Makassar - Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) resmi dibuka hari ini oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara (31/3). Hadir pula dalam pembukaan Rakornas, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan Rektor Universitas Hasanuddin. 

Pada kesempatan tersebut, Rudi mengingatkan tentang tiga momen penting yang akan dihadapi KPI dalam waktu dekat. Yakni, revisi undang-undang penyiaran, perpanjangan izin lembaga penyiaran pada tahun 2016, serta pembuatan aturan teknis pelayanan perizinan penyiaran sebagai pengganti dari peraturan-peraturan yang lama.

Setelah pembukaan Rakornas, acara dilanjutkan dengan Talkshow yang bertajuk Meneguhkan Penyiaran Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada talkshow tersebut, Rudi menegaskan bahwa undang-undang penyiaran yang tengah direvisi oleh DPR RI saat ini, akan selesai pada tahun 2015. “Saya yakin undang-undang akan selesai tahun ini, karena sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” ujar Rudi. 

Terkait MEA ini, Gubernur Sulsel mengharapkan ada gerakan secara nasional untuk menyiapkan masyarakat di daerah dalam menghadapi MEA.  “MEA ini bisa mengerjai Indonesia lho, hanya karena pihak luar punya modal teknologi informasi yang lebih hebat,” ujar Syahrul. Karenanya, Syahrul juga meminta ada Standar Operational Procedure (SOP) yang jelas terkait pendirian lembaga penyiaran. Sehingga profesionalitas dari lembaga-lembaga penyiaran yang berdiri dapat dijaga. 

Secara spesifik Syahrul juga mengingatkan bahwa informasi adalah sebuah kekuatan besar yang harus diatur oleh Negara, sebagai jalan mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa yang diatur konstitusi. Sejalan dengan itu, Rudi juga menilai penyiaran sebagai alat untuk integrasi bangsa. Hal ini pula yang diamini oleh Mahfudz Siddiq, sehingga dirinya meminta agar jangan sampai wajah Indonesia yang muncul di penyiaran menjadi tunggal dengan nilai-nilai yang didominasi dalam penyiaran saat ini.  

Dari kalangan praktisi penyiaran, Suryopratomo sebagai perwakilan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) ikut menyampaikan pendapat. Pria yang akrab disapa Tomi ini mengatakan, sebenarnya dibandingkan 9 (Sembilan) Negara ASEAN lainnya,  wajah penyiaran Indonesia lebih demokratis. Bahkan, banyak Negara ASEAN yang berharap memiliki sistem penyiaran seperti halnya di Indonesia. Tomi melihat bahwa dalam MEA nanti, profesi penyiaran belum termasuk dalam produk jasa yang disepakati untuk saling dikerjasamakan. Namun menurut Mahfudz Siddiq, penyiaran justru diletakkan dalam frame work (kerangka kerja) ASEAN Social and Culture Community. Karena itulah, Mahfudz melihat pentingnya strategi kebudayaan nasional dalam pengelolaan penyiaran di Indonesia.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.