Jakarta - Rancangan Undang-undang Penyiaran yang sedang disusun oleh DPR, diharapkan dapat melarang iklan promosi rokok secara tegas. Hal ini terkait pengaruh signifikan iklan rokok pada pengaruh perilaku merokok.

"Menurut hasil penelitian di Manado, ditemukan pengaruh perilaku merokok akibat paparan iklan rokok." Ungkap Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Ekowati Rahajeng dalam diskusi publik Kaukus Kesehatan DPR RI, Kamis, 30 Mei 2013 seperti dikutip Lampost.com.

Ekowati menambahkan sampai saat ini belum ada sistem regulasi atau aturan khusus yang mengatur iklan rokok baik dari DPR ataupun Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo). Adapun aturan iklan merokok dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002 sudah membatasi iklan rokok tanpa menayangkan produk rokok, namun hal tersebut masih memberi dampak meningkatnya prevalensi merokok, khususnya pada remaja dan kanak-kanak bahkan sejak usia lima tahun.

Selain itu Ketua Kaukus Kesehatan DPR RI, Sumarjati Arjoso menyampaikan hasil penelitian Universitas Muhammadiyah Hamka memaparkan 99,7 % remaja di Indonesia sudah melihat iklan rokok, 70% remaja mulai merokok akibat paparan iklan rokok, 77% mengaku iklan menyebabkan mereka mempertahankan rokok.

"Demi masa depan bangsa yang lebih baik, iklan rokok harus dilarang." Tegas Sumarjati. Ia pun menilai terdapat kontradiksi dalam RUU Penyiaran, salah satunya pelarangan iklan zat adiktif, namun terjadi pelegalan bagi iklan rokok.

Sementara Anggota Pantia Kerja RUU Penyiaran, Muhammad Najib menyampaikan pesimismenya pada pelarangan iklan rokok dalam RUU Penyiaran. Ia menagungkapkan bahwa dalam penyusunan RUU sering terjadi politik uang dari kalangan tertentu. "Saya dengar dari teman-teman, ada dorongan dari kekuatan ekonomi yang juga mengatur penyusunan RUU." Tungkas Najib. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.