Palu – Gerakan Literasi Media harus dikembangkan menjadi gerakan kultural. Gerakan ini harus didukung penuh semua pihak khususnya semua pemerintah daerah. Gerakan kritis dan sadar media oleh masyarakat dapat menekan perubahan siaran menjadi lebih baik dan mendidik.

Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Sudarto saat membuka kegiatan Literasi Media di Palu, pekan lalu, 11 Juni 2014, mengatakan, semua pemerintah daerah harus mendukung gerakan literasi media sebagai upaya mendorong terciptanya siaran yang baik dan mendidik. “Kami sangat mendukung gerakan literasi media,” katanya di depan peserta literasi media yang berlangsung di Hotel Sultan Radja.

Sementara itu, di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily sangat mengapresiasi dukungan dari Pemda Provinsi Sulteng terhadap gerakan literasi media. “KPI terus mendorong gerakan literasi media menjadi bagian dalam program pendidikan dasar. Kami berterimakasih atas dukungan dari Wagub untuk terus mendukung gerakan ini,” paparnya.

Dalam presentasinya, Lily mengulas bagaimana gerakan literasi media harus tertuju pada sasaran yang tepat yakni anak-anak dan remaja karena mereka rentan dari dampak siaran. Anak-anak khususnya, belum memiliki daya saring dan mudah terpengaruh oleh siaran.

“Karena itu, saya mengajak para ibu-ibu untuk turut aktif dan cermat memperhatikan kebiasaan menonton anak-anak. Ibu-ibu harus menjadi guru di rumah ketika anak-anak menonton siaran televisi. Jika siaran itu tidak baik dan berdampak baik, harus segara mencari alternatif siaran lainnya yang mendidik atau melarang menonton,” jelasnya.

Namun demikian, lanjut Lily, siaran televisi bukanlah satu-satunya penyebab perilaku tidak baik pada anak-anak seperti lingkungan, game on line, dan faktor lainnya. “Tapi melihat kualitas siaran televisi kita saat ini, tidak salah jika KPI berpendapat siaran televisi telah memberikan sumbangan negatif terhadap masalah perilaku tidak bermoral pada anak-anak atau yang menimpa mereka,” katanya.

Anggota DPRD Sulteng Sri Indraningsih Lalusu mengatakan media atau siaran yang penuh kekerasan memiliki kecenderungan mengarahkan bagaimana perilaku orang atau anak-anak untuk berbuat kekerasan. “Kekerasan terhadap ibu dan anak sudah cukup banyak. Ini harus dihentikan,” katanya.

Acara dihadiri peserta yang sebagian besar dari perwakilan organisasi perempuan di Sulteng, turut mengeluhkan program berita kriminal. Menurut mereka, isi beritanya menakutkan dan mengerikan. Mereka berharap berita-berita kriminal dapat dikemas secara baik dan tidak mengerikan penonton. ***

Semarang – Wakil Rektor Universitas PGRI Semarang, Sri Suciati, dalam presentasinya di Seminar Kajian Analisa Hasil Pemantauan Penyiaran KPID Jateng dengan tema “Mewujudkan Siaran yang Ramah Anak dan Perempuan” pekan lalu (Kamis, 12 Juni 2014) di Semarang mengatakan bahwa salah satu pemicu kekerasan terhadap anak dan perempuan antara lain adalah akibat pengaruh dari tayangan televisi. “Tayangan yang disajikan televisi di tengah-tengah keluarga hampir semuanya tidak ramah bagi anak dan perempuan, padahal mereka merupakan pangsa pasar televisi terbesar,” katanya.

Menurut Sri Suciati, televisi lebih mengutamakan rating ketimbang kualitas tayangannya yang memberikan keuntungan besar bagi perusahaan. Selain itu, televisi tidak melihat intensitas anak dan perempuan menonton televisi yang sudah menjadi guru bagi mereka selama 24 jam. “Televisi memiliki kekuasaan normatif untuk menyumbang gagasan tentang benar-salah, baik-buruk, bahkan apa yang selayaknya diinginkan dan diperjuangkan,” jelasnya.

