Banda Aceh – Lembaga penyiaran publik seperti televisi dan radio perlu menyediakan program khusus tayangan lagu anak-anak untuk menghidupkan kembali hal tersebut seperti era '80-90. Lagu anak-anak dinilai menjadi ajang edukasi dini terhadap perkembangan otak dan perilaku si buah hati.

“Saya pikir lembaga penyiaran perlu membuat lagi program lagu anak-anak seperti pada era '80-90. Ini bisa dimasukkan ke konten siaran untuk anak-anak seperti yang diamanahkan dalam SPS3 (standar program penyiaran),” kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Aceh, Muhammad Hamzah, kepada Okezone, di Banda Aceh, Selasa (23/9/2014).

Menurutnya, sangat disayangkan selama ini lagu anak-anak justru hilang, sementara lagu-lagu dewasa yang liriknya seputar percintaan semakin booming di pasaran. Dikarenakan tak ada alternatif, anak-anak akhirnya lebih menghafal lagu-lagu dewasa yang kadang-kadang liriknya "berbau" seronok dan tak mendidik.

“Seperti lagu-lagu dangdut sekarang yang banyak dinyanyikan artis-artis berpakaian seronok. Ini bisa berdampak negatif terhadap anak-anak, baik dari segi moral, etika, perilaku, penampilannya. Sopan santun si anak terhadap orangtua juga bisa kendur karena pengaruh apa yang dilihat dan ditontonnya,” ujarnya.

Secara tak langsung, lanjut Hamzah, lirik-lirik lagu dewasa itu bisa menggiring anak-anak atau balita seolah-olah mereka sudah dewasa. “Maka, kami mendorong agar lembaga penyiaran sebagai lembaga edukasi dan hiburan publik menghidupkan kembali program lagu anak pada jam-jam tertentu,” sebutnya.

Dengan adanya program lagu anak-anak dan ruang promosi di lembaga penyiaran, diyakini produser rekaman akan berani lagi memproduksi lagu anak-anak. Pihaknya pun siap mengawasi agar lagu anak yang diproduksi itu mendidik dan dapat membantu tumbuh kembang anak.

Hamzah juga menyayangkan program-program acara pencari bakat anak-anak seperti yang ditayangkan beberapa stasiun televisi nasional selama ini tak mencerminkan program anak.

“Acara pencari bakat anak-anak, konyolnya lagu-lagu yang dinyanyikan lagu-lagu dewasa. Juri-jurinya juga seperti menggiring anak-anak mengikuti orang-orang dewasa, baik dari tingkahnya, pakaiannya, gayanya,” kata mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh itu.

KPID Aceh berjanji dalam waktu dekat akan menggelar pertemuan dengan lembaga penyiaran provinsi untuk membahas tentang pentingnya tayangan program anak atau lagu anak-anak.

“Kami berharap lembaga penyiaran di Aceh nanti ada program-program khusus anak,” ujar Hamzah.

Dia juga berjanji dalam rapat pimpinan komisi penyiaran secara nasional di Jakarta nanti akan mengusulkan adanya kebijakan yang bisa mendorong lembaga penyiaran menyediakan program lagu anak-anak. (Okezone.com)

KALIPURO – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat menggelar workshop di Hotel Ketapang Indah Senin kemarin (25/8). Workshop bertema “Menata Sistem Penyiaran di Era Konvergensi Media” itu diikuti KPI daerah se-Jatim. Bupati Abdullah Azwar Anas juga ikut menghadiri acara dan memberi sambutan saat pembukaan workshop. Dalam kesempatan itu, Bupati Anas menyampaikan, efek media terhadap pola kehidupan masyarakat sangat besar.

