Bandarlampung - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Lampung menyatakan, sudah memberikan teguran kepada enam radio yang menyiarkan iklan obat mengandung unsur pornografi.
Ketua KPID Provinsi Lampung Febriyanto Ponahan kepada RRI mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah memberikan teguran kepada enam radio swasta yang menyiarkan iklan obat mengandung unsur pornografi.
Menurutnya, enam radio yang sudah mendapatkan teguran itu, tiga berada di Kota Bandarlampung, dan tiga lainnya berkedudukan di Kota Metro.
Febriyanto Ponahan menjelaskan, teguran diberikan karena materi iklan yang disiarkan di enam radio tersebut mengandung unsur pornografi, yang berdampak langsung terhadap masyarakat.
Padahal dia menegaskan, sesuai ketentuan perundang-undangan, materi iklan yang disiarkan di lembaga penyiaran, baik di radio maupun televisi, menjadi tanggungjawab lembaga penyiaran.
“Kita kirim surat teguran kepada 6 lembaga penyiaran. Di Bandarlampung ada 3 dan di daerah ada 3, terkait iklan obat yang menggunakan kata-kata porno,” tegas Febriyanto Ponahan, Selasa (2/10/2018).
Febriyanto Ponahan menambahkan, sebelum memberikan teguran, pihaknya juga sudah memanggil penanggungjawab maupun pengelola enam radio tersebut.
Bahkan, setelah dilakukan pemanggilan oleh KPID Lampung, iklan obat yang mengandung unsur pornografi langsung dihentikan.
Ia memastikan, pihaknya akan terus melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran, baik radio maupun televisi, khususnya yang berkaitan dengan konten berita maupun materi iklan yang disiarkan dan ditayangkan. Red dari KBRN
Makassar – Sejumlah perwakilan organisasi masyarakat, lembaga penyiaran, dan tokoh masyarakat di Kabupaten Bulukumba sepakat untuk membentuk Forum Masyarakat Peduli Penyiaran Sehat guna mendorong hadirnya tayangan yang sehat dan berkualitas serta memiliki nilai edukasi terhadap masyarakat khususnya di kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kehadiran FMPPS ini untuk menyeimbangkan penetrasi industri penyiaran yang makin marak tapi juga diharapkan dapat menghadirkan konten siaran yang memiliki nilai edukasi dan informatif yang tentunya memiliki dampak positif terhadap masyarakat. Hal tersebut disepakati dalam acara pembentukan dan pembinaan forum masyarakat peduli penyiaran sehat yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel bertempat di Hotel Agri, Kabupaten Bulukumba, Sabtu (29/09/2019).
Dalam kesempatan tersebut, hadir Komisioner KPID Sulsel Herwanita, Mattewakkan, Hasrul Hasan, Riswansyah Muchsin, Arie Andyka, serta Anggota DPRD Provinsi Sulsel, Arum Spink dan Wakil Bupati Kabupaten Bulukumba, Tomy Satria Yulianto.
Dalam sambutannya Ketua KPID Sulsel, Mattewakkan, mengatakan forum ini diharapkan sebagai wadah yang mampu menghadirkan peran publik dalam upaya menciptakan konten siaran yang sehat di kabupaten bulukumba, apalagi mengingat frekuensi yang digunakan oleh lembaga penyiaran adalah milik publik, maka sudah sepantasnya dikembalikan lagi ke publik dalam bentuk konten siaran yang bermanfaat, informatif dan berkualitas.
Selain itu, Komisioner KPID Sulsel bidang Isi Siaran ini menambahkan, kehadiran forum masyarakat peduli penyiaran sehat (FMPPS) ini diharapkan bisa menjadi mitra, baik dari lembaga penyiaran maupun KPID Sulsel dalam mewujudkan konten yang berkualitas.
Herwanita juga menjelaskan forum ini sebagai upaya menegakkan regulasi yang termuat dalam UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang memuat soal peran publik dalam melakukan pengawasan isi siaran.
Pada kegiatan ini, Tomy Satria Yulianto yang juga menjabat sebagai wakil bupati kabupaten bulukumba direkomendasikan oleh seluruh peserta kegiatan yang merupakan perwakilan dari organisasi kepemudaan, lembaga penyiaran dan tokoh masyarakat, untuk menjadi ketua dari forum ini. Red dari POJOKSULSEL.com
Selat Panjang – Bupati Kepulauan Meranti, Irwan, mengaku risau dengan banyaknya siaran TV yang kurang sesuai dengan pribadi dan gaya hidup bangsa Indonesia. Untuk itu, ia mengajak masyarakat untuk lebih selektif memilih siaran TV yang sesuai, nilai-nilai positif dan budaya yang ada dimasyarakat saat ini tidak hilang.
"Saya meminta masyarakat dapat memfilter mana tayangan yang baik dan mana yang perlu diwaspadai, agar nilai positif saat ini tidak hilang," ujar Bupati Irwan, saat membuka kegiatan Sosialisasi Keluarga Cinta Siaran Indonesia, yang digelar oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau, di Gedung Orange Kantor Bupati, Senin (17/9/2018).
