Jakarta – KPI Pusat menginginkan tayangan yang tidak pantas dan bertentangan dengan etika jurnalistik dalam program pemberitaan di sejumlah televisi dihilangkan. Keinginan ini sesuai dengan prinsip jurnalistik yakni memberikan edukasi yang baik serta aman untuk publik.

Dalam pertemuan yang dihadiri pimpinan dan perwakilan bagian redaksi beberapa stasiun televisi, Senin, 27 April 2015, Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengungkapkan sejumlah tayangan yang dinilai melanggar dalam program jurnalistik di beberapa stasiun televisi. Pelanggaran dilakukan dalam kategori mengerikan dan mengadung unsur destruktif.

“Tayangan bagi korban kekerasaan seksual harus wajib disamarkan baik wajah maupun indentitasnya pribadi, sosial maupu keluarga. Tindakan ini berlaku tidak hanya untuk kasus anak-anak saja tapi juga dewasa. KPI sangat perhatian untuk kasus seperti ini dan dengan tegas melindungi setiap korban tersebut,” kata Rahmat.

Contoh lain kata Rahmat tayangan perusakan terhadap barang atau apapun, tindak kekerasaan orang lain, kejadian atau kecelakaan yang menimbulkan kengerian, serta klip-klip video yang di dalamnya terdapat unsur ketidakpantasan harus mendapat perhatian untuk dihilangkan.

“Sekarang mulai muncul video klip usai acara berita. Memang klip ini untuk mengisi waktu jeda sebelum masuk ke program acara berikutnya. Tapi tolong diperhatikan dan teliti dengan video klip tersebut karena dihawatirkan berisi adegan yang tidak pantas,” jelasnya.

Terkait kekhawatiran KPI soal adegan kekerasaan yang bersifat desktruktif salah satu perwakilan dari Redaksi TV meminta kejelasan batasan yang tidak boleh dan boleh di tayangkan. Pasalnya, tayangan yang didapat adalah fakta dan itu diperlukan dalam pemberitaan. “fakta yang ada kan harus ditampilkan untuk melihat kebenarannya,” katanya.

Rahmat menanggapi bahwa tayangan yang mengandung unsur destruktif memiliki pengaruh terhadap publik karena ada anggapan hal itu sebagai suatu hal yang lumrah. “Kita khawatir jika tayangan perusakan gedung, mobil atau yang lain dianggap sesuatu lumrah oleh masyarakat. Kita tidak ingin ini ditiru,” katanya khawatir.

Meskipun begitu, Rahmat tidak menutup kemungkinan tayangan seperti itu ditampilkan dengan mempertimbangkan seberapa besar intensitas kekerasaannya dan juga durasinya secara terbatas dan diedit begitu juga dengan angle kamera sehingga tidak eksplisit. “Kami melihat kondisi seperti ini sesuai dengan Pasal 23 di SPS,” jelas Rahmat sembari menyebutkan pentingnya Sekolah P3SPS untuk menyamakan pandangan terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012. ***



















































 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.