Cirebon - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat menggelar lokakarya peningkatan kapasitas SDM Penyiaran bertajuk “Musik Jangan Hanya Asyik”.
“KPID Jabar berharap musik juga menjadi konten yang menghibur dan mendidik sesuai dengan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran),” kata Komisioner KPID Jabar Ellang Gantoni Malik, dalam pembukaan lokakarya yang berlangsung di Hotel Sariater, Subang, Rabu, 15 September 2021.
Hadir sebagai pembicara adalah Anggota DPRD Jawa Barat Dr. Abdi Yuhana, Ketua PRSSNI Jabar Joesoef Siregar, Noey Java Jive, Andrew Pribadi, dan para pencipta lagu dan asosiasi musik director Jawa Barat.
Ketua KPID Jabar Dr. Adiyana Slamet menjelaskan, selama ini KPID Jabar pernah membatasi jam tayang 17 lagu bernuansa cabul dan seks, demikian juga KPI Pusat telah melarang 42 lagu karena alasan yang sama karna diatur dalam pasal 20 ayat 1,2 dsn 3 di Standar Program Siaran (SPS). KPID tidak hanya mengawasi dan melarang musik dan lagu, tapi juga mendorong agar insan musik mampu menciptakan lagu yang bukan hanya asyik didengar tetapi mendidik.
“KPID Jabar mendorong di era teknologi informasi dan masuknya era tv digital, akan muncul kepedulian insan musik yang mampu menciptakan karya yang edukatif, berpijak pada akar budaya bangsa,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Dr. Abdy Yuhana. Ia menjelaskan betapa pentingnya musik dan lagu untuk membangun karakter bangsa. Ia mencontohkan ketika Bung Karno menegaskan konsepnya bagaimana membangun karakter bangsa atau “character building”.
“Kita juga ingat ketika Pak Sambas menciptakan lagu Manuk Dadali yang menggambarkan betapa dalam pesan lagu itu berupa persatuan, gotong royong dalam kerangka NKRI,” katanya.
Jawa Barat, sebagai penduduk terbesar di Indonesia yang sudah mencapai 50 juta orang harus jadi magnet bagi penciptaan musik yang berbasis pada kearifan lokal yang mampu mendorong nasionalisme. Tapi perlu diingat bahwa penciptaan lagu itu harus mengantisipasi perkembangan teknologi. Red dari cirebonraya.com
Palangkaraya – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalimantan Tengah), H. Sugianto Sabran melalui Pj Sekretaris Daerah (Sekda), Nuryakin, secara resmi melantik tujuh anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) periode 2021-2024, di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur, Jumat (3/9/2021) siang.
Ketujuh anggota KPID yang dilantik adalah Henoch Rents Katoppo, Eni Artini, At Prayer, Nisa Rahimia, Chris Philip Alessandro, Ilham Busra dan Ahmada.
Dalam sambutannya, Nuryakin mengatakan, KPID merupakan salah satu lembaga independen dan mandiri yang menjalankan amanat undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Selain itu, fungsi KPID juga memiliki peran strategis dalam mensosialisasikan digitalisasi penyiaran, termasuk menyampaikan peluang dan tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat Kalteng ke depan. “Untuk itu, KPID Kalteng diharapkan mampu penguatan fungsi pemantauan siaran televisi dan radio, termasuk penguatan lembaga penyiaran lokal dalam rangka optimalisasi konten siaran lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan,” ujarnya.
Di tengah dinamika penyiaran di Indonesia, Indonesia saat ini berada dalam masa transisi dari penyiaran analog ke penyiaran digital. Tantangan yang dihadapi KPID sebagai regulator penyiaran ke depan tentunya semakin besar.
Untuk itu harus ada sinergi yang dibangun dan dapat bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, DPRD, perguruan tinggi, organisasi keagamaan, sosial, dan lain-lain, sebagai upaya bersama dalam mewujudkan konten siaran yang sehat dan berkualitas bagi masyarakat.
