Profil Singkat Lembaga Penyiaran Televisi Eropa

   Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh European Federation of Journalists menekankan semakin besarnya masalah konsentrasi media di Uni Eropa dan sekitarnya sehinga dibutuhkan langkah-langkah nyata untuk melindungi pluralitas media.
    Masalah konsentrasi media kini menjadi masalah politik serius di Eropa karena pesatnya transformasi media global dan berkembangnya teknologi informasi baru yang memungkinkan masyarakat mendapatkan informasi dari sejumlah sumber yang mudah: telepon, komputer, iPod, Satelit TV, Digital Radio, koran, saluran televisi, dsb. Banyak politisi Eropa, khususnya yang duduk di Parlemen Eropa, telah seringkali menyatakan kekhawatirannya atas pertumbuhan perusahaan-perusahaan media raksasa yang kini juga sangat memengaruhi dunia perdagangan dan politik, dan dikhawatirkan mengancam keberagaman dan pluralitas (diversity and pluralism) di masyarakat. Dua bahaya yang bisa mengancam adalah: terciptanya kekuatan pasar yang bisa mengarah ke monopoli sehingga mengganggu kompetisi, dan jika ini terjadi, maka kemungkinan besar sejumlah media akan memangkas pluralitas, keberagaman, dan kebebasan isi informasinya. Bahaya yang pertama berkaitan erat dengan ekonomi, sedangkan yang kedua berkaitan dengan nilai-nilai demokrasi.
    Selama 10 tahun terakhir, konsentrasi media terus meningkat di seluruh Eropa. Dominasi beberapa gelintir perusahaan transnasional atas media memunculkan dua fenomena: kepemilikan media tidak lagi bersifat lokal, dan kepemilikan tersebut tidak lagi terbatas pada pasar nasional tetapi sudah menjangkau transnasional (antar negara) dan bahkan multikontinental (antar benua). Oleh karena itu, regulasi media nasional tidak lagi bisa diterapkan dan aturan kompetisi ekonomi juga sulit dijalankan.
    Di wilayah Eropa Timur Tengah, investasi asing sangat diperlukan. Namun, sebaran dan penetrasi kelompok-kelompok media dari negara-negara Barat telah mencegah atau menyulitkan berkembangnya kelompok-kelompok media lokal atau nasional di negara-negara Balkan ini. Di bidang penyiaran, televisi komersial dan radio banyak dimiliki oleh peruahaan yang sama, yaitu SBS (Scandinavian Broadcasting System). Sebenarnya lembaga penyiaran publik diminta untuk melakukan keberagaman isi, namun faktanya tidak selalu demikian.
    Hal lain yang menjadi kekhawatiran adalah transparansi kepemilikan. Kepemilikian media semakin saling terkait dan tidak mudah mengidentifikasinya. Banyak orang yang tidak lagi mengetahui siapa memiliki apa. Bahkan datanya pun tidak ada, sehingga membuat pemahaman atas kekuatan pasarnya tidak mudah. Transparansi sangat penting bagi tegaknya pluralitas dan demokrasi.


RAKSASA JARINGAN TV DI EROPA


1.    BERTELSMANN AG

Kelompok ini merupakan perusahaan media terbesar di Eropa dan salah satu 10 besar kelompok media dunia. Perusahaan ini menjadi contoh nyata tentang perusahaan transnasional bahkan transkontinental. Penghasilan terbesarnya diperoleh di Eropa, tidak termasuk Jerman, sebesar 42.2%, di Jerman 29.7%), dan di Amerika Serikat 22.4%. Kiprahnya di dunia penyiaran dilakukan melalui RTL Group. Bertelsmann AG menguasai 31 jaringan televisi dan 30 radio di 10 negara, dan menjual produksi siarannya ke seluruh dunia. Jaringan televisinya termasuk saluran-saluran RTL Television di Jerman, M6 di Perancis, Five di UK, Saluran-saluran RTL di negara-negara Benelux, Kroasia dan Hungaria, serta Antenna 3 di Spanyol. Fremantle Media adalah anak perusahaan RTL Group dan merupakan salah satu pencipta dan produsen terbesar atas merek-merek program di dunia yang dijual di lebih dari 40 negara.

2.    LAGADÈRE

Kelompok ini merupakan perusahaan multi-media multinasional. Selain menguasai jaringan penerbitan buku, majalah, distribusi produk media, produksi film, penyiaran radio, dsb., kelompok ini juga merambah dunia penyiaran televisi. Lagardère Active menggarap produksi film dan televisi serta penyiaran radio. Melalui ’gulli’, jaringan televisi Perancis, kelompok ini juga merambah dunia televisi dengan mengoperasikan saluran-saluran televisi terestrial, satelit, kabel, dan Internet Protocol. Sebagian siarannya untuk khalayak anak-anak dan operasinya bekerjasama dengan Lagardère Active dan France Télévisions. Program siaran anak-anaknya dikerjasamakan dengan France 3,  satsiun televisi terbesar kedua di Perancis yang memiliki jaringan France 2, France 4, France 5, dan France Ô.

3.    AXEL SPRINGER VERLAG

Axel Springer Verlag merupakan salah satu perusahaan multimedia terbesar di Eropa, dengan pendapatan sekitar 2.9 milyar poundsterling. Perusahaan ini aktif di 36 negara, termasuk Hungaria, Polandia, Republik Czech, Rusia, Jerman, Perancis, spanyol, dan Switzerland. Axel menguasai lebih dari 230 koran dan majalah, lebih dari 80 produk penjualan online, dan sejumlah saluran televisi dan radio.
Axel Springer merupakan penerbit terbesar koran di Jerman dan salah satu perusahaan media global. Di Jerman, perusahaan ini merupakan penerbit koran Bild, yang merupakan koran nasional harian terlaris di Eropa, dengan jumlah oplah sekitar 4,5 juta. Bisnis utama kelompok ini adalah koran, majalah, dan saluran digital. Seperti perusahaan-perusahaan global lainnya, Axel Springer juga merambah dunia televisi dengan mengakuisisi satsiun televisi ProSiebenSat1.
ProSiebenSat1 merupakan konglomerat media Eropa yang mengoperasikan  televisi komersial, saluran TV Berbayar, dan radio. Kini, dengan 28 stasiun televisi dan pemirsanya yang berjumlah lebih dari 62 juta rumah tangga, ProSiebenSat1 menjadi salah satu kelompok media terbesar di Eropa. Bisnis utamanya memang televisi dan portofolionya beragam dari stasiun TV, kabel eins, dan sixx to ProSiebenSat1 Networld sampai toko video online, program TV Digital Berbayar, dan layanan bergerak/mobile lainnya. Jaringan operasi televisinya ada di Swedia (Kanal 5 dan kanal 9), Norwegia (TV Norge, MAX, The Voice, FEM), dan Hungaria (TV2, FEM3, PRO4). Secara keseluruhan, ProSiebensat1 memiliki 27 saluran televisi di 10 negara.

4.   SCANDINAVIAN BROADCASTING SYSTEM SA

    SBS adalah perusahaan yang bermarkas di Luxemburg tetapi dimiliki oleh perusahaan Amerika. Sejak akhir tahun 1980an, perusahaan ini terus berkembang dan mengakuisisi stasiun-stasiun televisi di Eropa. Di sektor televisi, SBS memiliki 10 stasiun televisi di 7 negara.  Perusahaan ini mengoperasikan TV Norge (Norwegia), TVDanmark dan kanal 5 (Denmark) serta Kanal 4 (Swedia). Di Belgia, SBS punya VT4 dan VijfTV. Di Netherland ada SBS6, sebuah stasiun TV satelit ke kabel dengan jangkauan nasional. Di Hungaria, perusahaan ini mendirikan TV komersial TV2. Tahun 2004, perusahaan ini meluncurkan Irisz, saluran hiburan wanita, sebuah saluran satelit ke kabel. SBS juga meluncurkan stasiun teleivisi digital pertamanya dengan nama ’The Voice TV’ di Denmark, yang kemudian diikuti di Finlandia, Norwegia, dan Swedia. Di Rumania, SBS secara penuh memiliki Prima TV yang jangkauannya 87% wilayah negara tersebut dengan distribusi satelit ke kabel.
    Disamping stasiun-stasiun televisi di atas, SBS juga mengakuisisi C More dari Baker Capital dan Nordic Capital. C More adalah penyedia hiburan berbayar yang terkenal di Norwegia dengan pelanggan sejumlah 770,000 yang tersebar di Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Denmark. Di Belanda, SBS memiliki dan mengoperasikan Veronica.

5.   Central European Media Enterprises Ltd. (CME)

    Perusahaan ini merupakan investor asing dari Amerika yang menanamkan modalnya di beberapa negara Eropa Tengah.  CME mengoperasikan jaringan dan stasiun-stasiun televisi di Eropa Tengah dan Eropa Timur. Bersama partnernya, CME mengoperasikan 9 jaringan di 6 negara dan menjadi pemimpin pasar di Rumania, Republik Slovakia, Slovenia, Ukraina, dan Republik Czech. Di masing-masing negara tersebut, CME bekerjasama dengan perusahaan lokal dan mengoperasikan Nova TV di Kroasia, TV Nova di Republik Czech, PRO TV, Acasa di Rumania, Markiza TV di Republik Slovakia, POP TV dan Kanal A di Slovenia dan Studi 1+1 di Ukraina. CME adalah perusahaan Bermuda dengan anak-anak oerusahaan yang tersebar di Netherland, London, dan di masing-masing negara yang menjadi operasi bisnisnya. Tahun 2004, CME meningkatkan operasi bisnisnya di Rumania dengan meluncurkan saluran kabel ke dua yang diberi nama PRO CINEMA. Dan tahun 2005, CME mengakuisisi 100% TV Nova Group.

