Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta proses pelaksanaan digitalisasi penyiaran mengikutsertakan seluruh pemangku kepentingan. Karenanya, pelaksanaan digitalisasi yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika seharusnya ditunda, hingga dicapai kesepakatan dari semua pihak tentang implementasi digitalisasi yang terbaik.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Panitia Kerja (Panja) Digitalisasi-PLIK/MPLIK Komisi I DPR-RI dengan KPI Pusat dan kalangan industri (3/9) yang dipimpin Tantowi Yahya sebagai Ketua Panja, terungkap pula bahwa Komisi I sebenarnya sudah meminta Kemenkominfo untuk menunda pelaksanaan digitalisasi. Bahkan alokasi anggaran untuk digitalisasi, oleh Komisi I diputuskan untuk ditunda.

Bagi KPI Pusat, pelaksanaan digitalisasi ini memang sebuah kemestian. Namun proses pelaksanaannya harus memikirkan kemaslahatan bagi seluruh pihak, terutama masyarakat. Menurut Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, migrasi digital bukanlah tanggung jawab atau kesalahan publik, karenanya segala akibat dari migrasi ini seharusnya tidak boleh membebani publik. Untuk itu pemerintah harus  menyiapkan anggaran, baik dalam bentuk subsidi langsung untuk pengadaan set top box bagi masyarakat ataupun produksi televisi digital yang terjangkau.

Selain masyarakat luas, pihak lain yang harus dipikirkan kepentingannya adalah industri penyiaran. Menurut Judha, salah satu konsekuensi digitalisasi penyiaran versi Kemenkominfo adalah adanya pembagian antara lembaga penyelenggara infrastruktur (network provider) dan penyelenggara program siaran (service provider).  Dengan demikian seluruh lembaga penyiaran swasta yang saat ini telah memiliki penyelenggaraan penyiaran, tidak hanya wajib melakukan migrasi dari analog ke digital, tetapi juga akan berubah menjadi sebatas penyelenggara program siaran. Keadaan ini menunjukkan adanya potensi kerugian finansial bagi lembaga penyiaran dalam pelaksanaan digitalisasi.  Bagi KPI sendiri, adanya pembagian antara lembaga penyelenggara infrastruktur dan penyelenggara program siaran merupakan bentuk pelanggaran undang-undang penyiaran. Menurut Judha, dalam regulasi penyiaran saat ini tidak dikenal pembagian tersebut. Dalam undang-undang penyiaran hanya menyebutkan empat jenis lembaga, yakni lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran berlangganan dan lembaga penyiaran komunitas. Ini juga yang menjadi salah satu alasan KPI untuk meminta digitalisasi dilaksanakan setelah ada payung hukum setingkat undang-undang.

Dikatakan Judha, pada banyak negara menunjukkan kesuksesan migrasi ditunjang partisipasi aktif dan koordinasi yang baik antar semua pemangku kepentingan. Komponen yang harus terlibat aktif tersebut adalah pemerintah, regulator, penyelenggara program, penyedia konten,penyalur program, penyelenggara multipleks lainnya, pabrikan peralatan dan juga konsumen. Harapan Judha, dengan partisipasi aktif dan koordinasi yang baik tersebut, tujuan digitalisasi penyiaran yang memberikan manfaat besar bagi publik dapat tercapai.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.