Jakarta - Aturan terhadap program siaran di lembaga penyiaran berlangganan akan segera ditegakkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Diantaranya mengenai aturan sensor internal, penggantian siaran iklan asing dan penyediaan kunci parental di setiap layanan LPB. Hal tersebut disampaikan komisioner bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran KPI Pusat, Danang Sangga Buwana, dalam acara sosialisasi surat edaran KPI tentang kepatuhan menjalankan peraturan penyiaran bagi LPB, (21/1).

Saat ini lembaga penyiaran di Indonesia berkembang demikian pesat, terutama di daerah pelosok-pelosok yang merupakan blank spot.keberadaan LPB dengan segala kekhususannya dapat menjangkau daerah-daerah pelosok tersebut, yang tidak terlayani oleh televisi terrestrial. Sehingga dengan adanya LPB ini, hak-hak informasi masyarakat yang dijamin oleh undang-undang, dapat dipenuhi.

Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo melihat kendala saat ini  yang dihadapi oleh LPB adalah muatan siaran LPB yang diperoleh dari luar negeri, yang belum tentu sesuai dengan norma dan budaya masyarakat Indonesia. Sehingga menjadi bermasalah jika program-program tersebut disaksikan anak-anak dan remaja. Banyak nilai-nilai asing yang menurut norma yang kita anut adalah negatif, tapi disiarkan dengan bebas. Misalnya saja perilaku sex bebas, ketelanjangan, kekerasan, dan pornografi.

Regulasi sudah membatasi agar program siaran berlangganan dari asing itu wajib melalui proses sensor internal dan mematuhi penggolongan program siaran dengan mematuhi klasifikasi siaran yang diatur oleh Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siarna (P3 & SPS).  “Termasuk juga larangan bagi saluran-saluran asing tersebut menampilkan aktivitas seks, kekerasan seksual, adegan atau suara yang menggambarkan aktivitas seks dan yang diatur dalam SPS pasal 18 dan 23”, ujar Azimah.

Pada kesempatan tersebut hadir pula penyelenggara LPB baik yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Kabel Indonesia (ICTA), Asosiasi Penyelenggaran Multimedia Indonesia (APMI), ataupun dari masing-masing penyelenggara LPB tersebut. Ketut yang merupakan perwakilan Nexmedia menyampaikan pendapat bahwa KPI seharusnya dapat membedakan mana konten yang layak di LPB dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Menurutnya, sejauh sensor internal dan kunci parental berfungsi, maka program yang disalurkan LPB tidak menjadi masalah buat penonton.

Menanggapi hal ini Azimah mengatakan bahwa sebagai regulator KPI tentu tidak akan keluar dari fungsi dan kewenangan yang diberikan undang-undang. Bila ada pelanggaran dalam program siaran berlangganan, KPI akan mengecek apakah LPB tersebut sudah memiliki sensor internal serta mematuhi klasifikasi program dan mencantumkan kodenya tersebut. "Adegan ciuman tentu tidak pantas hadir di program siaran klasikasi anak. Sehingga bila hal itu ditemukan disiarkan LPB, maka KPI akan tegakan sanksi sesuai ketentuan. Apalagi jika pelanggarannya bukan hanya adegan yang bermasalah, tapi juga terkait pencantuman klasifikasi program, tentu lebih mendasar lagi yang dilanggar," imbuhnya.

Sementara itu dari perwakilan ICTA menyambut baik kebijakan KPI menegakkan aturan untuk memberikan perlindungan bagi anak dan remaja di LPB. Namun demikian, ICTA yang anggotanya merupakan penyelenggara televisi kabel di Indonesia mengaku bahwa sumber daya manusia yang mereka miliki belum memadai untuk menyaring program negatif menurut P3 & SPS KPI. Sedangkan untuk penyediaan kunci parental oleh LPB Kabel analog, jelas tidak memungkinkan. Karenanya ICTA mendorong KPI untuk membuat daftar negatif program yang tidak layak disalurkan LPB. “Sehingga penyelenggara LPB dapat memilih program-program yang lebih aman”, ujarnya.

Azimah sendiri menegaskan bahwa sensor internal dan kunci parental ini adalah mandatory (wajib dilaksanakan) dari regulasi penyiaran. “Jika ada operator yang keberatan terhadap aturan ini, silakan melakukan judicial review”, ujarnya. Di samping itu Azimah mengingatkan bahwa setiap rencana bisnis tentunya mempertimbangkan rambu-rambu regulasi yang ada. “Jika regulasi memberikan syarat sensor internal dan kunci parental, maka penyelenggara siaran berlangganan harus mempersiapkan anggaran untuk itu”, ujarnya. Jika ternyata ada yang menyatakan tidak sanggup, Azimah menilai ada yang salah dalam proses pemberian izin penyelenggaraan penyiaran.

Sementara dari APMI, Muhazri Hasril, menanyakan sikap KPI mengenai replacement iklan. Menurutnya, secara teknis penggantian iklan luar negeri ini dapat dilakukan. “Cukup dengan adanya key tone dan jadwal penayangan iklan dari penyedia program, maka replacement itu dapat dilakukan”, ujar Muhazri.

Terkait penegakan aturan ini, Danang menegaskan bahwa masalahnya adalah mau atau tidak melaksanakan perintah regulasi. Dirinya juga mengingatkan bahwa konsekuensi dari lembaga penyiaran menerima IPP adalah mematuhi aturan yang ada. Apalagi sekarang teknologi sudah sangat mendukung implementasi dari aturan-aturan tersebut.  “Sensor internal dan kunci parental itu mudah dibuat, semudah mencari pelanggan!”, ujarnya. Yang pasti, tambah Danang, LPB punya kewajiban memajukan masyarakat dalam konteks isi siaran yang sehat dan mencerahkan.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.