5.   LIBERTY GLOBAL

    Liberty Global merupakan salah satu contoh preusan yang mengembangkan minat investasinya di bidang perkembangan teknologi yang terjadi di sektor media.  Perusahaan ini merupakan merger antara Liberty media dan UnitedGlobal.com dan kemudian Bergerac di bidang distribusi broadband dan isi siaran yang beroperasi di luar Amerika Serikat, khusunya di Eropa, Asia, dan The Americas. Melalui anak-anak preusan dan afiliasinya, Liberty Global menjadi salah satu operador televisi kabel terbesar dalam hal jumlah pelanggannya di luar Amerika Serikat. Di Eropa, operasinya dilakukan melalui Liberty Global Europe Inc., sebuah anak perusahaannya juga. Liberty Globakl Europe ini memberikan layanan di 13 negara Eropa dan operasinya dibagi dalam dua bagian utama: UPC Broadband dan Chellomedia. Disamping itu, perusahaan ini memiliki saham 19% atas SBS. Melalui jaringan Broadbandnya, Liberty Global mengoperasikan jaringan kabel terbesar di Netherland, Perancis, Austria, Polandia, Hungaria, Republik Czech, Republik Slovakia, dan Slovania. Sementara di Norwegia, Liberty Global merupakan operador jaringan kabel terbesar kedua dalam hal jumlah pelanggannya.
     

5.   THE MODERN TIMES GROUP

    Modern Times Group adalah sebuah perusahaan media Swedia. MTG menguasai antara lain Viasat. Viasat adalah sebuah kelompok saluran televisi, termasuk TV3 (TV komersial pertama di Swedia), ZTV, Viasat Sportr dan TV1000.  Tahun 2011 MTG meluncurkan saluran TV berbayar di Uganda dan Tanzania. Disamping itu, MTG juga meluncurkan Viasat History (Saluran TV yang menyiarkan dokumenteri), dan Viasat Nature in Uganda dan Tanzania sebagai tindak lanjut penandatangan perjanjian distribusi dengan operator TV terestrial digital Star Times yang juga akan melibatkan salauran-saluran TV berbayarnya yang ditawarkan di Nigeria. Jadi sampai sekarang sudah ada Viasat History, Viasat Nature, dan Viasat Kejahatan. Viasat History, Viasat Nature, Viasat Explorer, dan Viasat Crime sudah mengoperasikan TV berbayarnya di Nigeria dan  TV Kabelnya di Kenya. Kini MTG memiliki stasiun televisi di Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, Latvia, Estonia, Lithuania, Polandia, Republi Czech, Hungaria, Slovenia, Slovakia, Rumania, dan Bulgaria. Disamping itu, 31 dari saluran Viasat disiarkan di luar UK dari markasnya di London.


LEGISLASI PENYIARAN DI EROPA


Dari EFJ (European Federation of Journalists)

1.    Organisasi ini percaya bahwa jurnalis professional, yang tergabung dalam organisasi atau perserikatan yang bebas dan independent, memainkan peran penting dalam penciptaan dan pemeliharaan budaya media yang demokratis.

2.    Oganisasi ini percaya bahwa penegakan demokrasi tergantung pada pelaksanaan kebebasan berekspresi dan keadilan sosial di seluruh dunia. Oleh karena itu, EFJ yakin bahwa demokrasi akan terlaksana dengan baik jika ada pemahaman atas peran khusus media dalam masyarakat demokratis.

3.    EFJ percaya bahwa media harus menghormati dan menjalankan prinsip-prinsip etika dan profesi kebebasan pers yang menjadi landasan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

4.    EFJ menyatakan bahwa pembatasan konsentrasi kepemilikan dan penyusunan undang-undang anti-trust di tingkat Eropa adalah satu prasyarat terciptanya media yang independen dan demokratis di Eropa dan oleh karena itu harus diperlakukan sebagai prioritas.

5.    EFJ percaya bahwa proses terjadinya monopoli kepemilikan media pada tingkat nasional dan transnasional akan mengurangi jumlah sumber-sumber informasi  independen yang tersedia bagi publik dan oleh karena itu akan menjadi ancaman bagi keberagaman kepemilikan dan pluralitas isi.

6.    Oleh karena itu, undang-undang tentang konsentrasi kepemilikan di tingkat Eropa harus:

6.1.    mengharmoniskan peraturan perundangan nasional yang mengatur konsentrasi kepemilikan media di tingkat yang paling tinggi.
6.2.    membatasi perluasan aktivitas kelompok media yang dilakukan melalui merger, anti-trust, dan kepemilikan silang.
6.3.    mengatur kegiatan-kegiatan kelompok-kelompok media berbasis komunitas di negara-negara yang akan menjadi anggota European Union.
6.4.    mengharuskan perusahaan-perusahaan media transnasional untuk mengekspos dan melaporkan seluruh kegiatan global mereka di masing-masing negara dimana mereka beroperasi.
6.5.    membatasi konsentrasi kepemilikan media.
6.6.    melakukan divestasi jika tingkat konsentrasi kepemilikannya tidak sesuai lagi dengan undang-undang yang berlaku.


CATATAN TAMBAHAN TENTANG KONSENTRASI KEPEMILIKAN

1.    Peraturan-peraturan tradisional, yang dipakai untuk mengatur kepemilikian media, seperti batas sirkulasi, batas penjualan/pendapatan, dan larangan-larangan dalam penempatan modal atau pembelian saham, telah dicabut dan dihapus di sebagian besar negara anggota EU dan kini diberlakukan undang-undang persaingan usaha. Di beberapa negara anggota EU, sudah tidak ada lagi aturan-aturan sektor khusus untuk media. Di negara-negara lainnya, peraturan sektor khusus tersebut masih berlaku, misalnya di Austria, jerman, irlandia, dan UK. Aturan-aturan sektor khusus itu antara lain, misalnya: pembatasan kepemilikan saham pemirsa atas perusahaan penyiaran televisi. Negara-negara seperti Denmark, Finlandia, Polandia, Portugal, dan Swedia masih memberlakukan peraturan tentang kepemilikan lintas media. Dulu batas kepemilikan saham adalah 15% - 20%, tapi kini menjadi 30% - 50%. Di UK, peraturan tentang kepemilikan lokal telah dihapus sesuai dengan Media Ownership Order tahun 2011.

2.    Kini sebagian besar otoritas peraturan di Eropa hanya mengandalkan pada laporan perusahaan untuk monitoring. Mereka tidak mewajibkan laporan tahunan perusahaan, dan laporan perusahaan tidak harus disajikan secara umum. Kondisi ini membuat monitoring oleh publik menjadi sulit. Disamping itu, perusahaan-perusahaan media kini semakin berskala multinasional, dan ini menyebabkan berkurangnya kemampuan para negara anggota EU untuk memonitor kepemilikan media dan kegiatan-kegiatan para direktur eksekutif dan non-eksekutif perusahaan-perusahaan media tersebut.  Kondisi ini berbeda dengan kondisi di Amerika Serikat, dimana para perusahaan media diwajibkan menyerahkan laporan kwartal dan tahunan kepada US Securities and Exchange Commission. Di Amerika, Komisi ini memiliki kewenangan dari Konggres untuk menuntut perusahaan ke pengadilan jika perusahaan tersebut didapati melanggar undang-undang perusahaan.

3.    Akan tetapi kini di EU sudah ada perubahan. Berdasarkan EU Transparancy Directive 2004 dan Recommendations 2007, kini setiap perusahaan media diwajibkan menyerahkan laporan keuangan tengah tahunan kepada pihak yang berwenang atas implementasi peraturan perundang-undangan. Namun, langkah ini dirasa tidak cukup karena laporannya tidak diekspos di publik.

4.    Disamping itu, dalam EU Works Council Directive terdapat ayat yang menyatakan bahwa perusahaan, yang memiliki karyawan 1,000 atau lebih, diwajibkan melaporkan kegiatan-kegiatannya kepada Serikat Pekerjanya  dan melakukan konsultasi atas keputusan-keputusan perusahaan.

5.    Sebuah pasar dikatakan ’concentrated’ jika ia didominasi oleh sejumlah perusahaan. Semakin kecil jumlah perusahaan di sebuah pasar, semakin besar kekuatan yang akan dimiliki oleh sebuah perusahaan. Pasar yang sangat terkonsentrasi biasanya menjadi hambatan bagi para pendatang baru yang ingin memasuki pasar tersebut. Dalam menentukan pasar media, misalnya, para ahli ekonomi biasanya membedakan dua jenis konsentrasi: konsentrasi kepemilikan dan konsentrasi pasar. Konsentrasi kepemilikan adalah tingkat dimana sebuah industri dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan secara individu. Konsentrasi kepemilikan dianggap berbahaya bagi masyarakat demokratis karena ia bisa menyebabkan merosotnya keberagaman ekspresi/opini.

6.    Ada juga ahli ekonomi yang membagi konsentrasi menjadi dua: within-industry dan across-industry. Konsentrasi yang pertama merupakan hal umum yang terjadi dan istilah yang digunakan untuk menggambarkannya antara lain monopoli, oligopoli, dsb. Sedangkan konsentrasi yang kedua terjadi melalui merger, akuisisi. Di within-concentration, pelaku usaha menguasai industri yang sama, sementara di across-concentration pelaku usaha menguasai usaha-usaha berbeda di industri yang sejenis. Kasus across-concentration banyak terjadi dan dilakukan oleh antara lain: Time Warner, Viacom, Disney, News Corporation, dsb.


