Dari kanan ke kiri: Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Wakil Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin, Ketua Umum MUI sekaligus Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Infokom MUI, S. Sinansari Ecip, Sekretaris Komisi Pengkajian MUI Cholil NafisJakarta - Jelang Ramadan tahun 2014, Majelis Ulama Indonesia mengadakan pertemuan dengan berbagai kalangan membicarakan konten media televisi bermuatan Islam di televisi. Pertemuan itu dihadiri dan dibuka oleh Ketua Umum MUI yang juga Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin, kemudian Wakil Ketua Umum MUI, KH. Ma’ruf Amin, S. Sinansari Ecip, dan yang lainnya, dan dari regulator penyiaran Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad.

Pertemuan yang bertajuk, “Halaqah Penguatan Dakwah dan Pendidikan Islam di Televisi” menghadirkan para dai dan produser televisi yang menyiarkan siaran program bermuatan Islam dan program Ramadan. Juga mengundang rumah produksi yang menyediakan konten media bermuatan Islam untuk televisi.

KH. Ma’ruf Amin menjelaskan perkembangan teknologi informasi masih menempatkan televisi sebagai media dakwah yang efektif. Dari hasil pantauan kajian MUI terhadap semua siaran program Ramadan, KH Ma’ruf menjelaskan menyisakan banyak catatan pada beberapa program acara yang dianggap keluar dari semangat keagamaan.

“Ada banyak laporan masyarakat tentang program Ramadan dan program bermuatan Islam ke MUI. Beberapa acara dakwah di televisi lebih banyak menyajikan tontonan daripada tuntunan, ada yang menyimpang, hingga kurang dalam hal teladan dalam keseharian,” kata KH. Ma’ruf Amin di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa, 1 April 2014. Meski begitu, menurut Ma’ruf, acara Halaqah itu MUI tidak mau menjadi penilai saja. Namun ingin menekankan kepada seluruh elemen di stasiun televisi agar tetap mengedepankan dakwah yang santun dan efektif.

Sedangkan Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menerangkan, dari pantauan KPI akan siaran Ramadan untuk acara dakwah tidak semuanya baik dan buruk. Menurut Idy, dakwah di televisi itu berbeda dengan dakwah langsung dalam lapangan terbuka. “Acara dakwah di televisi itu pelakunya tidak tunggal. Di situ ada kameramen, pengatur tata lampu, sound system, dan yang lainnya. Jadi acara dakwah yang bagus di televisi karena memang timnya bagus, karena ini juga menyangkut kemasan acara. Ini tantangan dakwah di media televisi,” ujar Idy menerangkan.

Lebih lanjut Idy menerangkan, dalam kemasan acara dakwah menggabungkan dua hal, yakni isi materi dan kemasan yang menarik. Menurutnya hal itu tidak gampang, namun bukan berarti tidak mungkin. Bagi Idy, pemantauan dan perbaikan acara program Ramadan tidak bisa hanya menjadi tugas KPI semata, tapi juga MUI dan Ormas Islam yang kiranya perlu mengingatkan kembali, agar siaran Ramadan sesuai dengan spiritnya.

Khoirul Huda, salah seorang dai yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan, mendukung MUI dalam upaya dengar pendapat acara dakwah di televisi dengan para dai dan pelakunya. Bahkan, menurut Khoirul untuk isi materi dakwah yang menarik, MUI bisa memberikan bimbingan ilmu secara berkala kepada para dai.

“Masyarakat yang menonton saat ini sudah kritis. Sedangkan ulama yang kompeten di bidangnya jarang mau tampil di media. Jadi kami para dai, biarkan jadi corongnya melalui media penyiaran. Makanya pengetahuan dan ilmu agama kami bisa di upgrade. Semoga nanti ada wadah perkumpulannya juga,” papar Khoirul.

Hal senada juga dikemukakan dai kondang Yusuf Mansur. Yusuf merasa apa yang dikatakan pihak MUI terkait dakwah di televisi juga harus tetap menampilkan materi yang sesuai dengan ajaran Islam yang semestinya. Bukan hanya menampilkan tayangan yang menarik dari sisi kemasan. “Saya kira, sebagai dai perlu meningkatkan kemampuan keilmuan. MUI bisa memfasilitasi pertemuan itu. Dalam hal ini MUI punya legitimasi dari masyarakat untuk melakukannya dan kami selaku dai harus disiplin untuk hadir di dalamnya. Isinya bisa berupa pengajian bersama atau sekadar berbagi pengalaman dari sesama dai,” kata Yusuf Mansur.

Sedangkan Syarif Rahmat yang juga seorang dai mengatakan, komitmen memperbaiki isi siaran dakwah di televisi tidak hanya bisa dilakukan MUI sendirian bersama dai dan produser siaran. Menurut Syarif, adanya terus perbaikan acara dakwah televisi, sebaiknya MUI menemui para pemilik televisi untuk menjelaskan kondisi riil yang ada dan diajak membuat komitmen untuk membuat acara dakwah atau program Ramadan yang lebih baik dari sisi materi dan kemasan.

“Saya kira pemilik media televisi kita saat ini, masih memiliki komitmen untuk terus memperbaiki acara siaran dakwah di televisi. Ini masih terlihat dari program-program dakwah yang memang bagus dan masih dipertahankan,” terang Rahmat.

Menjawab masukan dari para dai, KH. Ma’ruf mengatakan, pihak MUI akan mengusahakan menemui pemilik media penyiaran untuk membicarakan hal itu dan pembuatan komitmen. Sedangkan untuk wadah pertemuan para dai, MUI hanya bisa menyediakan pemateri untuk menambah keilmuan para dai. Namun, menurut KH. Ma’ruf, untuk wadah sebaiknya para dai membuat perkumpulan sendiri dan MUI membantu untuk kebutuhan pemateri atau pengajar sekaligus sebagai dewan penasihat.

“Untuk usulan MUI ke pemilik televisi akan kami usahakan. Kalau nanti belum efektif nanti kami akan berunding dengan KPI. Ini adalah usaha kebaikan dan upaya semacam ini tidak boleh berhenti demi perbaikan umat yang lebih baik,” terang KH Ma’ruf

Di akhir pertemuan, Idy  menjelaskan untuk program acara dakwah yang bermartabat memang harus ada sinergi dari semua pihak. Hanya dengan cara itu, perbaikan acara dakwah di televisi bisa terus ditingkatkan sekaligus memperbanyak siaran dakwah yang bagus. “Meski begitu, dalam dunia televisi yang terkait dengan isi siaran ada persaingan yang ketat di dalamnya. Kami berharap dengan pertemuan ini, akan menumbuhkan persaingan yang sehat antar televisi dan para dai tanpa melupakan materi siaran dan kemasan yang menarik secara bersamaan kepada penonton,” papar Idy.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.