Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anis Baswedan mengusulkan adanya satu kanal atau siaran TV yang aman untuk publik. Selain aman, keberadaan kanal atau televisi ini memberikan alternatif bagi publik itu sendiri. Hal itu disampaikannya pada saat pertemuan dengan Ketua dan Anggota KPI Pusat di kantor Kemendikbud di bilangan jalan Sudirman, Senayan, Kamis, 20 Agustus 2015.

Menurut Anis, kanal aman tersebut dapat dijadikan tameng terhadap tontonan-tontonan yang berdampak buruk untuk masyarakat khususnya anak-anak. “Saya pikir Indonesia perlu memilikinya,” katanya.
Anis mencontohkan bagaimana Amerika Serikat dengan PBS-nya (Public Broadcasting Service) mampu melindungi publiknya terutama anak-anak ketika informasi serangan terhadap WTC menjadi tayangan utama di semua televisi. “PBS sama sekali tidak menyiarkan informasi tersebut. Mereka tetap kosisten menyiarkan tayangan untuk anak-anak dan program acara edukatif lainnya,” jelas Anis.

Public Broadcasting Service (PBS) adalah jaringan televisi penyiaran publik yang beranggotakan 345 stasiun televisi di 50 negara bagian Amerika Serikat, Puerto Riko, Kepulauan Virgin, Guam, dan Samoa Amerika. Sebagian di antara stasiun televisi tersebut dapat disaksikan pemirsa televisi lokal dan televisi kabel di Kanada. Walaupun, istilah broadcasting (penyiaran) juga meliputi penyiaran radio, PBS hanya menangani siaran televisi. Siaran radio penyiaran publik ditangani National Public Radio dan penyedia materi siaran seperti American Public Media dan Public Radio International.

PBS didirikan tahun 1969 untuk mengambil alih fungsi dari lembaga pendahulunya, National Educational Television (NET) yang merger dengan WNDT (Newark, New Jersey) menjadi WNET. PBS mulai mengudara hari Senin, 5 Oktober 1970. Pada tahun 1973, PBS merger dengan Educational Television Stations (divisi dari National Association of Educational Broadcasters).

PBS adalah perseroan terbatas nirlaba yang dimiliki secara kolektif oleh stasiun televisi anggota. Walaupun demikian, sebagian besar kegiatan PBS dibiayai Corporation for Public Broadcasting, sebuah lembaga terpisah yang didanai pemerintah federal Amerika Serikat. Kantor pusat PBS berada di Arlington, Virginia.

Selain mengusulkan dibuat satu kanal aman, Anis juga mengimbau setiap orangtua untuk berani memencet tombol merah di remote TV pada saat jam belajar anak. Tindakan ini dinilainya sebagai langkah baik bagi anak dan orangtua untuk fokus belajar tanpa gangguan siaran televisi.  “Harus ada kebiasaan seperti itu. Makanya, saya sangat setuju adanya peraturan daerah yang melarang menonton televisi pada saat jam belajar,” katanya.

Untuk mewujudkan kebiasaan ini, Anis mendorong perlunya sebuah gerakan nasional malu menonton televisi saat anak-anak sedang belajar. Gerakan ini diharapkan dapat merubah kebijakan stasiun televisi dalam memproduksi program acara. “Saya harap ini mematik kesadaran moral pemilik televisi untuk ikut bertanggungjawab memperbaiki kualitas isi siaran televisi,” pintanya yang langsung direspon positif  Ketua dan Anggota KPI Pusat yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Sebelumnya, di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan pelaksanaan program literasi media yang sudah dilakukan KPI. Menurut Judha, media literasi terhadap anak-anak usia sekolah dapat membentuk pelindung dalam diri mereka dari tayangan yang berdampak buruk. “Media literasi bagi mereka akan membuat mereka paham akan media dan menimbulkan rasa kritis mereka terhadap tontonannya. Jangan sekedar mereka hanya menonton saja,” katanya kepada Mendikbud.

Judha juga mengusulkan kepada menteri agar program literasi media dapat masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Jika masuk, penerapan ini dinilai akan sangat efektif dan langsung sasaran. “Jikapun tidak dapat, masuk dalam buku pelajaran saja sudah bagus,” tambahnya.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Komisioner KPI Pusat lainnya antara lain Bekti Nugroho, Danang Sangga Buana, dan Fajar Arifianto Isnugroho. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.