Hadir dalam acara itu, Ketua KPID Riau Falzan Surahman, Komisioner KPI Riau Isah Setiawan, Kabag Kominfo Meranti Drs Saiful Ikram, dan 80 orang peserta yang sebagian besar terdiri dari anak-anak muda generasi milineal.
Menurut Irwan, banyak tayangan TV yang disiarkan oleh televisi swasta di Indonesia tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Seperti sinetron yang banyak mempertontonkan gaya hidup Hedonis hidup mewah dan berfoya-foya.
"Gaya hidup hedonis seperti di kota besar itu jelas tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia secara luas, khususnya yang berada di perbatasan," ucap Bupati.
Untuk itu, orang nomor satu di Kepulauan Meranti itu meminta, para pengusaha TV kabel dan radio yang beroperasi di Meranti untuk dapat membantu masyarakat menampilkan siaran TV yang baik dengan biaya yang terjangkau. Selain itu ia berharap KPID Riau dapat mengawal siaran yang ditayangkan oleh TV swasta Nasional, agar tidak merusak nilai-nilai dan budaya yang telah mengakar selama ini.
"Saya berharap KPID dapat mengawal penayangan siaran yang sesuai dengan kondisi dan kepribadian bangsa, terutama diwilayah perbatasan," harapnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Irwan juga meminta KPID Riau untuk mendorong hadirnya TVRI dan TV Nasional lainnya di Meranti. Karena seperti yang terjadi saat ini masyarakat lebih familiar dengan tayangan TV dari negara tetangga Malaysia dan Singapura. Sebab jaringan TV Nasional belum dapat ditangkap.
"Masyarakat wajib cinta siaran Indonesia, namun bagi masyarakat Meranti yang tidak dapat menangkap siaran TV Nasional lebih cenderung menonton siaran Malaysia dan Singapura. Untuk itu kita berharap KPI dapat memfasilitasinya dengan melakukan penguatan, agar siaran Indonesia diwilayah perbatasan semakin terasa dan menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap TV Indonedia," jelas Bupati.
Terakhir, di hadapan para pengusaha TV lokal, Bupati Irwan menghimbau kepada para pengelola TV kabel dan radio di Meranti, untuk melengkapi legalitas perusahaan untuk menghindari permasalahan dikemudian hari. Bupati juga mendorong pengusaha yang berminat investasi di bidang TV dan Radio untuk berinvetasi di Meranti agar dapat membantu masyarakat dapat menikmati semua tayangan TV Nasional dengan gambar yang baik dan biaya murah.
Sementara itu, Ketua KPID Riau Falzan Surahman, dalam sambutannya menjelaskan KPI sebagai lembaga penyambung lidah masyarakat yang bertugas untuk menjaga karakter dan jati diri bangsa.
Dalam menyikapi siaran TV swasta saat ini menurut Falzan, ada dua sisi mata uang yang berbeda pertama sisi bisnis dan kedua memperkokoh persatuan serta mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu KPI akan komit menjadi kontrol sosial mengawal tayangan tayangan yang layak disajikan kepada masyarakat.
Melalui kegiatan sosialisasi Keluarga Cinta Tayangan Indonesia ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam memilih tayangan yang ideal dan baik konsumsi keluarga.Â
"Kami harap dengan keberadaan KPID penguatan siaran Indnesia di wilayah perbatasan semakin terasa dan mampu menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap siaran Indonesia," ucap Falzan. Red dari goriau.com
Makassar - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) di Makassar, Selasa (12/9/2018).
Sekolah P3SPS ini dihadiri 39 perwakilan televisi, radio, dan media cetak di Sulsel. Sekolah diselenggarakan di Whiz Prime Hotel Makassar selama dua hari berturut-turut.
Dalam kegiatan ini, KPID Sulsel menghadirkan pemateri internal dan kalangan akademisi yang concern di bidang penyiaran. Hadir pula perwakilan DPRD Sulsel untuk memberi kuliah umum.
Beberapa topik yang dibahas dalam sekolah P3SPS ini yakni “Sistem Penyiaran di Indonesia” oleh Prof. Dr. Judhariksawan, “Tanggungjawab Sosial dalam Upaya Mencerahkan Umat” oleh Waspada Santing, “Program Siaran Jurnalistik dalam P3SPS” oleh Andi Muh. Fadli, dan “Pengaturan Siaran Iklan dalam P3SPS & Etika Pariwara Indonesia” oleh Arie Andyka.
Meskipun berlabel sekolah, kegiatan ini tidak seformal sekolah umum. Materi kajian disampaikan secara interaktif sehingga para peserta nampak antusias menyampaikan gagasan dan menyimak isu-isu penyiaran di Indonesia. Isu-isu yang dibedah mulai dari penyiaran dari perspektif sejarahnya di Indonesia hingga perkembangan media hari ini yang telah merambah ke media daring (online).
