SPS di Kantor KPI Pusat, Selasa, 10 November 2015.

Jakarta - Bekerja di dunia pertelevisian pada masa orde baru memang penuh tantangan. Begitulah yang diakui pembawa acara berita senior Desi Anwar, ketika mengisi materi pembuka Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS) di Kantor KPI Pusat Jakarta, Selasa, 10 November 2015.

Desi yang mengawali karirnya di RCTI pada 1990 itu mengaku harus bekerja ekstra untuk menyajikan program informasi yang kala itu dibatasi oleh rezim Presiden Suharto. “Pemerintah melarang program berita selain di TVRI. Maka kami membuat program dalam bentuk lain yang tetap bermuatan informasi untuk masyarakat,” kata wanita kelahiran Bandung, Jawa Barat, 11 Desember 1962 itu.

Pada masa itu, lanjut Desi, TVRI merupakan bagian dari alat kekuasaan pemerintah. Maka tidak heran jika program berita yang disiarkan TVRI identik dengan sudut pandang pemerintahan. Isinya seperti program, capaian dan prestasi pemerintah. Bahkan pemerintah mewajibkan semua televisi swasta menayangkan program acara Berita NAsional TVRI pada jam 7 malam. 

Desi yang kini bergabung dengan CNN Indonesia itu mengaku, aturan-aturan itu membuatnya dan tim terpacu untuk lebih kreatif. Akhirnya ia membuat program program-program seperti Seputar Indonesia, Nuansa Pagi, Buletin Siang dan Buletin Malam. Pada nama program-program tersebut tidak ada satupun yang memakai kata ‘berita’, karena memang dilarang. Dalam sudut pandang pemerintah saat itu, berita hanya boleh dirilis oleh TVRI. Sedangkan yang disiarkan televisi swasta hanya sekadar informasi.

Desi melanjutkan, akses televisi swasta terhadap instansi pemerintah sangat minim. “Bahkan kami tidak pernah dihubungi apabila pemerintah sedang ada acara,” kata Desi.

Desi tidak kehilangan akal, ia melihat celah bahwa berita yang selama itu ditayangkan TVRI selalu bersumber dari pejabat pemerintahan. Maka kemudian ia mengisi programnya dengan berita-berita tentang kondisi dan realita yang terjadi di masyarakat.

Kami meliput kondisi masyarakat. Menayangkan nasib anak yang menderita Hydrocefalus. Dan untuk pertama kalinya kami mewawancarai orang biasa,” ungkap Desi. Sejak saat itu, imbuhnya, masyarakat merasa punya suara di media. Mereka bisa menyuarakan kegundahannya terhadap pemerintahan. Hal itu menjadi tonggak penting dalam lahirnya Demokrasi di negara ini.

Kreasi program yang baik akan menimbulkan dampak yang hebat. Selain menyuarakan aspirasi masyarakat, Desi mengatakan, program Nuansa Pagi juga telah melahirkan kebiasaan baru bagi masyarakat yaitu menonton berita di pagi hari. “Belum ada stasiun televisi lain yang melakukan hal itu (siaran berita pagi hari),” kata Desi. Selain itu ia juga memulai program acara talkshow di TV. Konsep program itu juga mengawali budaya dialog di televisi. Yang perlu diingat, semua kreasi itu lahir dari aturan-aturan orde baru yang represif terhadap media. 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.