PROFIL LEMBAGA PENYIARAN TV DI BEBERAPA NEGARA EROPA

AUSTRIA

Austria merupakan satu-satunya negara Eropa yang masih menguasai monopoli atas transmisi program-program televisinya melalu stasiun ORF. Saluran ini merupakan penyiaran terestrial yang dipancarluaskan secara nasional melalui ORF1 dan ORF2 bersama dengan 9 televisi lokal. Alasan utama monopoli adalah kelangkaan frekuensi dan karena Austria terletak di daerah pegunungan sehingga hanya ada 3 frekuensi. Namun demikian stasiun ORF juga mendapatkan saingan dari televisi-televisi Jerman yang siarannya bisa juga diterima oleh 2/3 warga Austria melalui satelit atau kabel.
    Sekitar 32% (1 juta orang lebih) keluarga Austria memiliki koneksi kabel tetapi sebagian besar operator TV kabel di sini merupakan perusahaan kecil. Austria Television (ATV) mengoperasikan saluran kabel  Wien ! dan layanannya didistribusikan melalui kabel dan satelit. United Pan-Europe Communication memiliki 26% saham atas ATV. Sedangkan saham UPC Telecable sebesar 95% dimiliki oleh kelompok perusahaan yang bermarkas di Netherland dan sudah memiliki lima jaringan di kota-kota dan masing-masing kota memiliki sisa saham yang 5%.  45% keluarga Australia memiliki sambungan atau koneksi satelit. Jadi ada sekitar 1.45 juta warga Australia yang bisa menikmati program-program siaran televisi.

    BELGIA

    Belgia memiliki TV publik yang bernama VRT (Vlaamse Radio-en Televisieomroep) dengan dua saluran untuk masyarakat Flemis. Sedangkan untuk masyarakat yang berbahasa Perancis di bagian selatan Belgia, televisinya juga ada dua saluran dan disebut RTBF (Radio-Television Belge de la Communaute Francais). Saluran televisi komersialnya VTM (Vlaamse Televisie Maatschappij mulai beroperasi tahun 1989 dengan mayoritas sahamnya dimiliki oleh Vlaamse Media Holding (kerjasama antara Roulata Media Group dan De Persgroep). VTM memiliki satu lagi saluran, Kanaal 2, dan keduanya menguasai saluran ketiga yang melayani masyarakat Flemis. Namun demikian, siaran-siaran dari negeri tetangga Luxemburg untuk para warga Wallonia yang berbahasa Perancis yang diudarakan oleh televisi RTL TBI dan Club RTL (milik Kelompok Bertelmann) membuat para pemirsa RTBF berpaling.
    Belgia merupakan negara yang paling padat siaran televisi kabelnya di Eropa (94%). Telenet, bersama Callahan Associates, merupakan kelompok penyedia layanan televisi kabel terbesar di Belgia. Telenet melayani sekita 1.5 juta pelanggan. Layanan atelevisi satelit yang langsung diterima di rumah sangat kecil jumlahnya di Belgia. Baik Canal+ maupun VT 4, sebuah layanan free-to-air dari UK oleh SBS Broadcasting, juga diterima melalui kabel.

DENMARK

    Penetrasi pasar layanan TV kabel sekitar 60%, lebih besar dibanding tetangganya, skandinavia, Swedia, dan Norwegia. TV Komersia di Denmark antara lain: TDK (Tele Danmark Kabel TV). Operator TV komersial lainnya adalah Telia Stofer yang memiliki sekitar 600,000 pelanggan. Telia Stofer juga menawarkanakses internet super cepat. Dan TV komersial ketiga yang beroperasi adalah NESA-Kabel TV, yang bermarkas di pulau Zealand dan memiliki sekitar 16.500 pelanggan. Pasar TV satelit dibagi dua antara Canal Digital dan ViaSat yang keduanya bersaing untuk mendapatkan pelanggan di semua daerah Skandinavia. Canal Digital menawarkan Canal+, saluran TV berbayar premium. Canal Digital mengaku memiliki 560,000 pelanggan digital di Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia.
    Pesaing utama Canal Digital adalah ViaSat milik Modern Times Group. ViaSat mengaku memiliki 577,000 pelanggan di seluruh Skandinavia dan wilayah negara-negara Baltik. Kelompok MTG, melalui TV3, juga memancarkan siarannya dari London ke wilayah Denmark. Hal ini dimungkinkan karena adanya keringanan aturan periklanan di UK.
    Mulai tahun 2000, ViaSati, Canal Digital, dan TDK setuju untuk melakukan kerjasama dalam pengembangan platform interaktif digital sehingga perusahaan-perusahaan mereka akan berkompetisi dalam bidang isi dan layanan daripada perbedaan teknis.


    FINLANDIA

    TTD (Televisi Terestrial Digital) berkembang baik di Finlandia. Digita, anak perusahaan dari TV publik YLE (Yleisradio Oy), diberi tanggungjawab untuk membangun jaringan digital, termasuk mengoperasikan siaran analog dan jaringan transmisi.Telediffusion de France, anak perusahaan France Telecom) memiliki 49% saham Digita.
    Ada tiga perusahaan penyiaran televisi utama di Finlandia: YLE, Channel Four Finland, dan MTV3.
    YLE merupakan televisi publik yang mengoperasikan dua saluran, YLE TV1 dan YLE TV2. Keduanya memiliki pemirsa gabungan sebesar 42%. TV FST yang berbahasa Swedia memiliki slot jatah siaran di saluran-saluran nasional di TV Finland, saluran berlangganan digital non-komersial, dan di TV SVT Europe, yang program siarannya dibuat oleh SVT Swedia, dan tersedia di wilayah-wilayah pantai Swedia. YLE secara penuh 100% memiliki DTT Multiplex A dan 5 slotnya dimanfaatkan dengan versi digital of TV1, TV2, YLE24, YLE Teema (Budaya, ilmu, dan pendidikan), dan FST, saluran televisi yang berbahasa Swedia.
    Saluran Channel Four Finland dimiliki 50% oleh Swelcom, sebuah anak perusahaan dari kelompok media terbesar Finlandia, Sanoma WSOY. Saluran ini menjangkau sekitar 80% penduduk Finlandia dan program siarannya disusun untuk memikat orang kota yang aktif yang masih berusia antara 10 dan 40. Pangsa pasarnya (pemirsanya) sekitar 11%. Versi digital dari C4F disiarkan dengan TTD multiplex C dan induk perusahaannya Sanoma WSOY memiliki saluran lain (Swelcom Fil) pada multiplex yang sama, dan TV Berbayar saluran olahraga pada multiplex B (Suomen Urheilutelevision).
    Perusahaan utama ketiga di Finlandia adalah MTV3 yang dimiliki oleh Alma Media, perusahaan media terbesar kedua di Finlandia. MTV3 merupakan saluran TV komersial papan atas yang memiliki tingkat pemirsa sekitar 40%. MTV3 juga memiliki saluran lainnya yang disebut Sub TV yang memancarkan versi digital dari MTV3.
    Operator kabel terbesar di negeri ini adalah Hellsinki Television (HTV), anak perusahaan Swelcom yang kemudian menjadi milik Sanoma WSOY. HTV memiliki 220.000 pelanggan, disiarkan secara digital penuh, menawarkan akses internet super cepat, dan memiliki layanan broadband konsumen bernama Welho.
    Swelcom mengelola semua operasi Sonama di bidang jaringan telepon bergerak dan tetap, TV kabel, dan TV digital. Sedangkan pesaing dekatnya, Sonera, memiliki 150,000 pelanggan kabel. Sonera punya anak perusahaan bernama Sonera Plaza, salah satu penyedia layanan internet di Finlandia yang memiliki sekitar 240,000 pelanggan. Sonera juga menawarkan akses internet melalui merek Quicknet dan akses internet kecepatan tinggi melalui teknologi ADSL.
    ViaSat Broadcasting, bagian dari konglomerat media Swedia Modern Times Group, mengaku memiliki 577,000 pelanggan di Skandinavia. Akan tetapi, seperti juga yang dilakukan oleh Canal Digital, ViaSat tidak membagi-bagi pelanggannya dengan dasar masing-masing negara.


PERANCIS

    Di Perancis, televisi terestrial dikuasai oleh tiga televisi publik milik France Television: France 2, France 3, dan Farance 5 yang secara keseluruhan memiliki pasar pemirsa sebesar 40%. Sedangkan dua saluran televisi komersial, TF1 dan M6, bersama saluran berbayar Canal+, memiliki sekitar 3 juta pelanggan terestrial. Canal+ juga disiarkan melalui kabel dan satelit dan sebagian sahamnya dimiliki oleh Vivendi Universal.
    Sebagian besar saham M6 dimiliki oleh RTL (bagian dari kelompok Bertelsman) dan menargetkan pemirsa remaja. Perkembangan televisi terestrial digital pada awalnya tidak begitu bagus di Perancis dan para penyiar swasta tidak begitu antusias menyambutnya. France Television menambah tiga saluran lagi, disamping transmisi digital saluran analog yang sudah ada dan beroperasi.
    Pada mulanya Perancis membatasi jumlah pelanggan yang boleh dilayani oleh operador TV kabel hanya sampai maksimal 8 juta meskipun AVICAM, asosiasi pedagang meminta angkanya dinaikkan sampai 15 juta. Tahun 2001, Noos (yang dimiliki oleh Suez Lyonnaise Telecom 50.1%, NTL 27%, Morgan Stanley 22.9%) memiliki 857,000 pelanggan, sedangkan France Telecom Cable hanya memiliki sekitar 800,000, dan NC-Numericable, anak perusahaan Canal+, memiliki 712,000 pelanggan.
    Perancis memiliki dua layanan satélite langsung ke rumah-rumah. Yang pertama Canalsatellite, yang dimiliki oleh Canal+ 66% dan LagardE8re 34% yang memiliki 1.8 juta pelanggan tahun 2001. Yang kedua Television par Satellite (TPS), yang dimiliki oleh TF1 66% dan M6 34%, dan tahun 2001 memiliki 1.2 juta pelanggan.