Untuk mencegah dampak kurang baik dari siaran perlu dibuat tayangan yang ramah buat anak dan perempuan. Akademisi dari PGRI Semarang ini juga menyarankan sejumlah langkah untuk mendukung terciptanya tayangan yang sehat tersebut seperti kerjasama dengan pihak terkait, menetapkan jam tayang yang sesuai antara belajar dan menonton serta menekankan kepada orangtua untuk mendampingi anak saat menonton siaran televisi.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat yang hadir sebagai narasumber dalam acara itu, Agatha Lily mengatakan, perhatian orangtua kepada anak-anak sangat penting seperti mencermati kebiasaan menonton mereka dan juga dampak yang disebabkan dari tontonan itu. Jika tontonan itu malah menjerumuskan anak-anak kepada sifat yang negative sebaiknya tidak memperbolehkan mereka menonton.

Selain itu, kata Lily, panggilan akrabnya, lingkungan sekolah atau pendidikan harus ikut mendukung langkah bagaimana mencermati murid-murid. Setiap ada masalah atau kecenderungan pada anak-anak bersikap negatif, pihak sekolah harus menjalin komunikasi dengan pihak keluarga. “Ini untuk mengetahui dan mencegah dampak lanjutannya,” katanya.

Komisioner bidang Isi Siaran ini menyebutkan bahwa masa anak-anak sebagai masa yang sangat fundamental bagi perkembangan individu. Menurutnya, kualitas pengalaman anak akan mempengaruhi kehidupan anak di masa dewasa. “Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek seperti gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi dengan sesame maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya,” jelasnya. ***

Jakarta - Menjelang pemilu presiden (pilpres) Juli nanti, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta mengingatkan publik untuk kritis terhadap segala bentuk tayangan terkait pilpres.

Sebab, sebagian besar televisi nasional dimiliki oleh tokoh politik yang memiliki hubungan dengan partai yang disiarkan. Sehingga, ditakutkan publik mendapatkan informasi yang tidak berimbang, tidak adil, tidak proposional dan tidak mendidik masyarakat menjadi pemilih yang kritis.

Hal tersebut disampaikan Ketua KPID DKI Jakarta Hamdani Masil. Menurutnya, lembaga penyiaran harus memperhatikan rambu-rambu untuk mendidik masyarakat, bukannya mempropaganda.

"Sekarang sedang masanya penjajakan koalisi, bahkan sudah ada yang berkoalisi. Beberapa tokoh yang terkait adalah pemillik media. Melihat pelanggaran pileg kemarin, ditakutkan akan tersiar informasi yang tidak proporsional dan tidak adil yang ada kaitannya dengan mitra koalisi seperti yang lalu," katanya di Kantor KPID, Jakarta Pusat (14/5/2014).

Namun, Hamdani menekankan bahwa sosialisasi dan kampanye adalah hal yang berbeda. Digolongkan menjadi bentuk kampanye bila termasuk dalam tiga poin ini.

"Yang pertama, isi informasi didalamnya mengandung ajakan, menyatakan visi misi dan memilik atribut (tagline) didalamnya," jelas Hamdani.

Kampanye ini sendiri diatur frekuensi penayangannya. Dalam sehari, setiap partai politik hanya boleh menyiarkan 10 kali iklan dalam satu media massa. Jika melanggar, maka media yang bersangkutan dikenai teguran.

Hal tersebut berbeda dengan sosialisasi. Menurutnya, sosialisasi pemilu bebas saja dilakukan, asal tidak mengenai definisi dari kampanye.

Bahkan, ia meminta media massa untuk terus melakukan sosialisasi mengenai pemilihan presiden dari sekarang agar rakyat memahami alur dan meningkatkan semarak partisipasi pemilu itu sendiri.

"Saya juga mengharapkan tentang sosialisasi pilpres ini dari media massa, terutama televisi. Asal jangan satu calon saja yang digembor, namun menyeluruh. Kesemarakan pemilu diharapkan tercipta dalam masyarakat, namun harus tetap sesuai dengan rambu-rambu," katanya. Red dari Bisnis

Mataram – Panitia Khusus Komisi I DPRD NTB untuk seleksi calon komisioner baru KPID NTB akhirnya mengumumkan komisiner terpilih  untuk masa bakti tiga tahun mendatang. “Sudah kita umumkan melalui koran pada 9 Juni kemarin dan sedang diusulkan kepada Gubernur untuk penerbitan SK dan pelantikannya,” kata H Muzihir,  anggota Komisi I DPRD NTB yang juga Sekretaris Pansus Seleksi KPID NTB di Mataram belum lama ini.