Efek tersebut tidak hanya efek positif, tapi juga efek negatif. Bupati Anas juga menyampaikan kegelisahan terkait banyaknya lembaga penyiaran komunitas di Banyuwangi yang masih belum memiliki izin operasional. Oleh karena itu, Bupati Anas mendorong KPI pusat melakukan penertiban lembaga penyiaran yang belum memiliki izin operasional. Komisioner Bidang Struktur dan Bidang Penyiaran KPI, Danang Sanggabuana mengatakan, KPI ingin membangun sistem dan struktur penyiaran berbasis kepentingan lokal.

Harapannya, tayangan lokal yang mendidik dan menginspirasi bisa dinikmati masyarakat nasional. Selama ini, kata Danang, tayangan media biasanya berawal dari pusat dan disebarkan ke daerah.” KPI ingin siaran lokal itu bisa disiarkan secara nasional melalui sistem jaringan. Acara budaya lokal yang menarik di Banyuwangi bisa disiarkan secara nasional,” katanya.Menurut Danang, Banyuwangi memiliki banyak budaya lokal yang menarik. Oleh karena itu, sangat bagus kalau disiarkan secara nasional.

Sebab, budaya lokal memiliki keunggulan dalam hal edukasi, inspirasi, dan informasi bagi daerah lain. Menanggapi kegelisahan Bupati Anas tentang media penyiaran tidak berizin, Danang mengakui masih banyak lembaga penyiaran komunitas yang belum berizin. ”Dalam undangundang penyiaran, lembaga penyiaran diwajibkan mengurus izin terlebih dahulu melalui KPI Jawa Timur agar dibawa ke pusat untuk diverifikasi layak ataukah tidak diberi izin operasional,” terang Danang.

Banyaknya frekuensi penyiaran yang tidak terukur, kata Danang, sangat mengganggu frekuensi penerbangan pesawat. Selain mengganggu penerbangan pesawat, banyaknya frekuensi itu juga mengganggu lembaga penyiaran yang resmi. Danang berharap lembaga penyiaran lokal memberikan informasi yang bermanfaat kepada masyarakat. “Kita akan lakukan penertiban dan pembinaan terhadap lembaga penyiaran yang tidak baik agar isi siarannya berguna bagi masyarakat,” katanya. (kabarbanyuwangi.info)

Magelang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) terhadap tujuh radio swasta yang mengajukan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Ketujuh radio tersebut adalah Best FM Semarang, Sonora FM Semarang, Sonora FM Purwokerto, SAS FM Sukoharjo, Yasika FM Magelang, R2B Rembang, dan Radio Karysma Boyolali. EDP diselenggarakan selama tiga hari, mulai Senin sampai Rabu (14-16/7) di Hotel Artos Magelang.

Menurut Asep Cuwantoro, Koordinator Bidang Pembinaan dan Pengawasan Isi Siaran KPID Prov. Jateng mengatakan bahwa ketujuh radio tersebut masa berlaku izinnya akan habis pada tahun 2015. Sesuai peraturan penyiaran, radio dan televisi wajib mengajukan perpanjangan izin setahun sebelum masa berlaku izin habis. Izin bagi radio berlaku selama lima tahun dan sepuluh tahun bagi televisi.

EDP, lanjut Asep merupakan salah satu tahapan yang wajib ditempuh oleh radio ketika mengajukan perpanjangan izin. Forum evaluasi tersebut menghadirkan tokoh dari MUI Magelang, Dishub Kabupaten/ Kota sesuai lokasi radio, Akademisi, DPRD Kabupaten/ Kota, dan Balmon Kelas 2 Semarang untuk memberikan masukan dan pertimbangan. Setelah EDP, apabila dinyatakan layak, radio akan mendapatkan Rekomendasi Kelayakan (RK) untuk diproses ke tahap Forum Rapat Bersama (FRB) yang merupakan keputusan tertinggi perizinan antara KPI/ KPID dan  Meteri Kominfo RI. "Apabila tidak layak, berkas permohonan tidak kami (KPID-red) lanjutkan (ke Kemenkominfo-red), dan izin dinyatakan tidak diperpanjang" tegas Asep.