Salah satu isu terkini yang mengemuka dalam sesi diskusi yaitu perihal kabar bohong atau disebut juga hoax yang kini sedang menjadi musuh besar NKRI. Menurut salah seorang pemateri, Andi Muh. Fadli, hoax tidak dapat dikategorikan sebagai suatu berita. Hoax hanya sebatas informasi sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai berita. Sebuah berita telah melewati serangkaian kaidah-kaidah jurnalistik. Isu lainnya terkait program-program TV yang tidak mendidik namun mendapat rating tinggi dari segi jumlah penonton. Di samping isu-isu ini, ada banyak isu lainnya yang diharapkan menjadi catatan dan perhatian internal LP di Sulsel secara lebih serius.
Meski ada trend penurunan dari segi frekuensi terjadinya, pelanggaran oleh beberapa LP yang berada di bawah pengawasan KPID Sulsel masih cenderung tinggi. Secara umum, konten-konten yang melanggar norma kesopanan seperti kekerasan dan seksualitas cenderung bersumber dari video klip musik dan trailerfilm baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa asing. Kekerasan, adegan seksualitas, dan logo klasifikasi program siaran adalah jenis-jenis pelanggaran yang frekuensinya paling sering muncul.
Sekolah P3SPS ini diharapkan semakin meningkatkan kesadaran dan mengasah keterampilan para insan penyiaran agar lebih peka terhadap pelanggaran-pelanggaran konten siaran yang cenderung masih tinggi. Dengan demikian, hak-hak publik untuk menonton siaran yang lebih sehat bisa terwujud. Red dari kpid_sulsel.go.id
Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat (Sumbar) masa jabatan 2018-2021, menyampaikan program kerja 2018 ke Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat, Senin (10/9/2018) di Padang.
Dalam laporan yang disampaikan Ketua KPID Sumbar Afriendi, disebutkan visi dan misi KPID Sumbar kedepan, diantaranya membangun sinergitas dengan stakeholder penyiaran, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan penyelenggaraan penyiaran.
Afriendi menyebutkan, sejak dilantik Gubernur Sumbar 24 Agustus lalu, saat ini para komisioner dan tenaga pemantau telah mulai beraktifitas mengawasi penyiaran.
"Meski saat ini anggaran KPID belum cair, namun kami berkomitmen agar KPID Sumbar tetap bisa berjalan", katanya.
Pada tahun 2018 ini, KPID Sumbar mengajukan anggaran sebesar dua miliar rupiah ke Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Sementara itu Anggota Komisi I, M. Nurnas yang hadir dalam rapat tersebut menegaskan, Komisi I juga terus mengupayakan agar anggaran KPID Sumbar bisa dianggarkan setiap tahunnya. Hal ini mengingat keberadaan KPID juga sangat penting dalam mengawasi penyiaran di daerah, sekaligus keberadaan KPID juga diwajibkan dalam UU.
"Kami berharap KPID Sumbar terus membangun komunikasi dengan komisi I DPRD, dan melibatkan komisi I dalam menyelenggarakan kegiatan", pintanya.
Selama ini Komisi I menilai, Pemprov Sumbar tidak serius dalam penganggaran terhadap lembaga tersebut. Hal ini terlihat dari hilangnya anggaran KPID dalam APBD Sumbar 2018.
Nurnas berharap, KPID Sumbar, membuat rencana strategis program kerja tahun 2019, sehingga dapat dibaca oleh Kepala Daerah dan menjadi acuan dalam pengalokasian anggaran untuk KPID.
Rapat KPID Sumbar dengan Komisi I, juga dihadiri Ketua Komisi I Afrizal, dan Sekretaris Komisi I Endarmy. Red dari covesia.com
saya hanya memberi masukan, terkait tontonan anak Upin Ipin. Tontonan film Upin Ipin mayoritas di tonton anak usia 7 tahun kebawah, ironis jika anak usia dini menonton film dengan menggunakan bahasa Malaysia. Padahal Anak Usia Dini adalah masa yang baik mengenal bahasa ibu nya. Agar mereka bisa menambah kosakata bahasa Indonesia ketika menonton film.
saya mempunyai saran, baiknya acara Upin Ipin menggunakan dubing Bahasa Indonesia. Karena selain bersifat hiburan anak juga bisa mengenal bahasa negaranya dari tontonan anak anak.
karena berdasarkan yang saya alami, anak saya yang berusia 3 tahun gemar menonton acara Upin Ipin, sayang sekali jika tontonan anak saya menggunakan bahasa Malaysia, bukanya bahasa Indonesia.
Pojok Apresiasi
Prawira Hendrik
Perubahan Jam Tayang NET.
Senin-Jumat
08:30 WIB: Tetangga Masa Gitu?
09:30 WIB: iPop
10:30 WIB: Teman Panji
11:00 WIB: Potret Selebriti