JERMAN

    Jerman memiliki pasar televisi terbesar di Eropa: 50 stasiun televisi nasional pada tahun 2001, 35 diantaranya stasiun televisi komersial dan sisanya televisi publik. Sebagian besar stasiun ini dipancarkan melalui jaringan kabel dan satelit. Namun dua stasiun publik, ARD dan ZDF, masih menggunakan transmisi terestrial.
    Pemerintah Jerman melaporkan bahwa pada pertengahan tahun 2001 hanya 8% warga Jerman yang memakai penerimaan terestrial, 32% menggunakan satelit dan 60% memakai kabel. Namun pada bulan Oktober 2001, jumlah pelanggan TV kabel mencapai 22 juta, dan membuat Jerman menjadi pasar broadband terbesar di Eropa.
    Di Jerman, sejak tahun 1996 para operator swasta diijinkan memmbangun dan mengoperasikan jaringan kabel. Tahun 1998 sebuah peraturan Uni Eropa meminta Deutsche Telecom untuk melakukan divestasi, setelah mengembangkan jaringan kabel selama 20 tahun dan menikmati monopoli.
    Callahan Associates merupakan salah satu pemain baru di pasar televisi kabel Jerman. Perusahaan ini memiliki minat global atas televisi kabel dan komuikasi nirkabel broadband. Tahun 2000, Callahan Associates membeli 55% saham operasi kabel di North Rhine Westfalia dari DT. Kemudian membeli lagi 60% saham DT di Baden-Wurttemberg.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Concentration_of_media_ownership
dan berbagai sumber lainnya

Penerjemah: Agus Satoto, M.Hum
KPI Pusat, April 2012

Sekilas tentang Aturan Konten TV Inggris

   Secara umum, seperti juga di negara-negara demokratis lainnya, bisnis penyiaran di Inggris diatur mengikuti konsep atau definisi ’offence’ (pelanggaran yang merugikan atau mencederai masyarakat). Bentuknya bisa berupa: bahasa yang buruk (tidak pas atau berlebihan), perilaku kasar, kegiatan seksual, dan praktek-praktek anti-sosial seperti misalnya merokok, minum alkohol, dan menggunakan narkoba.

    Secara historis, alasan perumusan regulasi konten televisi adalah faktor-faktor obyektif seperti  terbatasnya jumlah spektrum dan saluran. Sementara faktor subyektif yang melatarbelakangi munculnya regulasi konten antara lain keinginan pihak yang memiliki otoritas untuk mengontrol apa yang boleh dilihat dan didengar oleh masyarakat dan keinginan masyarakat akan adanya seseorang atau lembaga yang melindungi kelompok rentan, khususnya anak-anak.

    Melihat perkembangan teknologi penyiaran dewasa ini, betulkan masih ada masalah keterbatasan spektrum atau saluran/channel? Di Inggris dan negara-negara lainnya, nampaknya tidak ada lagi persamaan persepsi tentang ’offence’. Kini kita jauh lebih kosmopolitan dan beragam dalam hal rasa dan nilai, dan apa yang membuat sebuah keluarga marah belum tentu menyebabkan keluarga lain untuk marah juga. Disamping itu, konvergensi alat penyiaran, misalnya Internet dan iPad, Internet dan TV kabel, Internet dan Satelit dan Kabel, dsb. justru membuat regulasi konten semakin rumit dan pelik.
Roger Darlington, seorang pemerhati penyiaran di Inggris, mengajukan 3 prinsip menarik tentang adanya konvergensi regulasi konten siaran:


1.    Regulasi tidak harus sempurna. Kita memiliki peraturan batas kecepatan mengendarai mobil di jalan raya, tetapi masih juga banyak yang melanggar dan masih juga banyak kecelakaan. Undang-undang dibuat tidak untuk meningkatkan nikmatnya ’ngebut’ tetapi menekan resiko rugi/celaka. Ini prinsip yang juga bagus untuk diterapkan untuk mengatur konten siaran.
2.    Kita perlu sedikit membedakan antara regulasi konten yang sama tapi disiarkan pada platform atau teknologi yang berbeda.
3.    Kita perlu mengembangkan ukuran-ukuran baru tentang konten yang merugikan dan sekaligus mengembangkan mekanismenya untuk menanganinya.
    Di Inggris, berdasarkan Communication Act tahun 2003, Ofcom

bertanggung-jawab untuk menyusun pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran untuk radio dan televise. Pedoman ini juga mencakup sponsor, penempatan iklan produk ti program TV, privasi, dan keadilan. Di Inggris, pedoman ini dikenal dengan istilah the Code (the Ofcom Broadcasting Code). Code ini disusun sesuai dengan Human rights Act 1998 dan European Convention on Human rights (the Convention).

    Sebuah laporan yang diterbitkan oleh McKinsey untuk Independent Television Commission pada tahun 2002 menyebutkan 4 (empat) tujuan regulasi konten siaran:

1.    Memastikan akses ke jaringan dan layanan
2.    Menentukan standar konten siaran
3.    Meningkatkan kualitas konten
4.    Menjamin idustri yang sehat dan modern

    Terbukanya akses ke semua siaran, jaringan, dan layanan harus menjadi salah satu tujuan dari regulasi atas konten siaran. Di Amerika, FCC memastikan bahwa semua layanan siaran bisa diakses oleh masyarakat luas. Disamping itu, sebagian negara menginginkan kontrol atas standar-standar konten siaran. Mereka sadar bahwa masyarakat harus dilindungi dari konten yang merugikan, meskipun definisi ’merugikan’ atau ’harmful’ ini berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Misalnya, di Perancis, regulasinya bertujuan antara lain mengamankan prinsip-prinsip dasar seperti rasa hormat, harga diri manusia, dan letertiban umum. Di Jerman, regulasi demikian ini dimaksudkan agar bisa membedakan antara informasi dan komentar. Sementara di Inggris dikenal dengan istilah ’due accuracy and impartiality’ (berimbang dan akurat).

    Tujuan ketiga, promoting quality, memiliki tiga dimensi luas dan masing-masing negara ingin mencapai salah satu atau dua atau ketiganya secara bersamaan:

1. Untuk mengembangkan konten yang mengenalkan kesatuan identitas nasional.
2. Untuk mengembangkan diversitas dan pluralitas konten siaran dan pemirsa yang dituju. Di Italia, misi konten siarannya dikemas untuk ’memuaskan selera setiap pemirsa’ (to satisfy the taste of everyone).
3. Untuk mengembangkan siaran kualitas unggul. Misalnya, di Australia, Undang-Undang Penyiarannya disusun untuk mempromosikan program siaran yang berkualitas, inovatif, dan beragam (diverse, innovative and quality programming).

Dan tujuan yang keempat bertujuan untuk memasukkan unsur inovasi ke dalam fungsi obyektif regulator. Tujuan ini bisa juga bermaksud untuk memenuhi tujuan-tujuan lainnya yang harus dilakukan secara sehat dengan menggunakan teknologi yang canggih dan modern.

    Laporan McKinsey tersebut kemudian menyebutkan 3 (tiga) alat regulasi yang bisa dipergunakan untuk mencapai ke empat tujuan di atas:

1.    Aturan plus Insentif. Misalnya, pedoman yang mengatur standar editorial, kuota produksi atau syarat-syarat penayangan dan konten secara detil.
2.    Target plus Insentif. Misalnya pengurangan pajak yang diatur untuk meningkatkan investasi dalam infrastruktur  atau konten siaran.
3.    Perampingan Struktur. Misalnya penyederhanaan proses-proses layanan yang terkait dengan kegiatan industri penyiaran.

Di Inggris pernah diajukan sebuah regulasi untuk menerapkan pedoman dan penalti  bagi standar editorial dalam penyiaran dan sebuah kombinasi target investasi dan campurtangan pembiayaan untuk mendukung terciptanya diversitas dan kualitas konten siaran.

    Di bagian lain dalam laporan yang sama McKinsey menggambarkan bahwa dengan hadirnya ratusan saluran baru dan ribuan website/situs (yang juga bisa melakukan penyiaran), para regulator semakin merasa kesulitan untuk mengontrol konten melalui regulasi yang bersifat langsung. Berkembangnya konten secara besar-besaran memerlukan seuah pendekatan regulasi yang jauh lebih beragam.

    Konten bisa digolongkan menurut resiko (tingkat kerusakan / kerugian / kesalahan / kejahatan / bahaya) dan dampak (jumlah orang yang terimbas). Tergantung pada jenisnya resikonya, konten bisa diatur secara berbeda sbb.:

1.    Resiko tinggi, dampak besar. Konten yang disiarkan secara free-air oleh jaringan penyiaran nasional biasanya bisa dikenai sejumlah penalti dan sanksi.

2.    Resiko tinggi, dampak kecil. Konten yang mengandung nilai kekerasan atau pornografi bisa dituntut secara hukum. Akan tetapi pelaksanaannya tidak mudah. Di Amerika sudah dilaksanakan denda administrasi, dan di Perancis pihak pengadilan bisa memerintahkan Yahoo untuk memblokir warga Perancis agar tidak bisa mengakses konten yang tidak legal.

3.    Resiko rendah, dampak rendah. Konten tentang perusahaan atau organisasi biasanya diatur bersama oleh para pemain di bidang industri tersebut dan dimonitor melalui sistem aduan.


Pedoman dan standar konten di Inggris diatur oleh the Code, dan semua lembaga penyiaran harus taat dan tunduk terhadap Code ini. Oleh karena itu, untuk mencegah pelanggaran atas Code, para pembuat program siaran harus juga memahami isi Code ini dan senantiasa berkoordinasi dengan pihak-pihak yang bertanggungjawab pada program siaran dan para pegawai bidang hukum. Ofcom bisa memberi penjelasan tentang makna dan interpretasi dari Code, tetapi ini tidak berarti bahwa Ofcom akan bersifat lunak terhadap implementasi peraturan yang terkandung di dalam Code.