Sebab, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Karya, proses pemindahan sistem penyiaran dari analog ke digital harus diselesaikan paling lambat November 2022, ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa penerapan digitalisasi penyiaran dinilai memiliki tiga dampak positif, yaitu efisiensi penggunaan spektrum frekuensi penyiaran, kualitas teknis penyiaran berupa gambar dan suara yang diterima masyarakat semakin baik, dan jumlah saluran televisi semakin banyak dan memungkinkan semakin banyak banyak pilihan siaran televisi, termasuk televisi lokal.
Dengan dilantiknya tujuh anggota KPID periode 2021-2024, melalui proses seleksi yang ketat ini, ia meyakini para anggota KPID yang baru mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara jujur, adil dan berintegritas, dalam mengawasi penyiaran dan penyediaan media massa. literasi kepada masyarakat. publik.
“Saya ucapkan selamat atas diangkatnya menjadi anggota KPID. Mempersiapkan diri untuk bekerja secara maksimal guna mewujudkan harapan masyarakat dalam hal mendapatkan penyiaran yang sehat, dengan mengacu pada peraturan yang berlaku, sehingga kondusif dan harmonisasi dapat terjaga,” tutupnya. Red dari sharingmedia.co
Kupang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah ( KPID) Provinsi NTT menemukan adanya pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran (P3SPS) oleh lembaga penyiaran di wilayah itu.
Ketua KPID NTT, Fredrikus R. Bau mengatakan, berdasarkan pemantauan lapangan, tim KPID NTT mencatat ada lembaga penyiaran yang melanggar P3SPS. Pelanggaran itu dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi maupun radio.
Berdasarkan pantauan tersebut, salah satu lembaga penyiaran televisi yang melakukan pelanggaran adalah Madika TV yang berada di bawah naungan PT. Madika Televisi Kupang. Sementara itu, salah satu lembaga penyiaran radio yang melakukan pelanggaran adalah Lizbeth Radio di bawah naungan PT. Radio Lizbeth.
Pria yang akrab disapa Edy Bau itu menjelaskan, Madika TV dalam program siarannya tidak menyiarkan 10 persen siaran lokal. Sementara Radio Lizbeth berdasarkan temuan tim KPID, tidak memutar lagu Indonesia Raya dan Lagu Kebangsaan pada saat memulai dan mengakhiri siaran.
"Ada beberapa radio yang belum mematuhi. Salah satunya di Radio Lizbeth, mereka belum memutar lagu kebangsaan Indonesia Raya saat akan memulai siaran dan lagu kebangsaan saat akan menutup siaran," ungkap Edy Bau di kantornya, Senin 23 Agustus 2021.
Mantan wartawan itu menyebut, temuan itu terjadi saat verifikasi faktual di Madika TV pada 15 Juli 2021. Sementara di Radio Lizbeth terjadi pada 30 Juli 2021.
Pihak KPID NTT, kata Edy Bau, telah memberikan teguran lisan kepada manajemen lembaga penyiaran tersebut untuk melakukan perbaikan. Jika ditemukan tidak ada perubahan maka akan diberi teguran tertulis dan dapat berujung pada pencabutan izin siaran.
"Kita akan bersurat segera untuk memperbaiki.Jika masih membandel kita akan ajukan untuk pencabutan izin," ujar dia.
Edy Bau juga meminta masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengawasi siaran lembaga penyiaran baik televisi maupun radio agar memberikan kualitas penyiaran yang baik.
"Kita harap ada masyarakat menginformasikan atau melaporkan jika ada menemukan siaran yang tidak pantas baik di televisi maupun radio," kata dia.
Hingga tahun 2021, tercatat 56 lembaga penyiaran radio yang memiliki izin dan aktif di NTT. Jumlah tersebut berkurang dari sebelumnya, 64 lembaga penyiaran pada 2020.