Layak atau tidak layak izin diperpanjang, sangat bergantung pada kualitas program siaran. Untuk itu, Asep meminta apabila izin ingin diperpanjang maka radio harus meningkatkan kualitas siarannya. Menurutnya isi siaran harus sesuai dengan peraturan penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang tercantu dalam lampiran izin dan ditandatangani oleh direktur radio. "Radio jangan sekedar memutar lagu saja tetapi siaran juga harus mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan karakter bangsa" terang Asep.

Asep menegaskan, persoalan program siaran jangan dianggap sepele karena dampak program yang buruk akan fatal terhadap pembentukan mental dan karakter masyarakat. "Radio memiliki keunggulan dalam menciptakan theatre of mind, untuk itu pengelola radio harus kreatif membuat program acara on air maupun off air yang bisa menginspirasi masyarakat menjadi maju dan lebih baik" tutur Asep.

Radio juga diminta untuk memperbanyak program layanan masyarakat dalam bentuk program sosial kemasyarakatan. Program bisa berbentuk iklan layanan masyarakat dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Red dari KPID Jateng

Semarang - Menjelang musim lebaran datang, radio dan televisi diimbau untuk menyiarkan informasi seputar mudik. Mengingat mudik sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia menjelang lebaran tiba. Demikian disampaikan oleh Asep Cuwantoro, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah.

Menurut Asep, Jateng merupakan wilayah yang banyak dilewati dan menjadi tujuan pemudik. Pemudik menurutnya memerlukan informasi yang lengkap seputar berita mudik seperti informasi keselamatan berkendara, kondisi jalan, cuaca, tempat istirahat, dan informasi lainnya yang dibutuhkan oleh pemudik. Prinsipnya, ada panduan yang mudah dan murah agar mudik lancar, aman, dan enjoy. "Radio dan televisi kan media favorit masyarakat, dan kedua media ini memungkinkan untuk melakukannya, tinggal kemauannya saja," Papar  Asep.

Asep mencontohkan kasus amblasnya jembatan Comal akan membingungkan pemudik karena posisinya berada di Pantura yang merupakan jalur utama yang biasa dilewati oleh pemudik. Untuk itu menurutnya radio dan televisi perlu menyampaikan perkembangan perbaikannya dari menit ke menit, sehingga pemudik bisa memantau kapan bisa dilalui. "Termasuk jalan alternatif mana saja yang bisa dilalui, itu harus diberitakan, agar pemudik tidak terjebak macet, apalagi tersesat," ujar Asep.

Informasi seputar mudik, lanjut Asep, bisa dilakukan oleh radio dan televisi melalui siaran on air maupun off air. Menurutnya, siaran on air seperti berita, informasi yang disisipkan pada program tertentu, add lips, running text. Adapun program off air, radio dan televisi bisa membuat posko di titik-titik lokasi jalan tertentu untuk membantu pemudik. "Ini yang dimaksud peran media penyiaran dalam memberi kemanfaatan bagi publik, tidak sekadar siaran sehari-hari seperti biasanya," ujar Asep.

Menurut Asep, pihaknya memberi apresiasi pada media penyaiaran yang sudah terbiasa melakukan informasi berita mudik, dan yang belum terus didorong. "Kami (KPID-red) memantau dan punya data radio dan televisi mana saja di Jateng yang terbiasa aktif menyiarkan informasi mudik, tentu ada reward, adapun yang belum kami terus dorong," kata Asep. Red dari KPID Jateng

Kudus – Tak kurang dari 70 peserta yang terdiri atas pelajar dan  mahasiswa di Kabupaten Kudus mengikuti kegiatan literasi media yang diselenggarakan oleh KPID Jawa Tengah di Wedangan Pukwe, Desa Getas Pejaten, Jati, Kudus, Jum’at (11/7/2014).