    Sesuai dengan Code, konten siaran di Inggris harus memerhatikan 10 prinsip berikut: Melindungi anak usia dibawah 18 tahun, Harm dan offence, Kejahatan, Agama, Kenetralan, Akurasi, Penonjolan Pendapat dan Pandangan, Pemilihan Umum dan ReferenPrinsip yang pertama memastikan bahwa anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun terlindungi dari segala bentuk konten merugikan. Oleh karena itu, segala macam konten siaran, yang bisa secara serius merusak perkembangan moral, mental, dan fisik anak-anak di bawah usia 18 tahun, tidak boleh disiarkan. Disamping itu, prinsip ini juga meminta semua lembaga penyiaran melindungi anak-anak dari penayangan materi yang tidak cocok untuk mereka.

    Hal-hal lain yang juga diatur dalam prinsip ini adalah bahwa penggunaan obat terlarang, rokok, penyalahgunaan cairan dan alkohol tidak boleh ditampilkan dalam program-program yang khusus dibuat untuk anak-anak, kecuali ada justifikasi editorial yang masuk akal. Disamping itu, perilaku kekerasan dan perilaku berbahaya, baik verbal maupun fisik, juga tidak boleh ditayangkan dalam program-program siaran untuk anak-anak.

    Perlindungan terhadap anak-anak di bawah usa 18 tahun juga memerhatikan keterlibatan mereka dalam program-program siaran televisi. Jika mereka ikut serta dalam program siaran, pihak lembaga penyiaran harus menjamin kesehatan emosi dan fisik mereka dan mereka tidak akan mengalami stress atau kecemasan. Masalah hadiah juga harus disesuaikan dengan umur mereka, sehingga tepat sasaran dan tepat manfaatnya.

    Prinsip kedua juga memastikan bahwa standar yang diterima secara umum diterapkan pada konten TV dan radio untuk memberikan perlindungan yang memadai kepada anggota masyarakat dari materi-materi siaran yang merugikan atau ofensif. Konteks sebuah siaran sangat penting. Oleh karena itu, semua materi siaran harus memiliki konteks yang tepat. Materi-materi konten yang mengandung bahasa ofensif, kekerasan, seksual, kekerasan seksual, penghinaan, tertekan, merendahkan harga diri manusia, perlakuan atau bahasa diskriminasi (misalnya berlatarbelakang umur, kecacatan, gender, ras, agama, keyakinan, dan orientasi seksual) harus dibarengi dengan informasi yang memadai sehingga bisa meminimalkan atau bahkan menghindari ofensi.

Sumber: Broadcasting Code Inggris
http://stakeholders.ofcom.org.uk/binaries/broadcast/831190/broadcastingcode2011.pdf

Penerjemah: Agus Satoto, M.Hum
KPI Pusat, Februari 2012

Sekilas tentang Aturan Konten TV Amerika

Kegiatan lembaga penyiaran di seluruh dunia diatur secara ketat oleh persepsi universal yang menyatakan bahwa konten dan kegiatan bisnis media bisa sangat memengaruhi kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, politik, dan kehidupan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, kalau dilihat secara cermat, kita akan mengetahui adanya perbedaan konten media di masing-masing negara. Misalnya, di beberapa negara ada siaran TV yang mengandung kekerasan, sementara di negara lain tayangan kekerasan tidak ada sama sekali atau sangat kecil persentasenya. Hal demikian juga terjadi pada konten yang terkait dengan bidang politik, iklan, pendidikan, dan seks. Seringkali, perbedaan dalam konten ini merupakan akibat dari peraturan-peraturan yang diterapkan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintah dalam upaya mereka untuk melindungi masyarakat.

Peraturan media bentuknya macam-macam dengan tingkat pengaruh yang juga beragam dan melibatkan banyak pihak, misalnya: kelompok-kelompok masyarakat sipil, asosiasi-asosiasi industri, organisasi-organisasi internasional, atau lembaga-lembaga nasional yang terkait dengan operasi usaha lembaga penyiaran TV. Namun demikian, semua regulasi atau peraturan media hanya ditujukan pada dua hal: konten media dan operasi media. Peraturan-peraturan konten media biasanya dimaksudkan untuk, misalnya, melindungi masyarakat dari dampak negatif isi siaran, atau untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat, atau memberikan apresiasi terhadap budaya. Di beberapa negara, peraturan tentang konten ini diatur secara ketat oleh pemerintah. Sementara di beberapa negara lainnya, peraturan demikian ini menjadi tanggungjawab lembaga-lembaga independen.

Sebelum melihat bagaimana peraturan konten siaran TV di Amerika dan negara-negara lainnya, perlu diketahui terlebih dahulu kategori lembaga yang terkait dengan keberadaan regulasi ini, yaitu: 1). Lembaga-lembaga yang terkait dengan pemerintah, 2). Organisasi-organisasi profesional/organisasi-organisasi media, 3). Kelompok-kelompok masyarakat sipil. 4). Kelompok Pegusaha, Sponsor/Pengiklan, dan 5). Pemirsa/pendengar.   

Di Amerika Serikat, regulasi utama media disiapkan oleh Komisi Komunikasi Federal (Federal Communication Commission). Disamping itu, lembaga legislatif (senat dan DPR), serta Mahkamah Agung. Keterlibatan lembaga-lembaga ini dimaksudkan untuk memastikan adanya sistem check and balance dalam penyelenggaraan dan pengawasan penyiaran. Regulasi media di Amerika Serikat mengikuti model libertarian, yakni keterlibatan pemerintah pusat sangat kecil dalam operasi sehari-hari organisasi media, dan bila memungkinkan, pasar bisnis-lah yang seharusnya menjadi pengaruh atas operasi dan konten media. Campur tangan pemerintah yang sangat minim inilah yang menjadi filosofi dan ciri utama dari sistem media di Amerika Serikat.    

Di Amerika Serikat, koran dan internet tidak diatur oleh lembaga yang terkait dengan pemerintah pusat. Konten kedua jenis media ini sudah dibebaskan dari the First Amendment, sebuah undang-undang Kongres tahun 1788 yang menghasilkan sejumlah amandemen atas Konstitusi Amerika. Amandemen Pertama juga berlaku sebagai prinsip pembeda dalam hal hukum antara media penyiaran dan media cetak. Media penyiaran harus lebih memerhatikan kepentingan-kepentingan publik karena persaingan di bidang bisnis ini tidak seketat persaingan media cetak. Kesimpulan ini berasal dari pendapat bahwa spektrum frekuensi penyiaran hanya dapat dipancarkan ke saluran-saluran radio dan televisi yang jumlahnya terbatas, sementara media cetak bisa didistribusikan ke tempat-tempat yang tak terbatas, termasuk tempat virtual. Namun demikian, berkembangnya saluran radio dan televisi satelit dan kabel telah melemahkan pendapat di atas sehingga sejumlah regulasi tentang kepemilikan media kemudian dicabut oleh Telecommunication Act tahun 1996.

Di Amerika Serikat, lembaga utama yang terkait dengan pemerintah dalam mengatur penyiaran adalah FCC (Federal Communications Commission), yang dibentuk berdasarkan Communications Act tahun 1934. pada awalnya, FCC ini merupakan semacam tim ahli Kongres yang bertanggungjawab melaksanakan kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan Kongres. Meskipun FCC juga melaksanakan keputusan-keputusan dari pengadilan, FCC bertanggungjawab langsung kepada Kongres melalui Senate Committee yang menangani peprdagangan, ilmu pengetahuan, dan Transportasi, dan melalui House Committee yang menangani enerji dan perdagangan.  Lima Komisioner FCC semuanya dipilih oleh presiden dan disetujui oleh Senat. Komisioner FCC boleh berasal dari partai politik yang sama, namun jumlahnya tidak boleh lebih dari tiga. Kini FCC banyak ditiru sebagai menjadi model lembaga yang memisahkan regulasi media dari kontrol pemerintah pusat.

Di Amerika Serikat, semua operasi radio dan televisi (terrestrial, kabel, dan satelit) dan semua komunikasi (telepon dan komputer) berada dibawah yurisdiksi kewenangan FCC. Lembaga inilah yang memiliki kewenangan untuk membuat dan mengubah regulasi serta sekaligus menerapkan regulasi tersebut. FCC juga bertanggungjawab melakukan konsultasi dengan Kongres dengan menyampaikan pendapat-pendapat tentang legislasi media yang mungkin diperlukan.

Berdasarkan filosofi libertarian, pendekatan yang dilakukan oleh FCC dalam mengatur regulasi media adalah dengan membiarkan terjadinya kompetisi di dalam pasar komersial sehingga pasar inilah yang kemudian akan mengaturu diri mereka sendiri - khususnya dalam menyediakan konten media. Dengan kata lain, FCC berharap bahwa sebagian besar regulasi haruslah berasal dari para pelaku media itu sendiri. Di Amerika Serikat, semua lembaga penyiaran - baik negara maupun swasta - harus mendapatkan izin dari FCC. Stasiun radio dan TV masing-masing mendapatkan lisensi untuk operasi selama 8 (delapan) tahun. Pemberian lisensi dilakukan untuk memastikan bahwa baik lembaga penyiaran pemerintan maupun swasta sama-sama memerhatikan dan memenuhi harapan, kenyamanan, dan kebutuhan masyarakat. Ini merupakan sebuah standar yang harus dipenuhi. Namun demikian, FCC TIDAK MENGATUR KONTEN MEDIA DAN AKSES MEDIA  karena mekanisme utama yang dipakai untuk menentukan apakah lembaga penyiaran itu memenuhi standar tersebut adalah pasar komersial.