Sementara itu, di Kota Kupang, ibukota Provinsi NTT, KPID mencatat terdapat 23 lembaga penyiaran yang terdiri dari 7 lembaga penyiaran Radio dan 16 lembaga penyiaran televisi. Untuk lembaga Radio terdiri dari AFB, Suara Kasih, Suara Timor, Suara Kupang, Lisbet, Trik olok dan RRI. Red dari kupang.tribunnews.com
Gorontalo – Tim Seleksi (Timsel) Pemilihan Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Gorontalo, membuka pendaftaran calon anggota KPID periode 2021-2024. Pendaftaran dimulai tanggal 23 Agustus hingga 23 september 2021.
Beberapa persyarat umum diantaranya warga negara Republik Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berpendidikan minimal S1, berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.
“Memiliki kepedulian, pengetahuan dan atau pengalaman dalam bidang penyiaran, tidak terkait langsung dengan kepemilikan media massa, bukan anggota legislatif dan yudikatif, bukan pejabat pemerintah serta non partisan,” bunyi surat persyaratan yang ditandatangani Ketua Timsel Beby Banteng.
Beberapa persyaratan khusus diantaranya usia minimal 30 tahun per tanggal 23 Agustus 2021. Membuat makalah visi dan misi, melampirkan surat ijin dari pimpinan lembaga bagi yang sedang bekerja. Bagi pelamar yang berstatus ASN/pegawai pemerintah apabila dinyatakan lulus, bersedia untuk bekerja full time yang dibuktikan dengan surat cuti diluar tanggungan negara.
Formulir pendaftaran dan syarat pendaftaran lainnya dapat diunduh di tautan ini https://drive.google.com/drive/folders/14eyu6D11lJx7n9abIi0PNsbUmVK48QAF?usp=sharing atau datang ke sekretariat tim seleksi di Kantor Diskominfotik Provinsi Gorontalo. Red dari gorontalo.go.id
Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah melakukan pemantauan isi siaran secara rutin. Hasilnya, ditemukan total 783 potensi pelanggaran isi siaran selama periode Januari hingga Juni 2021.
Koordinator Bidang Isi Siaran, Ari Yusmindarsih, mengatakan bahwa potensi pelanggaran ini merupakan konten-konten siaran yang dipandang tidak sesuai dengan etika penyiaran, namun masih pada tataran yang masih bisa ditoleransi. “Sebenarnya temuan-temuan ini belum pada tahap yang perlu disanksi, tapi kalau jumlahnya banyak tetap harus jadi evaluasi,” terangnya dalam paparan hasil kinerja pada media di kantor KPID Provinsi Jawa Tengah, Senin (16/9/2021).
Temuan potensi pelanggaran terbagi ke dalam 9 kategori, terdiri atas Kesusilaan dan seksualitas, Kelompok Khusus, Perlindungan anak, Kekerasan, Napza dan Perjudian, Mistik Supranatural, Jurnalistik, Siaran Iklan, Kesopanan, dan Perlindungan Kepentingan Publik.
Berdasarkan kategorisasi di atas, pontensi pelanggaran tertinggi pada kategori Kekerasan sebesar 35,9% dan Perlindungan Anak sebesar 35,5%. Sementara terendah pada Kategori Penyalahgunaan Napza, Perjudian, dan Rokok. Sedangkan kategori Perlidungan Kepentingan Publik terpantau hanya muncul di Bulan Juni berkaitan dengan siaran Iklan Partai Politik yang mulai inten di stasiun TV tertentu.
Ari menambahkan bahwa tingginya temuan kategori Kekerasan dan Perlindungan anak menunjukkan bahwa siaran media belum aman dikonsumsi anak-anak tanpa pengawasan orang tua. “Adegan kekerasan yang muncul tidak sampai menampilkan adegan sadis, berdarah-darah, atau menimbulkan trauma langsung pada pemirsa. Biasanya muncul dalam bentuk kata-kata kasar dan perundungan di program realty show, perilaku penindasan di tayangan fiksi, dan liputan peristiwa kekerasan yang pengambilan gambarnya terlalu vulgar dalam siaran jurnalistik. Materi-materi seperti ini kalau disuguhkan setiap hari akan sangat rawan bagi perkembangan psikologis anak. Apalagi muatan kekerasan juga sering muncul di jam siar anak,” imbuhnya.