Menurut Muzihir, ada 10 nama yang diumumkan lulus seleksi berdasarkan akumulasi hasil serangkaian uji kelayakan dan kepatutan. Pihaknya juga melakukan perangkingan untuk 7 komisioner yang akan dilantik dan 3 orang  komisioner untuk cadangan. Adapun mereka yang dinyatakan lulus untuk pelantikan yakni Badrun AM, Sukri Aruman, Lalu Sukron Prayogi, Maryati SH MH, Suhadah SE MSI, Rifky Anwar dan Arwan Syahronie. Sedangkan untuk cadangan yakni Baiq Sofia Ramadhany SH, Sahabudin SH  dan Ir Zohdin.”Memang perdebatan untuk penentuan kelulusan cukup alot, bahkan tertunda karena Pemilu legislatif. Tapi kami yakin mereka yang lulus ini adalah yang terbaik untuk mengemban tugas sebagai komisioner KPID NTB  tiga tahun mendatang,”ungkapnya seraya berharap adanya perbaikan kinerja KPID NTB untuk kemajuan penyiaran lokal yang sehat, mandiri dan bermartabat.

Ditambahkan Muzihir, dari tujuh nama komisioner yang akan dilantik, lima diantaranya adalah komisioner lama dan dua lainnya merupakan komisioner  baru dengan latar belakang praktisi dan pegiat pers. “Mudah-mudahan secepatnya mereka dikukuhkan dan dilantik Gubernur sesuai amanat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,”imbuhnya.

Sementara itu, Maryati SH MH, komisioner baru yang kembali terpilih pada periode mendatang menyampaikan harapan agar masyarakat NTB dapat memberikan saran dan masukan bagi perbaikan kinerja KPID NTB agar lebih baik lagi.”Kami akan bekerja maksimal untuk kemajuan penyiaran di daerah ini karena kami sangat sadar bahwa media siaran khususnya televisi mempunyai peran strategis dalam pembangunan daerah, setidaknya kita ingin keberadaan ratusan lembaga penyiaran di NTB akan semakin nyata ikut memberi andil bagi pencerahan dan mencerdaskan masyarakat,”ujarnya.

Semarang - Komisi Penyiaran Independen Daerah (KPID) Jawa Tengah mengagendakan menggelar diskusi mengenai penyiaran dalam kaitannya pengobatan alternatif di Universitas Muria Kudus (UMK) pada Rabu (7/5/2014) besok.

Diskusi yang akan dilaksanakan di Ruang Seminar Lantai IV Gedung Rektorat UMK ini, menghadirkan Rektor UMK, Prof Dr dr. Sarjadi, Sp.PA, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali'ul Falah (Staimafa) Pati, Abdul Ghoffar Rozien, M. Ed, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus sebagai narasumber.

Komisioner KPID Jawa Tengah, Asep Cuwantoro mengatakan, kegiatan ini digelar untuk memperoleh masukan dari para pakar dan masyarakat terkait program siaran yang banyak diperhatikan masyarakat.

"Dalam rangka itu, KPID Jawa Tengah menggandeng 10 perguruan tinggi di Jawa Tengah, salah satunya UMK, untuk mewujudkan siaran yang sehat dan bermartabat melalui program penelitian, literasi media, pengawasan isi siaran, dan kegiatan penunjang lain," katanya, Sabtu (3/5/2014).

Dia menambahkan, kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi ini, diharapkan bisa lebih mendekatkan penyiaran pada masyarakat. Dia mengutarakan, penentuan tema kajian dalam diskusi ini berdasarkan banyaknya perhatian masyarakat terhadap program siaran tertentu, hasil pengawasan, pemantauan kelompok pemantau, dan aduan masyarakat.

"KPID Jawa Tengah berharap, masyarakat berperan aktif dalam mengkritisi siaran radio dan televisi. Tekanan publik akan membantu KPID dalam rangka penegakan hukum penyiaran," ujarnya. Red dari tribun

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.