Ada tiga bidang regulasi konten yang pengawasannya menjadi tanggungjawab FCC. Yang pertama adalah indecency (ketidakpatutan), yang di Amerika memiliki definisi yang berbeda dengan obscenity (kecabulan). The Communations Act tahun 1934 melarang penyiaran program cabul pada jam berapa pun. Pada dasarnya, kecabulan itu diartikan apakah seseorang, sesuai dengan standar komunitas modern, menganggap bahwa sebuah siaran itu menyebabkan timbunya hasrat seksual. Namun demikian, beberapa jenis program siaran yang dianggap tidak patut malah diijinkan antara jam 10 malam dan 6 pagi. Sementara itu, menurut FCC, indecency adalah ‘bahasa yang dalam konteks, menyajikan atau menggambarkan kegiatan atau organ seksual’ (LIhat juga kebijakan FCC Policy Statement tahun 2001). Jadi, barometer atau ukuran yang dipakai untuk mementukan apakan sebuah siaran itu indecent adalah pasar komersial media itu sendiri, yang biasanya secara otomatis bereaksi negatif atas siaran-siaran yang berisi kecabulan.

Yang kedua adalah siaran iklan komersial yang dilakukan oleh lembaga penyiaran non-komersial. Di Amerika, lembaga penyiaran non-komersial -- stasiun publik, sekolah dan kampus serta lembaga penyiaran komunitas -- dilarang keras untuk menyiarkan iklan. Namun demikian, dibawah aturan yang ketat, mereka boleh menyiarkan sponsor, yang batasan-batasannya dibuat secara jelas, antara lain dilarang menyiarkan program yang menghimbau pemirsa atau pendengar untuk membeli sesuatu, atau memberi potongan harga atas ebuah produk atau jasa.     

Regulasi bidang konten yang ketiga adalah siaran anak-anak. Sesuai dengan FCC Report dan Order tahun 1996 dan Congressional Children’s Television Act tahun 1990, semua stasiun televisi harus menyediakan siaran anak-anak sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Salah sau syaratnya adalah bahwa semua stasiun harus menyediakan paling tidak tiga jam per minggu untuk menyiarkan program siaran pendidikan/informasi untuk anak-anak, meskipun hal ini diserahkan kembali ke masing-masing lembaga penyiaran untuk mengartikan apa program siaran pendidikan dan informasi itu. Syarat lainnya adalah bahwa ’bumpers’ harus disiarkan antara program siaran anak-anak dan iklan. Dan syarat ketiga adalah bahwa waktu siar iklan dibatasi sampai 10.5 menit per jam pada hari kerja (Senin-Jum;at) dan 12 menit per jam pada akhir pekan (Sabtu-Minggu). Peraturan ini adalah satu-satunya peraturan yang harus ditaati oleh semua lembaga penyiaran. Disamping itu, sebagai bagian dalam proses pemberian perpanjangan lisensi, FCC juga melakukan evaluasi atas komitmen stasiun televisi terhadap program siaran anak-anak. Dalam hal ini, FCC menggunakan dua kewenangannya untuk memastikan bahwa aturan-aturan tersebut ditaati dengan baik. Kewenangan pertamanya adalah mencabut lisensi atau tidak memberi perpanjangan lisensi. Kewenangan ini jarang sekali dipergunakan, kecuali kepada lembaga penyiaran yang berulangkali dengan sengaja melanggar undang-undang dan peraturan. Kewenangan kedua dan merupakan kewenangan utama adalah mengenakan denda. Kewenangan ini bisa diterapkan kepada lembaga penyiaran yang melanggar regulasi atau undang-undang. FCC memiliki sejumlah pegawai lapangan yang terus memonitor jika terjadi pelanggaran teknis. Namun demikian, untuk pelanggaran regulasi yang berkaitan dengan konten, FCC menunggu aduan dari masyarakat. Misalnya pada tahun 2001, FCC mengenakan denda kepada KKMG karena menyiarkan lagu Eminem yang berjudul ’The Real Slim Shady.’ Menurut Quarterly Report on Informal Consumer Inquiries and Complaints Released, tahun 2003, FCC menerima 19,920 aduan tentang indecency dan obscenity. Secara umum, FCC tidak secara aktif mengatur konten siaran di Amerika Serikat. Namun demikian, pendekatan yang dilakukan untuk memengaruhi konten media agar tidak menyiarkan kekerasan, alkohol, iklan dan ketidakpatutan, adalah dengan masyarakat menentukan sendiri apa yang bisa dan tidak bisa diterima. Oleh karena itu, FCC akan berfungsi sebagai sebuah regulator isi media jika diminta oleh masyarakat luas.    

Perselisihan atau tumpangtindih regulasi antar lembaga juga pernah terjadi di Amerika. Seringkali tumpangtindih ini juga berimbas pada lembaga penyiaran. Contoh kasus demikian terjadi ketika FCC (lembaga pemerintah/regulator) pada tahun 1990an mengeluarkan regulasi yang meminta semua lembaga penyiaran menyiarkan program anak-anak. Peraturan ini ditentang oleh National Association of Broadcasters (Asosiasi Lembaga Penyiaran Nasional), sebuah lembaga regulator industri. Asosiasi ini berpendapat bahwa peraturan FCC tersebut melanggar hak ‘free-speech’ mereka. Kedua lembaga ini terus berseteru dan berbeda pendapat atas konten siaran. Dan kasus-kasus seperti ini seringkali berakhir dengan adanya keputusan pengadilan yang mengikat.   

The United States Code melarang dengan tegas siaran yang mengandung konten ‘obscene, indecent, or profane’ tetapi tidak memberi definisi atas istilah-istilah tersebut. Dan ini menjadi tugas FCC, melalui fungsi regulasinya, untuk merumuskan definisi istilah-istilah tersebut. Pada dasarnya, menyiarkan program yang ‘obscene’ (jam berapa pun) termasuk melanggar hukum di Amerika. Mahkamah Agung Amerika Serikat merumuskan 3 hal untuk menentukan apakah sebuah siaran itu obscene atau tidak:

1.    Seorang awam, dengan menggunakan standar-standar komunitas  modern, menganggap sebuah siaran, secara keseluruhan, menimbulkan atau menyebabkan timbulnya hawa nafsu seksual.
2.    Konten siaran menunjukkan atau menggambarkan secara jelas perilaku seksual yang bisa secara spesifik didefinisikan menurut undang-undang.
3.    Konten siaran, secara keseluruhan, tidak atau kurang mengandung nilai ilmiah, politik, artistik, atau sastra.
Undang-undang negara Federal juga melarang konten siaran yang tidak pantas atau menggunakan bahasa cabul. Menurut FCC, siaran yang tidak pantas itu termasuk konten seksual atau konten merangsang yang tidak dianggap tidak sampai ke tingkat cabul. Konten yang tak pantas tidak bisa dilarang sama sekali karena dilindungi oleh the First Amendment. FCC telah mengeluarkan aturan yang melarang siaran tak pantas antara jam 6 pagi dan 10 malam. FCC mengartikan profanity  sebagai ’termasuk bahasa yang kotor atau kasar bagi pemirsa yang mendengarnya sehingga menimbulkan rasa kesal atau jijik.’   

Jika sebuah stasiun televisi menyiarkan konten yang obscene, indecent, atau profane, FCC bisa menerbitkan surat peringatan, mengenakan denda, atau mencabut lisensi siarannya. Kasus besar pernah terjadi dan melibatkan Janet Jackson dan Justin Timberlake pada acara Super Bowl tahun 2004. Pada waktu itu, FCC menuntut CBS Broadcasting untuk membayar US$550,000 karena menyiarkan konten yang indecent. FCC melakukan investigasi terhadap konten-konten yang dianggap obscene, profane, dan indecent setelah menerima aduan dari masyarakat. FCC mengkaji setiap aduan untuk menentukan apakah betul-betul ada aturan yang dilanggar. Jika demikian, FCC akan mulai investasinya yang terdiri dari, antara lain: apa yang disiarkkan, artinya, dan konteksnya. Aduan bisa disampaikan secara online melalui email, surat biasa, atau melalui telepon.   

Ketika TV kabel semakin populer selama tahun 1980an, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan konten siaran semakin samar-samar. Para operator TV kabel tidak menggunakan frekuensi spektrum, tetapi mereka mendapatkan lisensi dari masyarkat lokal seperti halnya stasiun televisi mendapatkan lisensi dari FCC. Disamping itu, TV kabel juga melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang juga dilakukan oleh operator TV jenis lainnya sesuai dengan isi First Amandment.

Tabel di atas menggambarkan perbandingan regulasi media di 2 negara maju (Perancis dan Amerika) dan 2 negara berkembang (Meksiko dan Ghana). Di kedua negara maju, prioritas isi/konten yang diatur adalah: di Perancis  pluralitas politik, minoritas, iklan, dan siaran berbahasa Perancis; di AS  siaran yang tidakpantas/indecency, siaran iklan oleh lembaga penyiaran non-komersial, dan siaran program anak-anak. Di kedua negara ini, sanksi yang diberikan lepada lembaga penyiaran yang melanggar antara lain: denda, surat peringatan, dan pencabutan lisensi. Sementara di kedua negara berkembang, prioritas isi/konten yang diatur adalah: Meksiko  siaran klan oleh lembaga penyiaran non-komersial, siaran TV yang berpihak, dan siaran yang mengkritisi pemerintah; di Ghana  reportase politik, hiburan, dan estándar penyiaran. Di kedua negara berkembang ini, sanksi yang diberikan lepada pelanggar regulasi antara lain: denda, pencabutan lisensi, proses arbitrasi, dan pembekuan lisensi.