Kegiatan literasi media yang bertujuan untuk mengedukasi kader bangsa ini digelar di 20 kota di Jawa Tengah. ‘’Kudus adalah kota ke delapan penyelenggaraan literasi media yang digelar KPID. Kota pertama yaitu Kabupaten Karanganya,’’ ujar Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner Bidang Kelembagaan KPID Jawa Tengah.

Dia  menjelaskan, kegiatan literasi media bagi pelajar dan mahasiswa ini  menjadi penting, untuk memberikan pemahaman yang benar atas media massa yang merebak saat ini. ‘’Dengan kegiatan ini, diharapkan para peserta kegiatan ini ke depan bisa menjadi masyarakat yang kritis dan cerdas bermedia,’’ lanjutnya.

Asep Cuwantoro, Komisioner Bidang Isi Siaran KPID Jawa Tengah, mengutarakan, bahwa banyak yang salah dalam realitas media massa di Indonesia saat ini. ‘’Banyak masyarakat yang belum bisa membedakan, apakah bermedia itu kebutuhan atau keinginan.’’

Dia memberi contoh, bahwa di sebuah rumah yang sangat sederhana atau bisa dibilang reot, namun di dalamnya televisinya ternyata banyak yang bagus. ‘’Hal lain yang tidak logis saat ini, seperti jika kita menonton musik. Banyak lagu yang mestinya lagunya sedih, tetapi dengan dinyanyikan dengan tertawa.’’

Ini menunjukkan, katanya, bahwa ada sesuatu yang hidang dalam edia massa kita. ‘’Nilai-nilai yang ada dalam lagu, dan umumnya di  media  massa, banyak yang tidak tepat. Sehingga jika ditelan mentah-mentah oleh anak muda yang tidak bertanggung jawab, maka akan jadi salah.’’

Terkait dengan banyaknya irasional dalam bermedia sekarang, terang Asep, selama ini KPI dan KPID Jawa Tengah sudah banyak mengeluarkan himbauan, peringatan, teguran, pengurangan durasi, dan bahkan penghentian program siaran.

‘’Program yang diberikan sanksi adalah yang melanggar peraturan penyiaran dan tidak sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Mengingat perkembangan dunia penyiaran yang begitu dinamis, tidak mungkin lembaga penyiaran tidak melanggar peraturan, karena disamping memperhatikan aturan, mereka juga menuruti keinginan pasar dan rating,’’ ungkapnya.

Sedang mengenai program literasi media ini, dia mengemukakan, tujuan utama dari P3SPS, adalah mencerdaskan masyarakat, sehingga program siaran akan terkontrol. Maka dari kegiatan ini, diharapkan peserta bisa menjadi agen literasi media yang mampu menularkan pengetahuannya tentang menyikapi media kepada orang-orang di lingkungan di sekitarnya,’’ paparnya.

Aulia A Muhammad, salah satu narasumber, mengatakan, literasi media itu  berfungsi agar masyarakat mampu mengakses, menganalisis, menyampaikan pesan, berpikir kritis, mampu mempertanyakan apa yang mestinya dihadirkan dan dihilangkan.

‘’Persoalannya, banyak televisi kita yang secara sumber daya manusia (SDM) kurang bagus, sehingga berdampak pada buruknya isi tayangan yang disajikan. Yang memperihatinkan, banyak tayangan di televisi itu membahayakan khalayak, khususnya anak-anak.’’

Sedang Zamhuri, pembicara lain dalam kegiatan literasi media tersebut, melihat, bahwa media lebih mencitrakan diri sebagai institusi bisnis, sehingga apa yang ngetren, dan laku dijual, maka akan dijual pada pemirsa.

‘’Menyikapi hal itu, maka jangan sampai kita menikmati media tanpa memiliki daya kritis. Kita harus melek media, sehingga bisa menilai  mana tayangan media yang layak dan tidak layak untuk dikonsumsi,’’ pesannya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.