Ari juga menegaskan bahwa banyaknya potensi pelanggaran harus menjadi evaluasi bersama. “Meskipun tidak fatal, konten siaran yang berpotensi melanggar ini kalau disiarkan terus-menerus dengan intensitas yang tinggi juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi pemirsa,” jelasnya.
Evaluasi Bagi Media Penyiaran
KPID Jawa Tengah juga mendorong lembaga penyiaran untuk terus melakukan evaluasi internal. Temuan pemantauan isi siaran menunjukkan bahwa potensi pelanggaran justru terdapat pada stasiun TV yang banyak diminati pemirsa.
Temuan potensi pelanggaran tertinggi terdapat pada siaran Trans7 (sebesar 14,7%) yang banyak menyajikan siaran-siaran non-fiksi. Sedangkan di bawahnya terdapat stasiun TVOne, TransTV, dan ANTV yang hampir seimbang.
Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mendorong lembaga penyiaran untuk terus memperbaiki kualitas siarannya. “Lembaga penyiaran harus rajin mengukur ulang apakah siarannya sudah aman bagi pemirsa. Mari padatkan lagi unsur edukasinya, sajikan informasi yang baik, hiburan untuk pemirsa harus sehat dan aman,” tegas Aulia.
Siaran Belum Ramah Anak dan Sensitif Gender
Hasil pemantauan isi siaran KPID Jawa Tengah selama periode semester pertama tahun 2021 menemukan bahwa dari total 783 temuan potensi pelanggaran, 36% di antaranya terkait dengan anak. Terdapat beberapa bentuk temuan yang dominan, yaitu muatan kekerasan, seksualitas, dan mistik pada jam siar anak; pemberitaan tentang Anak sebagai pelaku dan korban kriminalitas tidak disamarkan identitasnya; adegan berbahaya yang diperankan oleh anak; dan program dewasa yang melibatkan anak.
Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mendorong lembaga penyiaran untuk lebih peka terhadap kepentingan perlindungan anak. “Kita harapkan siaran dapat menjadi sarana pendidikan bagi anak. Selain menghibur, juga memberikan contoh-contoh perilaku positif yang dapat ditiru,” ungkap Aulia.
“Tayangan tak ramah anak dengan intensitas yang tinggi dikhawatirkan dapat membentuk pribadi yang kurang baik dan mengganggu perkembangan psikologis anak,” imbuhnya.
Sedangkan temuan potensi pelanggaran kategori perempuan ditemukan sebanyak 10% dari total temuan. Terdapat beberapa bentuk temuan yang dominan, yaitu eksploitasi sensualitas perempuan dalam bentuk adegan erotis kekerasan fisik dan verbal terhadap perempuan, menempatkan perempuan sebagai obyek pembicaraan cabul, body shaming terhadap perempuan, dan menampilkan perempuan sebagai figur yang selalu berkarakter negatif (antagonis).
“Kita masih sering jumpai, perempuan diposisikan sebagai korban kekerasan, selalu pasrah dengan keadaan yang menyiksa. Atau kebalikan dari itu, perempuan justru menjadi karakter yang manipulatif, provokatif, dan memiliki kecenderungan sifat buruk,” terang Riri.
Pola tersebut sebenarnya sudah menjadi keresahan lama dan belum ada perbaikan yang signifikan. “Ini masalah klasik, tapi masih saja dominan,” jelas Riri menambahkan.
Berita tentang Pandemi Covid-19 Mayoritas Berisi Badnews
Badnews (berita buruk) masing menjadi komoditas yang diminati dalam memilih konten pemberitaan seputar Pandemi Covid-19. KPID Provinsi Jawa Tengah melakukan pemantauan khusus siaran berita pandemi Covid-19 selama penerapan PPKM Darurat/Level 4 tanggal 3 Juli – 2 Agustus 2021. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa dari 5.745 berita yang disiarkan 17 stasiun televisi, 40% merupakan berita buruk, 30% berita baik, dan 30% sisanya berita informatif/netral.