Sumber: Broadcasting Code Amerika
http://www.tv-signoffs.com/1959_NAB_Television_Code.pdf

Penerjemah: Agus Satoto, M.Hum
KPI Pusat, Februari 2012






 

Jakarta - Ratusan, ribuan, bahkan jutaan program siaran TV setiap hari berebut masuk ke kamar-kamar dan rumah-rumah masyarakat. Masing-masing program memiliki KONTEN yang berbeda, baik jenis, tujuan, maupun target pemirsanya. Di sejumlah negara, program-program tersebut diatur JAM tayangnya. Di sejumlah negara lainnya, KONTEN siarannya diatur secara ketat. Berbagai macam sanksi dan hukuman juga dibuat untuk menekan atau mencegah pelanggaran. Namun demikian, di sana-sini masih juga terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan penyiaran yang sebenarnya disiapkan dan diterapkan antara lain untuk melindungi pemirsa atau masyarakat. Foto-foto diatas sekedar ilustrasi pertanyaan ’Apakah ke sembilan pendekar penyiaran ini (dan komisioner-komisioner KPID lainnya) sanggup membidani lahirnya dan mengawal implementasi aturan-aturan penyiaran yang diperlukan di Indonesia?’ Dan, apakah kita akan dan harus memiliki regulasi penyiaran TV yang sangat tebal seperti ilustrasi gambar di atas?

KONVERGENSI DAN REGULASI

Konvergensi di sini berarti berbaur atau bergabungnya sejumlah media atau teknologi yang berbeda seperti misalnya komputer, televisi, radio, telepon, satelit, kabel, mesin fax, internet, dan bahkan mesin fotokopi. Penggabungan atau konvergensi antara teknologi komunikasi, komputer, dan penyiaran ini kini menjadi topik pembicaraan hangat di dunia penyiaran. Konvergensi tidak saja mengubah cara penyajian sebuah siaran tetapi juga memengaruhi konten siaran. Dan yang paling dahsyat dampaknya adalah perubahan yang terjadi pada industri penyiaran. Kini, banyak negara yang harus mengkaji ulang regulasi yang telah mereka miliki untuk mengatur bisnis hiburan ini. Sejumlah negara bahkan terpaksa melakukan amandemen terhadap undang-undang penyiaran mereka. 

Pertanyaan-pertanyaan seperti ’Apakah komputer bisa menerima konten televisi?’ atau ’Apakah televisi bisa menerima konten komputer?’ kini sudah ada jawabnya. Kombinasi teknologi penyiaran telah mengubah definisi persaingan sehingga memunculkan model-model bisnis baru di industri ini. Nampaknya kini televisi yang ada di ruang-ruang kita tidak lagi menjadi sekedar televisi tetapi sebuah alat ’ajaib’ yang bisa menyuguhkan segala macam kebutuhan audiovisual manusia. Beberapa contoh konvergensi telekomunikasi dan penyiaran yang kini bisa disaksikan antara lain: Internet Broadcasting Service, IPTV (Internet Protocol Television), VOD Service (Video-on-Demand) , DVB (Digital Video Broadcasting), Data Broadcasting, Pay-TV, Cable TV, dsb. Konvergensi demikian ini tentu memerlukan perubahan regulasi baru. Apakah regulasi yang lama hanya perlu ditambah atau diamandemen? Atau, apakah diperlukan regulasi yang baru sesuai dengan perubahan teknologi yang terjadi di masing-masing negara? Jika regulasi lama dipertahankan tentu akan banyak sekali tambahan yang diperlukan. Jika regulasi baru harus disiapkan, tentu diperlukan enerji dan sumber daya yang sangat besar untuk menyelesaikannya sehingga regulasi baru tersebut bisa mengakomodir hal-hal baru yang sedang dan akan terjadi. Di sinilah letak tantangan lembaga-lembaga regulator di bidang ini. Industi penyiaran menjadi semakin betul-betul tanpa sekat atau tanpa batas dan saling terkait dan terhubung, sementara regulasi atau undang-undangnya masih di masing-masing negara. 

Konvergensi media dan teknologi akan semakin memperumit pelaksanaan standar dan regulasi, khususnya kepada media-media berteknologi mutakhir, sehingga bisa membuat undang-undang yang ada menjadi kuno dan tidak pas lagi. Contoh yang terjadi di Amerika antara lain: Disney membuat program-program siaran TV-nya (ABC) juga bisa ditonton di Internet; NBC bekerjasama dengan YouTube.com menyediakan program-program TV bisa ditonton di Internet. Sementara itu, para operator berbasis Web menawarkan ratusan layanan video. Google dan Apple memiliki toko video online, sedangkan ribuan situs lainnya menyediakan program-program TV atau klip video amatir. Disamping itu, para pemilik Microsoft Xbox 360 gaming platform kini dapat mengunduh film-film pop dan menyiarkan program-program TV melalui layanan ”Xbox Live”. 

Contoh lain yang bisa menggambarkan perubahan radikal di industri ini adalah kejadian tahun 2005 ketika konser ”Live 8” disiarkan di situs AOL secara gratis, sementara sebagian acaranya juga disiarkan di jaringan kabel MTV, dan kemudian disiarkan ulang di stasiun-stasiun TV milik jaringan ABC. Siaran ulang di jaringan ABC ini ditonton oleh sekitar 2.9 juta pemirsa, sedangkan siaran MTV ditonton oleh 1.5 juta pemirsa. Akan tetapi, situs AOL ditonton oleh 5 juta pengunjung. Kisah ini menjadi peristiwa bersejarah tentang berkembangnya Internet sebagai saluran distribusi massal untuk konten-konten atau program-program siaran dan video. 

Sebelum manuver-manuver bisnis tersebut di atas terjadi atau dilakukan di Amerika, sebenarnya para pembuat undang-undang, regulator, dan ahli hukum sudah sadar bahwa para pemain di industri penyiaran itu berdiri di atas landasan hukum yang tidak kuat alias ’selalu goyah’ jika alasan kelangkaan dan lisensi menjadi dasar utama untuk mengendalikan konten dan penggunaan spektrum frekuensi. Akankah hal demikian ini terjadi di Indonesia? 

Lalu, tantangan lain segera muncul: apa yang akan dilakukan oleh para lembaga regulator jika para operator Mobile Phones alias ’hp’ memutuskan untuk terjun di bidang penyiaran dan menjual layanan penyiaran melalui jaringan ’hp’ para pelanggannya yang berjumlah ratusan juta?

LOGIKA KELANGKAAN SPEKTRUM FREKUENSI DAN REGULASI

Penjelasan yang tertulis dalam Pertimbangan (point b., halaman 1) Undang-undang RI Nomor 32 menyatakan ’bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.’ 

Perkembangan teknologi penyiaran yang terjadi saat ini mungkin bisa membuat pertimbangan tersebut tidak lagi masuk akal. Di Amerika, logika kelangkaan spektrum penyiaran seperti tersebut di atas dianggap tidak masuk akal atau sangat lemah jika dipakai sebagai landasar berpikir dalam mengatur pemberian lisensi ke lembaga penyiaran. Semua sumber daya alam itu pada dasarnya terbatas jumlahnya. Minyak, batu bara, timah, dan kekayaan tambang lainnya juga sebenarnya terbatas. Dengan kata lain, pengaturan atau regulasi yang didasarkan pada kelangkaan tersebut ternyata malah memperburuk kelangkaan itu sendiri. Kini kita bisa saksikan bahwa kemampuan daya beli pasar dan hak milik (property rights) justru meningkatkan inovasi-inovasi dalam penggunaan jumlah spektrum. Para teknisi dan insinyur di bidang telekomunikasi terus berusaha menemukan cara-cara baru untuk memanfaatikan keterbatasan atau meningkatkan kapasitas spektrum yang ada sehingga spektrum-spektrum yang sebelumnya tidak bisa dipakai kini menjadi komoditas bisnis yang sangat menggiurkan.

Di satu sisi, kita harus secara jujur mengakui bahwa regulasi penyiaran selalu berdiri di atas landasan undang-undang yang tidak kuat, selalu goyah dan berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Kini, landasan konstitusional tersebut banyak yang runtuh di sejumlah negara, khususnya negara-negara maju dan demokratis, karena maju pesatnya perkembangan bidang hukum dan teknologi. Menggunakan regulasi lama untuk mengatur media-media dengan teknologi baru tentu akan menjadi masalah besar. Atau, membiarkan lembaga-lembaga penyiaran merana karena sering harus membayar denda pelanggaran kode etik atau undang-undang juga merupakan kekeliruan. Namun demikian, di sisi lain, kelangkaan spektrum malah menjadi berkah. Kasus di Amerika bisa menjadi contoh menarik. Justru karena kelangkaan spektrum ini, jumlah stasiun TV di Amerika menjadi dua kali lipat, sementara jumlah koran harian terus menurun. Kini justru koran harian yang semakin sedikit dibanding jumlah stasiun TV. Jumlah stasiun radio di Amerika juga meningkat dua kali lipat sejak tahun 1970. Sementara itu, teknologi dan gerai (outlet) media lainnya juga berkembang pesat, misalnya: TV satelit, TV kabel, radio satelit, Internet TV, blog, dan lain sebagainya. Jadi, dengan kemajuan teknologi yang luar biasa, warga Amerika kini memiliki jumlah akses informasi, hiburan, dan berita yang luar biasa banyak. Dimana-mana ada media penyiaran, hadir dan melayani kebutuhan hidup masyarakat. ”Akses informasi itu sekarang ada dimana-mana, seperti udara yang kita hirup,” kata Stephen T. Gray (http://www.csmonitor.com/2005/0509/p09s01-coop.html).

PENGADUAN DAN DENDA

Meskipun undang-undang dan regulasi penyiaran di semua negara mengatur adanya mekanisme pengaduan dan denda, jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran tetap saja besar. Apakah ini berarti tingkat ketidakpuasan pemirsa atau masyarakat terhadap kualitas siaran semakin tinggi? Atau, apakah mungkin terjadi kesalahpahaman dalam memahami undang-undang dan regulasinya? Atau, undang-undang dan regulasinya sudah tidak sesuai lagi tetapi tetap dipaksakan untuk dipakai?

Secara umum ’pengaduan’ adalah ekspresi ketidaksenangan, ketidaksetujuan, kemarahan, atau ketidakpuasan pemirsa TV terhadap konten siaran. Mungkin si pemirsa mengadukan adanya beberapa kata yang ’indecent’ (tidak pantas/tidak layak/tidak sopan/tidak senonoh) dalam sebuah siaran. Atau pengaduan tersebut hanya berisi keberatan atas beberapa cuplikan gambar yang ditayangkan sebuah siaran.  

Di Amerika, FCC (Federal Communications Commission), sebagai lembaga independen yang mengatur program siaran di seluruh Amerika, tidak memonitor program-program atau konten-konten apa saja yang disiarkan. Lembaga ini hanya menjalankan fungsinya untuk menindak pelanggaran atas konten siaran setelah adanya pengaduan dari pemirsa. Kini FCC memiliki sebuah biro yang disebut EB (Enforcement Bureau). Biro ini memiliki situs khusus yang menangani kasus-kasus ‘Obscenity, Indecency & Profanity.’ Tabel berikut bisa menjadi sebuah gambaran atau ilustrasi tentang tingginya jumlah pengaduan masyarakat dan denda yang harus dibayar oleh lembaga penyiaran: 

TAHUN JUMLAH ADUAN JUMLAH PROGRAM JUMLAH DENDA YANG DIBAYAR

2006

(Jan-Juli)327,1981191$3,962,500

2005233,5311550$0

20041,405,419314$7,928,080

2003166,683375$440,000

200213,922389$99,400

2001346152$91,000

2000111111$48,000

19995,853N/A$49,000

199832,300N/A$40,000

1997828N/A$35,500

1996950N/A$25,500

1995947N/A$4,000

199412,817N/A$674,500

1993N/AN/A$665,000

Angka-angka di atas menggambarkan adanya kenaikan dalam jumlah aduan dan denda. Akan tetapi, apakah itu berarti adanya peningkatan jumlah konten yang indecent? Atau ada hal lain yang terjadi? Menurut FCC, memang ada kenaikan tajam dalam jumlah kasus pengaduan dan program yang diadukan serta jumlah denda yang dikenakan. Akan tetapi ternyata data ini tidak menunjukkan adanya kenaikan dalam hal ketidakpuasan pemirsa terhadap program-program atau konten-konten siaran. Pengaduan-pengaduan tersebut ternyata hanya melibatkan sejumlah kecil program. Misalnya, pada tahun 2002 97% pengaduannya sebagian besar hanya terkait dengan 4 program siaran. Sedangkan pada tahun 2005, dari 233.531 pengaduan, 99.8% pengaduannya terkait hanya pada 9 program khusus. Yang menarik dari data ini adalah adanya sinyalemen atau kecurigaan bahwa ada  sekelompok orang yang tidak suka terhadap sejumlah siaran dan mereka memanfaatkan situs pengaduan ini dengan mengirim email pengaduan. Tentu contoh menarik dari Amerika ini bisa juga menjadi bahan masukan dan kajian atas penerapan sistem pengaduan dan denda di Indonesia. Betulkah jumlah pengaduan yang masuk menunjukkan tingkat ketidakpuasan pemirsa? Atau ada hal lain yang perlu dikaji lebih jauh?

Sumber: http://www.csmonitor.com/2005/0509/p09s01-coop.html 

http://www.fcc.gov/ dan sumber-sumber lainnya

Penerjemah:  Agus Satoto, M.Hum

KPI Pusat, Mei 2012

 

 

altJakarta - Belakangan ini, muncul kasus-kasus menyangkut isu sensitif agama, yaitu ekspos produk media yang telah mengganggu perasaan dan harmoni kehidupan beragama. Hal itu mau tidak mau memantik diskursus ulang tentang arti dan implementasi dari `kebebasan'.

Kebebasan pers (freedom of the press) dan kebebasan ekspresi (freedom of expression) merupakan `mantra' ampuh yang terus digaungkan dalam era demokrasi saat ini. Tidak ada yang salah dengan keduanya, bahkan kita perlu menghargai dan memperjuangkannya.

Masalahnya, kita sering lupa bahwa kebebasan itu harus dimaknai secara utuh. Lebih dari itu, kebebasan juga harus diimplementasikan dengan penuh kearifan dan tanggung jawab. Tanpa itu, kebebasan dipastikan akan bermasalah dan dapat dipastikan akan menimbulkan masalah. Kebebasan dengan makna utuh mengasumsikan kebebasan dengan batasan.

Kebebasan tanpa batas, untuk manusia yang diberi akal dan hati, akan memupuk nafsu hayawaniah (kehewanan) dan justru melunturkan prinsip insaniyah (kemanusiaan dan humanisme). Paling tidak, dalam praktiknya, kebebasan itu akan terbatas oleh kebebasan orang lain. Sehingga, pastilah kebebasan itu bukan bebas tanpa batas alias semau gue.

Hak mengeluarkan pendapat, melakukan sesuatu, memberitakan informasi, sampai menayangkan peristiwa memang dimiliki oleh setiap individu. Namun, individu tersebut harus sadar dengan nalarnya bahwa di luar dirinya, ada juga individu lain yang harus dihargai kebebasannya. Dengan demikian, tidak bisa semua hal diekspresikan dan dimediakan semau-maunya.

Kebebasan media Kehadiran media, dengan segala bentuknya yang sekarang ada, mulai dari cetak, elektronik (penyiaran), sampai online, merupakan sebuah anugerah. Bagi Indonesia, kebebasan pers dan media telah membawa berkah reformasi.

Catatannya, bagaimana kebebasan itu tetap dan akan selalu menjadi berkah dalam konteks keindonesiaan kita? Berkah kebebasan pers membuat banyak media bermunculan dan menawarkan `apa saja' kepada khalayak. Media telah menempatkan diri sebagai penyedia segala hal kepada publik, baik yang benar-benar dibutuhkan maupun tidak.

Bahkan, media juga punya kekuatan untuk memengaruhi dan mengarahkan pembaca, pengakses, dan pemirsanya untuk berbuat apa dan menjadi apa.
Mengingat media impact yang luar biasa ini maka seharusnya kebebasan pers dan media ditempatkan secara proporsional. Terkait pemberitaan, sudah ada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang mau tidak mau akan membatasi dan menempatkan kebebasan (kemerdekaan) pers pada koridor yang selayaknya. Tinggal bagaimana evaluasi terhadap penerapan KEJ yang ditetapkan Dewan Pers itu terus dijalankan.

Dalam ranah penyiaran, KPI sudah membuat Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) untuk menjadikan pers dan media tetap istiqamah (konsisten) memfungsikan dirinya sebagai sarana informasi yang layak dan benar, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, serta perekat sosial. Aturan itu sama sekali tidak ada maksud untuk mengekang kebebasan pers.

Salah besar bila ada sebagian kalangan yang masih punya anggapan demikian. Di manapun dan untuk konteks apa pun, aturan berbasis pada etik dan nilai tetap diperlukan. Dengan dasar itu pula, sensor mandiri menjadi sangat penting untuk menimbang, apakah sajian media berimplikasi kebaikan dan keadaban publik atau sebaliknya, keburukan dan kekacauan.

Kekerasan simbolis Kebebasan yang dijalankan tanpa batas akan memicu adanya reaksi, bisa jadi sampai pada tindakan kekerasan.
Tanpa bermaksud membenarkan aksi kekerasan, apalagi kekerasan atas nama apa pun, seharusnya dihindari, kebebasan yang dilakukan tanpa batasan etik dan rasa hormat terhadap prinsip dan nilai kelompok lain sesungguhnya merupakan bentuk kekerasan itu sendiri.

Dalam kajian komunikasi terdapat istilah kekerasan simbolis (symbolic vio lence), yakni kekerasan nonfisik be rupa mekanisme komunikasi yang mengandung relasi kekuasaan yang he gemoni dan timpang. Di dalamnya terdapat pola komunikasi yang sewenang-wenang antarpihak tertentu, terkait dengan stigmatisasi dan monopoli makna.

Pemberian stigma buruk, penghinaan, pemaksaan makna, label tertentu, sampai penistaan agama-kalaupun di atasnamakan kebebasan-merupakan bentuk dari kekerasan simbolis yang tidak bisa dibenarkan. Kekerasan jenis ini bahkan dapat menimbulkan benturan peradaban.

Dampak kekerasan simbolis ini bisa berlangsung dalam jangka panjang dan permanen meskipun kadang tidak sertamerta bisa dirasakan.

Dan, media sangat potensial menjadi sarana kekerasan simbolis ini karena media memiliki kemampuan untuk mem produksi pesan dan mengarahkan maknanya sekaligus. Banyak kajian yang membuktikan kekerasan simbolis telah dilakukan oleh media, misalnya, dalam bentuk framing, atribusi yang menyudutkan, dan konstruksi realitas yang mengandung motif.

Antara kebebasan dan kekerasan memiliki relasi sebab dan akibat yang pelik. Kebebasan jangan menimbulkan kekerasan dan tidak boleh terjadi kekerasan atas nama kebebasan. Pun tidak dibenarkan kebebasan yang dimaksudkan memprovokasi tindakan kekerasan.

Walhasil, alangkah tidak adil bila kita mengampanyekan antikekerasan, namun pada saat yang sama, kita melakukan atau setidaknya membiarkan terjadinya kekerasan. Semoga tidak. 

 

OPINI IDY MUZAYYAD

Komisioner KPI Pusat

dimuat di Harian Republika, 6 Oktober 2012

Halaman 3 dari 4

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.