Riri lebih lanjut mengungkapkan harapannya agar media penyiaran lebih banyak memberitakan konten positif untuk membangun optimisme bagi masyarakat dalam menghadapi pandemi.
“Kita tahu pandemi adalah musibah, tapi bukan berarti kita menjadikan musibah sebagai komoditas pemberitaan. Berita sebaiknya dibingkai dalam sudut positif yang membangun semangat untuk bertahan,” uangkapnya.
Atensi Masyarakat Cukup Tinggi
Kepedulian masyarakat Jawa Tengah tentang siaran sehat cukup bagus, ditunjukkan dengan adanya atensi yang tinggi tentang isi siaran yang disampaikan kepada KPID Jawa Tengah. Selama semester 1 KPID Jawa Tengah menerima 198 aduan yang disampaikan melalui berbagai jalur aduan, baik telepon, pesan teks, surat elektronik, maupun media sosial.
Mayoritas aduan yang disampaikan terkait tayangan sinetron, sebesar 28% dari total aduan. Disusul aduan tentang variety show sebesar 22% dan Film sebesar 14%.
Tayangan sinetron banyak dikeluhkan masyarakat karena banyaknya sajian konflik keluarga yang dipandang tidak mendidik perilaku baik, serta banyaknya kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan tokoh antagonis kepada protagonis yang sering kali diposisikan sebagai korban.
Program variety show yang dikenal dengan ragam seni atau ragam hiburan rata-rata berbentuk program hiburan komedi, musik, hingga bincang-bincang. Jenis program ini banyak dikeluhkan masyarakat karena mengandung banyak gimmick artis, menyikapi hal-hal remeh dengan cara berlebihan, hingga banyak menampilkan artis-artis yang dianggap rajin mencari sensasi demi popularitas.
Adapun program film banyak diadukan karena dianggap banyak menampilkan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma lokal karena diisi dengan konten dari luar negeri. Selain itu filter yang digunakan untuk sensor adegan dianggap tidak tepat, khususnya dengan metode penyamaran/blur.
Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mengapresiasi atas banyaknya atensi masyarakat yang disampaikan kepada KPID. Menurutnya UU Penyiaran memberikan payung hokum bagi masyarakat untuk mengungkapkan keberatannya jika terdapat siaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada siaran sehat.
“Peran serta publik dalam pengawasan isi siaran dijamin oleh Undang-undang. Implementasinya harus kita dorong, agar masyarakat kritis pada isi siaran. Masukan-masukan akan kita tampung dan ditindaklanjuti,” tegas Aulia. Red dari KPID Jateng/
Pada tayangan tersebut saya menemukan adanya sebuah pelanggaran privasi dari tamu yang diundang. Pada hal ini, pembawa acara dan bintang tamu sedang membahas tentang apa maksud dari caption di salah satu postingan instagram yang diunggah oleh Nikita Mirzani dalam salah satu postingannya. Didalam caption tersebut dijelaskan bahwasanya ia mendapatkan kekerasan mental dari sang kekasih berinisial RI. Ketiga host dari acara tersebut terus-menerus bertanya tentang apa contoh dari kekerasan mental yang pernah dialami, padahal sedari awal Nikita Mirzani sudah berkata bahwa dia tidak mau memberitahukan contoh dari kekerasan mental yang ia alami karena ia merasa bahwa dirinya juga memiliki privasi.
Peristiwa yang terjadi ini tidak sesuai dengan :
1. Pasal 5 P3SPS pada bagian b,f dan j, dala
2. Pasal 9 P3SPS
3. Pasal 13 P3SPS
4. Pasal 17 P3SPS
5. Pasal 36 ayat 4 dan ayat 5 bagian b UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Dalam hal ini, pengaduan utama yang dilampirkan adalah mengenai adanya pelanggaran hak privasi dihadapan publik yang tidak dijaga dengan baik oleh pembawa acara dari program TV tersebut.
Pojok Apresiasi
Anggi Shabrina
pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran.